Recent Comments

Saturday 20 February 2016

KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), BAB III. HAK MILIK, BAB IV. HAK DAN KEWAJIBANPasal ANTARA PARA PEMILIK PEKARANGAN BERTETANGGA


BAB III.
HAK MILIK
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 570.
Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan Penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan. (ISR. 133; KUHPerd. 527 dst., 584, 594, 625 dst,, Onteig. Hinderord.)
Pasal 571.
Hak milik atas sebidang tanah mehputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atas dan di dalam tanah itu. (KUHPerd. 591.)
Di atas sebidang tanah, pemilik boleh mengusahakan segala tanaman dan mendirikan bangunan yang dikehendakinya; hal ini tidak mengurangi pengecualian, pengecualian tersebut dalam Bab IV dan VI buku ini.
Di bawah tanah itu la boleh membangun dan menggali sesuka hatinya dan mengambil semua hasil yang diperoleh dari galian itu; hal ini tidak mengurangi perubahan-perubahan dalam perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan, pengambilan bara, dan barang-barang semacam itu. (KUHPerd. 587 dst., 595, 600, 625 dst., 1165, 1481 dst., Mijn.; Mijnord.) 572. Setiap hak milik harus dianggap bebas. (KUHPerd. 624.)
Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas barang orang lain, harus membuktikan hak itu.
(KUHPerd. 1865, 1916.)
Pasal 573.
Pembagian suatu barang yang dimiliki lebih dari seorang, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan. (KUHPerd. 1066 dst.)
Pasal 574.
Pemilik barang berhak menuntut siapa pun juga yang menguasai barang itu, supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya. (KUHPerd. 567, 582, 602, 834, 1977; Rv. 714.)
Pasal 575.
Pemegang besit dengan itikad baik berhak menguasai segala hasil yang telah dinikmatinya dazi barang yang dituntut kembali, sampai pada hari ia digugat di muka hakim. la wajib mengembalikan kepada pemilik barang itu segala hasil yang dinikmatinya sejak ia digugat, setelah dikurangi segala biaya untuk memperolehnya, yaitu untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah.
Selanjutnya la berhak menuntut kembali segala biaya yang telah harus dikeluarkan guna menyelamatkan dan demi kepentingan barang tersebut, demikian pula la berhak menguasai barang yang diminta kembali itu selama ia belum mendapat penggantian biaya dan pengeluaran tersebut dalam pasal ini. (KUHPerd. 531 dst., 548-3′, 561, 567, 576 dst., 1139-4′; 1364.)
Pasal 576.
Dengan hak dan cara yang sama, pemegang besit dengan itikad baik, dalam menyerahkan kembali barang yang diminta, boleh menuntut kembali segala biaya untuk memperoleh hasil seperti diterangkan di atas, sekedar hasil itu belum terpisah dari tanah pada saat penyerahan kembali barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 500, 575,)
Pasal 577.
Sebaliknya ia tidak berhak menggugat kembali biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang dinjkmati karena kedudukannya sebagai pemegang besit. (KUHPerd. 575 dst.)
Pasal 578.
Demikian pula ia tidak berhak, dalam menyerahkan kembali barang itu, untuk memperhitungkan segala biaya dan pengeluaran yang telah dikeluarkan olehnya guna memelihara barang itu, yang dalam hal ini tidak termasuk biaya guna menyelamatkan dan memperbaiki keadaan barang itu sebagaimana disebut dalam pasal 575.
Bila timbul perselisihan tentang apa yang harus dianggap sebagai biaya pemeliharaan, haruslah diikuti peraturan tentang hak pakai hasil perihal itu. (KUHPerd. 793.)
Pasal 579.
Pemegang besit dengan itikad buruk berkewajiban :
10. mengembalikan segala hasil suatu barang beserta barang itu sendiri, bahkan juga hasil yang kendati tidak dinikmati olehnya, sedianya dapat dinikmati oleh pemilik; tetapi sebagaimana ditetapkan dalam pasal 575, boleh ia mengurangkan atau menuntut kembali biaya yang dikeluarkan guna menyelamatkan barang itu selama dalam kekuasaannya dan juga biaya demikian yang dikeluarkan guna memperoleh hasil itu, yakni untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah;
20. mengganti segala biaya, kerugian dan bunga;
30. membayar harga barang bila ia tidak dapat mengembalikan barang itu, juga manakala barang itu hilang di luar kesalahannya atau karena kebetulan, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu akan lenyap juga, sekalipun besit atas barang itu dipegang oleh pemiliknya. (KUHPerd. 532, 549, 561, 567, 11394-, 1362, 1364.)
