Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Negeri Indonesia
Pendahuluan
- Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan.
- Gugatan dapat diajukan secara lisan (ps 118 ayat 1 HIR 142
ayat 1) atau tertulis (ps 120 HIR 144 ayat 1 Rbg) dan bila perlu dapat minta
bantuan Ketua Pengadilan Negeri
- Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan
- Tuntutan hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak
yang ada kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kabenarannya dapat
dibuktikan dalam sidang pemeriksaan
- Mengenai persyaratan tentang isi daripada gugatan tidak
ada ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam Rv Psl 8 No.3 yang
mengharuskan adanya pokok gugatan yang meliputi :
1) Identitas dari pada para pihak
2) Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. Dalil-dalil ini lebih
dikenal dengan istilah fundamentum petendi
3) Tuntutan atau petitum ini harus jelas dan tegas. HIR dan
Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara mengajukan gugatan
a.Identitas Para Pihak
Yang dimaksud dengan identitas adalah cirri-ciri dari pada
penggugat dan tergugat ialah nama, pekerjaan, tempat tinggal.
b.Fundamentum Petendi
Fundamentum petendi adalah dalil-dalil posita konkret
tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta ulasan daripada tuntutan
1. Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian :
- Bagian yang
menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan
- Bagian yang
menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden)
2. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya
perkara tetang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yurudis
daripada tuntutan
3. Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus
menyebutkan peraturan-peraturan hukum yang dijadikan dasar tuntutan melainkan
cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti
sebagai dasar dari tuntutan, yang member gambaran tentang kejadian materiil yang
merupakan dasar tuntutan itu
4. Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian
tentang peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan ada bebarapa pendapat :
- Menurut
Subtantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan
saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian-kejadian yang nyata yang mendahului
peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timulnya
peristiwa hukum tersebut misalnya ; bagi penggugat yang menuntut miliknya,
selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik, ia juga harus menyebutkan asal-asul
pemilik itu.
- Menurut
individualiseringtheori sudah cukup dengan disebutkannya kajadian-kejadian yang
dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukan adanya hubungan hukum
yang menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut
tidak perlu dijelaskan, karena hal tersebut dapat dikemukakan didalam
sidang-sidang yang akan datang dengan disertai pembuktian.
- Menurut putusan
Mhkamah agung sudah cukup dengan disebutkannya perumusan kejadian materiil
secara singkat.
c.Petitum atau Tuntutan
1. Petitum atau Tuntutan adalah apa yang dimintakan atau
diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim. Jadi tuntutan itu akan
terjawab didalam amar atau diktum putusan. Oleh karena itu petitum harus dirumuskan
secara jelas dan tegas
2. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat
tidak diterimanya tuntutan tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi
pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut abscuur libel (
guagatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak oleh
pihak tergugat sehungga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak
diterimanya gugatan tersebut.
3. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :
- Tuntutan primer
atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
- Tuntutan tambahan,
bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok perkara.
- Tuntutan subsidiair
atau pengganti.
4. Meskipun tidak selalu tapi seringkali di samping tuntutan
pokok masih diajukan tuntutan tamabahan yang merupakan pelengkap daripada
tuntutan pokok.
5. Biasanya sebagai tututan tambahan berwujud :
a. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya
perkara.
b. Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar
putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau
kasasi. Didalam praktik permohonan uivoerbaar bij voorraad sering dikabulkan.
Namun demikian Mahkamah Agung mengintruksikan agar hakim jangan secara mudah
memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad.
c. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga
(moratoir) apabila tuntutan yang demikian oleh penggugat berupa sejumlah uang
tertentu.
d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk mambayar uang paksa
(dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia
tidak memenuhi isi putusan
e. Dalam hal gugat cerai sering disertai juga dengan
tuntutan nafka bagi istri atau pembagian harta.
6. Mengenai tuntutan subsidiair selalu diajukan sebagai
pengganti apabila hakim berpendapat lain. Biasanya tuntutan subsidiair itu
berbunyi “ agar hakim mengadili menurut keadilan yang benar” atau “ mohon
putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono)
Jadi tujuan daripada tuntutan subsidiair adalah agar apabila
tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang
didasarkan atas kebebesan hakim serta keadilan.
7. Didalam berpekara di Pengadilan kita mengenal gugatan
biasa/ pada umumnya dan gugatan yang bersifat referte.
8. Sebuah gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan
belum dijatuhkan dengan catatan :
a. Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh tergugat, maka
penggugat dapat langsung mengajukan pencabutan gugatan.
b. Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka
pencabutan gugatan dapat dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.
Semoga Bermanfaat
0 comments:
Post a Comment