Pasal 580.
Barangsiapa memperoleh besit dengan kekerasan, tidak boleh minta kembali biaya yang telah dikeluarkan, sekalipun pengeluaran itu mutlak perlu untuk menyelamatkan barang itu. (KUHPerd. 548, 557, 563, 568.)
Pasal 581.
Pengeluaran untuk memanfaatkan dan untuk memperindah barang, menjadi tanggungan pemegang besit dengan itikad baik atau buruk, tetapi ia berhak mengambil benda yang dilekatkan pada barang itu dalam memanfaatkan dan membuat indah, asal pengambilan itu tidak merusak barang tersebut. (KUHPerd. 779 dst.)
Pasal 582.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Barangsiapa menuntut kembali barang yang telah dicuri atau telah hilang, tidak diwajibkan memberi penggantian uang yang telah dikeluarkan untuk pembelian kepada yang memegangnya, kecuali jika barang itu dibelinya di pekan tahunan atau pekan lain, di pelelangan umum atau dari seorang pedagang yang terkenal sebagai orang yang biasanya memperdagangkan barang sejenis itu. (KUHPerd. 546, 1720, 1977.)
Pasal 583.
Barang yang telah dibuang ke dalam laut dan timbul kembali dari laut boleh diminta kembali oleh pemiliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan mengenai hal ini. (KUHD. 556.)
Bagian 2.
Cara Memperoleh Hak Milik.
Pasal 584.
Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan kedaluwarsa, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu petistiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu. (KUHPerd. 119, 570, 585 dst., 588 dst., 592, 610 dst., 830 dst., 874 dst., 1946, 1963 dst.; Onteig.; Octr. 38; Aut. 2.)
Pasal 585.
Barang bergerak yang bukan milik siapa pun, menjadi hak milik orang yang pertama-tama mengambil barang itu untuk dimilikinya. (KUHPerd. 509 dst.; 519 dst., S. 1918-125.)
Pasal 586.
Hak untuk mengambil binatang liar atau ikan semata-mata ada pada pemilik tanah tempat binatang itu atau air tempat ikan tersebut. (KUHPerd. 507-3, 521, 721, 774.)
Pasal 587.
Hak milik atas harta karun ada pada orang yang menemukannya di tanah miliknya sendiri. Bila harta itu ditemukan di tanah milik orang lain, maka separuhnya adalah milik yang menemukan dan separuh lainnya adalah milik si pemilik tanah.
Yang dimaksud dengan harta karun adalah segala barang tersembunyi atau terpendam, yang tidak seorang pun dapat membuktikan hak milik terhadapnya dan yang didapat karena kebetulan semata-mata. (KUHPerd. 777; Mijn. 1.)
Pasal 588.
Segala suatu yang melekat pada sesuatu barang atau yang merupakan satu tubuh dengan barang itu adalah milik orang yang menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut dianggap sebagai pemiliknya. (KUHPerd. 500 dst., 571, 1482.)
Pasal 589.
Pulau besar dan pulau kecil, yang terdapat di sungai yang tidak dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit, begitu puta beting yang timbul dari endapan lumpur di sungai seperti itu, menjadi milik si pemilik tanah di tepi sungai tempat tanah timbul itu terjadi. Bila tidak berada pada salah satu dari kedua belah sungai, maka pulau itu atau beting itu menjadi milik semua pemilik tanah di kedua tepi sungai dengan garis yang menurut perkiraan ada di tengah-tengah sungai sebagai batas. (KUHPerd. 521; 591,)
Pasal 590.
Bila sebuah bengawan atau sungai dengan mengambil jalan aliran baru memotong tanah di tepinya, sehingga terjadi sebuah pulau, maka hak milik atas pulau itu tetap pada pemilik tanah semula, sekalipun pulau itu terjadi dalam sebuah bengawan atau sungai yang dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit. (KUHPerd.,521.)
Pasal 591.
Hak milik atas bengawan atau sungai mencakup juga hak milik atas tanah tempat bengawan atau sungai itu mengalir. (KUHPerd. 519, 521, 571, 589, 629.)
Pasal 592.
Bila sebuah bengawan atau sungai mengambil jalan aliran baru dengan meninggalkan jalan yang lama, maka para pemilik tanah yang kehilangan tanah menjadi pemeegang besit atas tanah aliran yang ditinggalkan sebagai ganti ruginya, masing-masing seluas tanah yang hilang. (KUHPerd. 704 dst.)
Pasal 593.
bengawan atau sungai yang banjir sementara, tidak menimbulkan diperolehnya atau hilangnya hak milik. (KUHPerd. 545, 594, 598.)
Pasal 594.
Hak milik atas tanah yang tenggelam karena kebanjiran, tetap berada pada pemiliknya. (KUHPerd. 545.)
Meskipun demikian, bila oleh pemerintah dipandang perlu untuk kepentingan umum atau keamanan tanah milik di sekitamya, dan oleh ahli-ahli yang bersangkutan, bahwa tanah yang tenggelam itu dapat ditimbuni dan dikeringkan, maka semua pemilik yang bersangkutan harus diberi peringatan untuk mengerjakan atau ikut serta mengerjakannya dengan ketentuan, bahwa bila mereka menolaknya ataupun tidak lagi berkediaman di tempat itu, maka untuk kepentingan negara, hak milik dapat dicabut dengan membayar ganti rugi seharga menurut taksiran tenggelam. (ISR. 133; KUHPerd. 570, 81 1; Onteig)
Pasal 595.
Pemilik sebuah bukit pasir di pantai laut adalah, demi hukum, pemilik tempat bukit itu berdiri.
Bila tanah di sekitar bukit pasir itu ditimbuni pasir oleh sebab angin, sehingga tanah itu menjadi satu dengan bukit tersebut, sampai-sampai tidak dapat dipisahkan, maka tanah tersebut menjadi milik si pemilik bukit pasir tersebut, kecuali bila dalam waktu lima tahun setelah penimbunan itu tanah tersebut dipisahkan dengan pagar atau tiang-tiang perbatasan. (KUHPerd. 571.)
Pasal 596.
Pengendapan lumpur yang terjadi secara alami, lambat laun dan tidak kelihatan pada tanah yang terletak di tepi air yang mengalir disebut pertambahan.
Pertambahan menjadi keuntungan pemilik tanah di tepi bengawan atau sungai tanpa membedakan, apakah dalam akta tanah disebutkan luas tanah itu atau tidak; tetapi hal ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam undang-undang atau peraturan umum mengenai jalan bagi pejalan kaki atau jalan bagi pemburu. (KUHPerd. 597 dst., 774, 1165.)
Pasal 597.
Ketentuan dalam alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga bagi pertambahan yang terjadi pada tanah di tepi telaga yang dapat dilayari dengan perahu.
Ketentuan yang sama akhimya berlaku juga terhadap pertambahan tanah akibat damparan dari laut di pantai dan di tepi sungai yang mengalami pasang naik dan pasang surut, baik tanah tepian itu milik negara, maupun milik perorangan atau persekutuan. (KUHPerd. 521.)
Pasal 598.
Pertambahan tanah tidak dapat terjadi pada balong.
Tanah yang selalu terendam air di sekitar balong bila air mencapai ketinggian sampai dapat mengalir ke luar, sekalipun air itu kemudian surut kembali, adalah kepunyaan si pemilik balong.
Sebaliknya, pemilik balong tidak berhak atas tanah di tepi balong bila tanah itu hanya digenangi air pada waktu air mencapai ketinggian yang luar biasa. (KUHPerd. 596.)
Pasal 599.
Bila sebidang tanah, karlena derasnya arus air, sekonyong-konyong terbelah dari tanah yang satu dan terlempar ke tanah yang lain, maka kejadian itu tidak dapat dianggap sebagai pertambahan tanah, asal saja pemiliknya, dalam waktu tiga tahun setelah kejadian itu berlangsung, menuntut haknya. Bila tenggang waktu itu dilewatkan oleh yang berkepentingan tanpa mengajukan tuntutan, maka tanah yang terlempar itu menjadi milik si pemilik tanah yang bersangkutan. (KUHPerd. 596.)
Pasal 600.
Segala sesuatu yang ditanam atau disemaikan di atas sebidang pekarangan adalah milik si pemilik tanah itu. (KUHPerd. 571, 603 dst., 711.)
Pasal 601.
Segala sesuatu yang dibangun di atas pekarangan adalah milik si pemilik tanah, asalkan bangunan itu melekat pada tanah; hal ini tidak mengurangi kemungkinkan perubahan termaktub dalam pasal 603 dan pasal 604. (KUHPerd.571, 711.)
Pasal 602.
Pemilik tanah yang membangun di atas tanah sendiri dengan bahan-bahan bangunan yang bukan miliknya, wajib membayar harga bahan-bahan itu kepada pemilik bahan; ia boleh dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu, tetapi pemilik bahan-bahan bangunan tidak berhak mengambil kembali bahan-bahan itu. (KUHPerd. 574, 605, 1365.)
Pasal 603.
Bila seseorang, dengan bahan-bahan bangunan sendiri, mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain, maka pemilik tanah boleh memiliki bangunan itu atau menuntut agar bangunan itu diambilnya.
Bila pemilik tanah menuntut supaya bangunan diambil, maka pembongkaran bangunan berlangsung dengan biaya pemilik bahan, malahan pemilik bahan ini boleh dihukum membayar segala biaya, kerugian dan bunga.
Bila sebaliknya, pemilik tanah hendak memiliki bangunan tersebut, maka ia harus membayar harga bangunan beserta upah kerja tanpa memperhitungkan kenaikan harga tanah. (KUHPerd. 532, 549, 579, 601, 604 dst., 715, 725 dst., 779, 1567.)
Pasal 604.
Bila bangunan itu didirikan oleh pemegang besit yang beritikad baik, maka pemilik tidak boleh menuntut pembongkaran bangunan itu; tetapi ia boleh memilih membayar harga bahan-bahan beserta upah kerja atau membayar sejumlah uang, seimbang dengan kenaikan harga tanah. (KUHPerd. 531, 548, 575, 601, 603, 605.)
Pasal 605.
Tiga pasal yang lain, berlaku juga terhadap penanaman dan penyemaian. (KUHPer(l. 600, 602 dst.)
Pasal 606.
Barangsiapa dengan bahan milik orang lain membuat barang dalam jenis bahan dibayarnya, dan segala biaya, baru, menjadi pemilik barang itu, asal harga bahan dibayarnya, dan segala kerugian dan bunga diganti bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1365.)
Pasal 607.
Bila barang baru itu terbentuk bukan karena perbuatan manusia, melainkan karena pengumpulan pelbagai bahan milik beberapa orang secara kebetulan, maka barang baru itu merupakan milik bersama dari orang-orang itu menurut keseimbangan harga bahan-bahan tersebut yang semula dimiliki mereka masing-masing.
Pasal 608.
Bila barang yang baru itu terbentuk dari pelbagai bahan milik beberapa orang pemilik-pemilik itu, maka yang tersebut terakhir ini menjadi pemilik dengan kewajiban membayar harga bahan-bahan kepunyaan orang-orang lain, ditambah dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu.
Pasal 609.
Dalam hal-hal tersebut dalam kedua pasal yang lalu, bila bahan-bahan itu dapat dipisah-pisahkan dengan mudah , maka masing-masing pemilik boleh meminta kembali bahan kepunyaannya.
Pasal 610.
Hak milik atas suatu barang didapatkan seseorang karena kedaluwarsa, bila ia telah memegang besit atas barang itu selama waktu yang ditentukan undang-undang dan sesuai dengan persyaratan dan pembedaan seperti termaksud dalam Bab VII Buku Keempat kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 595 2, 946 dst., 1973.)
Pasal 611.
Cara memperoleh hak milik karena pewarisan menurut perundang-undangan atau menurut surat wasiat, diatur dalam Bab XII dan Bab XIII buku ini. (KUHPerd. 830, 874.)
Pasal 612.
Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada.
Penyerahan tidak diharuskan, bila barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. (KUHPerd. 503, 509 dst., 760, 1235 dst., 1459, 1475, 1686; KUHD 314; Tbs. 3 dst., 21 dst.)
Pasal 613.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain.
Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276,)
Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu. (KUHPerd. 612, 1152, 1385, 1459, 1540, 1686; KUHD 110 dst., 176, 191 dst., 457, 508, 531 dst.)
614, 615. Dicabut dg. S. 1938-276.
Pasal 616.
Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 50; KUHPerd. 506 dst., 696, 713, 720, 737, 760, 818, 1179, 1459, 1475, 1686, 1690; KUHD 314; Tbs. 3 dst., 21 dst.; Rv. 526.)
Pasal 617.
Semua akta penjualan, penghibahan, pembagian, pembebanan atau pemindahtanganan barang tak bergerak harus dibuat dalam bentuk otentik, atas ancaman kebatalan. (KUHPerd. 1868, 1870.)
Tiap petikan dalam bentuk biasa dari rol atau daftar kantor lelang, guna membuktikan penjualan barang yang diselenggarakan d,ngan perantaraan kantor tersebut menurut peraturan yang telah ada atau yang akan diadakan, dianggap sebagai akta otentik. (Ov. 50; KUHPerd. 620; Rv. 526; Venduregi. 42.)
Pasal 618.
Semua akta pemisahan harta kekayaan, sepanjang itu mengenai barang tak bergerak, harus diumumkan juga dengan cara sebagaimana diatur dalam pasal 620. (Ov. 50; KUHPerd. 619 dst., 1069, 1074.)
Pasal 619.
Kepada yang memperoleh barang tidak boleh diberikan akta pemindahtanganan atau akta pemisahan tanpa kuasa khusus dari pihak yang memindahtangankan barang atau pihak yang ikut berhak, baik dalam akta sendiri, maupun dalam akta otentik lain yang kemudian dibuat dan yang harus diumumkan juga pada waktu dan dengan cara seperti yang diatur dalam pengumuman akta pemindahtanganan atau pemisahan tersebut. Tanpa kuasa demikian, penjimpan hipotek harus menolak pengumuman akta tersebut. Semua pengumuman yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal, tanpa mengurangi jawab pegawai yang telah memberikan salinan akta tersebut tanpa kuasa yang diperlukan, dan tanggung jawab penyimpan hipotek yang melakukan pengumuman tanpa kuasa. (Ov. 50; KUHPerd. 618, 620.)
Pasal 620.
Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau surat keputusan hakim ke kantor penyimpan hipotek di lingkungan tempat barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan mendaftarkan salinan ini dalam daftar yang telah ditentukan.
Bersamaan dengan itu, orang yang bersangkutan harus menyampaikan juga salinan otentik yang kedua atau petikan otentik dari akta atau keputusan hakim, agar penyimpanan hipotek mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor daftar yang bersangkutan. (Ov, 50; KUHPerd. 616, 618, 622, 696, 713, 720, 737, 760, 818, 986, 1179, 1182.)
(a) KUHPerd. 616-620 tidak berlaku I)erdasarkan Ov. 24 dst.; Lihat Ovenchr.
Pasal 621.
Setiap pemegang besit suatu barang tak bergerak, dapat minta kepada pengadilan negeri di daerah tempat barang itu terletak, untuk dinyatakan sebagai pemiliknya.
Ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang hukum acara perdata mengatur cara mengajukan permintaan demikian. (Rv. 800 dst.)
Pasal 622.
Bila keputusan yang mengabulkan permintaan demikian telah mempunyai kekuatan pasti, maka keputusan itu harus diumumkan oleh atau atas nama pemohon di kantor penyimpan hipotek dengan menyampaikan salinannya dan membukukannya seperti diatur dalam pasal 620. (Ov. 27; KUHPerd. 623; Rv. 808.)
Pasal 623.
Bila penyampaian dan pembukuan telah berlangsung, maka pemegang besit, dalam segala perbuatan yang telah dilakukannya terhadap barang tersebut dengan pihak ketiga, dianggap sebagai pemilik. (Ov. 27.)
Pasal 624.
Hak-hak yang diberikan pemerintah kepada orang-orang khusus atas barang-barang atau tanah negara tidak diubah; hak-hak itu, terutama mengenai besit dan hak milik, tetap sedemikian rupa, sebagaimana diatur menurut adat istiadat lama dan kebiasaan atau menurut ketentuan-ketentuan khusus, sedangkan ketentuan-ketentuan dalam kitab undang-undang ini tidak mengurangi hakhak itu pada khususnya atau hubungan antara orang yang menduduki tanah dan pemilik tanah pada umumnya. (S. 1880-150 dst.; PRL.; S. 1918-287.)
BAB IV.
HAK DAN KEWAJIBANPasal ANTARA PARA PEMILIK PEKARANGAN BERTETANGGA
Pasal 625.
Para peniilik pekarangan yang bertetangga mempunyai hak dan kewajiban satu sama lain, baik yang timbul karena letak pekarangan menurut alam, maupun karena ketentuan perundang-undangan.
Pasal 626.
Pemilik pekarangan yang lebih rendah letaknya, demi kepentingan pemilik pekarangan yang lebih tinggi, berkewajiban menerima air yang mengalir ke pekarangannya karena alam, lepas dari campur tangan manusia.
Pemilik pekarangan yang lebih rendah tidak boleh membuat tanggul atau bendungan yang menghalang-halangi aliran air tersebut; sebaliknya, pemilik pekarangan yang lebih tinggi tidak boleh berbuat sesuatu yang memburukkan keadaan air bagi pekarangan yang lebih rendah. (KUHPerd. 629 dst., 652, 677, 688, 697 dst., 1365, 1367.)
Pasal 627.
Barangsiapa mempunyai sebuah mata air di pekarangannya, berhak menggunakan mata air itu sesuka hatinya, tanpa mengurangi hak yang diperoleh orang yang mempunyai pekarangan yang lebih rendah, baik karena suatu perjanjian maupun karena kedaluwarsa, sesuai dengan pasal 698. (KUHPerd. 570, 628, 677, 688, 695.)
Pasal 628.
Pemilik mata air tidak boleh mengubah jalan aliran air, bila air ini menipakan kebutuhan mutlak bagi para penduduk sebuah kota, desa atau dusun.
Dalam hal demikian, pemilik berhak minta ganti rugi yang ditentukan oleh tenaga-tenaga ahb, kecuali jika penduduk tersebut telah memperoleh hak memakai air itu berdasarkan undang-undang atau karena kedaluwarsa, (KUHPerd. 688, 695, 697 dst.)
Pasal 629.
Barangsiapa mempunyai pekarangan di tepi aliran air yang bukan milik umum, boleh menggunakan air tersebut guna menyiram pekarangannya.(KUHPerd. 519.)
Barangsiapa pekarangannya dilalui oleh aliran air, boleh menggunakan air itu pada jalur tanah yang dilalui air itu untuk keperluan sesuatu, asal saja pada akhir jalur itu air dapat mengalir menurut alam. (KUHPerd. 521, 690.)
Pasal 630.
Bila antara pemilik beberapa pekarangan yang berkepentingan atas kegunaan air timbul perselisihan, maka dalam memberi keputusan, hakim harus berusaha menyesuaikan kepentingan pertanian umum dengan kebebasan hak milik, dan dalam semua hal ia harus bertindak sesuai dengan peraturan dan kebiasaan khusus setempat mengenai jalannya arus air, tingginya dan pemakaiannya. (ISR. 133; KUHPerd. 570.)
Pasal 630a.
(s.d.t. dg. S. 1881-95.) Tiap pemilik pekarangan dapat mengharuskan masing-masing pemilik pekarangan yang bertetangga untuk membuat tanda perbatasan antara pekarangan mereka.
Pembuatan batas itu harus dilakukan atas biaya bersama. (KUHPerd. 570, 635, 642, 663, 721, 781; Rv. 102.)
Pasal 631.
Setiap pemilik boleh menutup Pekarangannya, tanpa mengurangi pengecualian yang dibuat dalam pasal 667. (KUHPerd. 570, 635, 642, 664, 72 1, 781.)
Pasal 632.
Pemilik yang menutup pekarangannya, kehilangan hak untuk menggembalakan ternaknya di tempat penggembalaan bersama, sebanding dengan luas pekarangan yang teriepas dari tanah penggembalaan bersama akibat penutupan pekarangan itu,
Pasal 633.
Semua tembok yang dipergunakan sebagai tembok batas antara bangunan-bangunan, tanah-tanah, taman-taman dan kebun-kebun, dianggap sebagai tembok batas milik bersama, kecuali jika ada suatu alas hak atau tanda yang menunjukkan sebaliknya.
Bila bangunan-bangunan itu tidak sama tinggi, maka tembok batas itu harus dianggap sebagai milik bersama setinggi bangunan yang terendah. (KUHPerd. 634, 637 dst., 640, 643 dst., 658, 662, 1916.)
Pasal 634.
Tanda yang menuwukkan bahwa tembok batas itu bukan milik bersama, antara lain adalah: menjulang ke atas :
1. bahwa bagian atas tembok itu, pada belahan yang satu dan berdiri tegak lurus di atas bagian bawah, dan pada belahan lain miring ke bawah;
2. bahwa tembok itu, pada belahan yang satu menyangga atau menopang sebuah bangunan atau tingkat, sedang pada belahan lain tidak ada bangunan yang ditopang atau disangga secara demikian;
3. bahwa pada waktu membuat tembok hanya di sebelah sana ditempatkan bubungan, birai batu atau batu yang menonjol,
Dalam hal yang demikian, tembok dianggap semata-mata milik pemilik pekarangan pada belah mana bangunan, tingkat birai batu, batu yang menonjol, atau talang bubungan sejenis terdapat. (KUHPerd. 645, 659, 664, 1916.)
Pasal 635.
Perbaikan atau pemugaran tembok batas bersama menjadi beban mereka yang mempunyai hak atas tembok tersebut menurut perbandingan hak masing-masing.
Namun demikian tiap-tiap pemilik-peserta diperbolehkan membebaskan diri dari biaya perbaikan dan pemugaran dengan jalan melepaskan haknya atas tembok yang diperbaiki atau dibangun kembali, asal tembok itu bukan penopang atau penyangga suatu bangunan miliknya sendiri, dan bukan batas antara rumah-rumah, lapangan-lapangan dan kebun-kebun yang berdekat-dekatan di kota, kota satelit dan desa. (KUHPerd. 630a, 637, 634 dst., 654, 679, 689.)
Pasal 636.
Setiap pemilik-peserta boleh mendirikan bangunan dengan menyandarkannya pada tembok milik bersama, dengan menancapkan balok, kambi, jangkar, alat-alat besi atau alat-alat kayu lainnya pada tembok itu sampai setengah tebalnya, asal saja tembok itu tidak rusak. (KUHPerd. 641, 655, 684.)
Pasal 637.
Setiap pemilik-peserta boleh mempertinggi tembok batas milik bersama, tetapi selain harus membiayai sendiri pekerjaan yang demikian, ia harus memboyai sendiri tiap-tiap perbaikan guna memelihara bagian baru yang menumpang diatas bagian yang lama dan pula harus mengganti kerugian akibat pertambahan berat bagian atas yang menindih bagian bawah, dihitung seimbang dengan berat beban dan menurut harganya.
Bila tembok batas milik bersama itu tidak kuat untuk menyangga bagian alas yang dipertinggi itu, maka pemilik yang menghendaki peninggian itu harus memperbaharui tembok batas seluruhnya dengan biaya sendiri, dan penambahan tebal tembok harus dilakukan dengan mengurangi luas pekarangannya sendiri, (KUHPerd ‘ 633, 635, 639, 641, 681.)
Pasal 638.
Tiap pemilik-peserta tembok batas milik bersama boleh memasang talang pada bagian kepunyaannya dan mengalirkan air, baik di pekarangannya sendiri, maupun di jalan umum, asal hal itu tidak dilarang oleh undang-undang atau peraturan pemerintah. (KUHPerd. 652, 682.)
Pasal 639.
Pemilik-peserta yang tidak memberikan sumbangan guna mempertinggi tembok batas milik bersama, boleh memperoleh pemilikan bersama atas bagian yang dipertinggi itu, asal membayar separuh biaya yang telah dikeluarkan dan separuh harga tanah bila dipergunakan untuk memperlebar tembok. (KUHPerd. 635, 637.)
Pasal 640.
Tiada sebuah tembok pun boleh dijadikan milik bersama, tanpa kehendak pemiliknya. (KUHPerd. 633 dst.)
Pasal 641.
Seorang pemilik-peserta, tanpa izin dari yang lainnya, tidak boleh membuat liang atau galian pada tembok bersama atau membuat suatu bangunan yang menyandar pada tembok itu.
Dalam hal, sebagaimana diatur dalam pasal 636 dan pasal 637, pemilik-peserta dapat menuntut supaya oleh ahli-ahli diadakan perencanaan sebelumnya agar pekerjaan baru itu tidak sampai merugikan haknya.
Bila hasil pekerjaan yang baru itu ternyata merugikan hak milik tetangga, ia harus memberi ganti rugi, tetapi kerugian sehubungan dengan keindahan tembok tidak boleh diperhitungkan. (KUHPerd. 644.)
Pasal 642.
Di kota, kota satelit, dan di desa, setiap orang berhak menuntut tetangganya untuk menyumbang guna membuat atau memperbaiki alat penutup yang digunakan untuk memisahkan rumah, pekarangan dan kebun mereka satu sama lain.
Cara membuat dan tinggi penutup itu diatur menurut peraturan-peraturan khusus dan kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 630a, 631, 635; Rv. 102.)
Pasal 643.
Setiap tetangga, atas biaya sendiri, boleh mendmkan tembok bersama sebagai pengganti pagar bersama, tetapi tidak boleh suatu pagar sebagai pengganti tembok. (KUHPerd. 635, 650.)
Pasal 644.
Tidak seorang pun dari tetangga, tanpa izin dari pihak lainnya, diperbolehkan membuat jendela atau lubang pada tembok batas bersama dengan cara bagaimanapun juga. Akan tetapi ia boleh membuatnya pada bagian tembok yang ditinggikan atas biaya senditi, asal ini langsung dikerjakan pada waktu mempertinggi tembok itu, menurut cara yang diatur dalam kedua pasal berikut. (KUHPerd. 636 dst., 639, 741.)
Pasal 645.
Pemilik suatu tembok batas bukan milik bersama yang langsung berbatasan dengan pekarangan orang lain, diperbolehkan pada tembok itu membuat penerangan atau jendela-jendela dengan terali besi yang rapat dan jendela-jendela yang dimatikan.
Terali-terali besi itu harus dipasang dalam jarak selebar-lebarnya setelapak antara satu dengan lainnya. (KUHPerd. 634, 647 dst., 680.)
Pasal 646.
Jendela atau lubang ini tidak boleh dibuat lebih rendah dari dua puluh lima telapak di atas lantai kamar yang akan diterangi, bila lantai kamar itu same tinggi dengan jalan raya dan tidak boleh lebih rendah dari dua puluh telapak di atas lantai kamar pada tingkat yang lebih tinggi. (KUHPerd. 645, 680.)
Pasal 647.
Orang tidak diperbolehkan mempunyai pemandangan langsung ke pekarangan tetangga yang tertutup atau terbuka; maka tak bolehlah ia memperlengkapi rumahnya dengan jendela, balkon atau perlengkapan lain yang memberikan pemandangan ke pekarangan tetangga itu, kecuali bila tembok yang diperlengkapinya dengan hal-hal itu jaraknya lebih dari dua puluh telapak dari pekarangan si tetangga. (KUHPerd. 645, 649, 680.)
Pasal 648.
Dari jurusan menyamping atau dari jurusan menyerong orang tidak boleh mempunyai pandangan atas pekarangan tetangga, kecuali dalam jarak lima telapak. (KUHPerd. 645, 647, 649, 680.)
Pasal 649.
Jarak yang dibicarakan dalam dua pasal tersebut di atas, dihitung dari sisi luar tembok yang diberi lubang dan bila ada balkon atau semacam itu yang menonjol, dari sisi terluar balkon itu sampai garis batas kedua pekarangan (KUHPerd. 647 dst.)
Pasal 650.
Ketentuan dalam pasal 633 sampai dengan pasal 64 terhadap pagar kayu, guna membatasi bangunan, halaman terbuka dan kebun.
Pasal 651.
Bila dalam memperbaiki suatu bangunan perlu dipasang suatu perancah di atas pekarangan tetangga atau perlu diinjak pekarangan itu untuk mengangkat bahan-bahan yang akan dipakai, maka pemilik pekarangan itu harus mengizinkannya, tanpa mengurangi haknya untuk minta ganti rugi, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1246 d,t.)
Pasal 652.
Setiap pemilik pekarangan wajib mengatur atap rumah sedemikian rupa agar air hujan mengalir ke halamannya atau ke jalan umum, bila yang terakhir ini tidak dilarang oleh undang-undang atau peraturan pemerintah; ia tidak boleh mengalirkan air ke pekarangan tetangganya. (KUHPerd. 626, 638, 677, 682, 1365.)
Pasal 653.
Tiada seorang pun diperbolehkan mengalirkan air atau kotoran melalui saluran pekarangan orang lain, kecuali jika ia memperoleh hak untuk itu. (KUHPerd. 677, 683, 1365.)
Pasal 654.
Semua bangunan, pipa asap, tembok, pagar atau tanda perbatasan lainnya, yang karena tuanya atau sebab lain dikhawatirkan akan runtuh dan membahayakan pekarangan tetangga atau condong ke arah pekarangan itu, harus dibongkar, dan dibangun kembali dan diperbaiki atas teguran pertama pemilik pekarangan tetangga itu (KUHPerd. 635, 1241, 1369.)
Pasal 655.
Barangsiapa menyuruh menggali sebuah sumur, selokan atau kakus ditempat yang berdekatan dengan tembok batas milik bersama atau bukan milik bersama, atau hendak mendirikan pipa asap, tempat perapian dapur atau tempat masak di tempat yang demikian, atau membuat kandang, tempat rabuk, gudang, gudang garam, tempat penyimpan bahan keras atau bangunan yang merugikan dan membahayakan, maka ia wajib membuat jarak antara tembok dengan bangunan tersebut sebagaimana ditetapkan dalam peraturan khusus atau menurut kebiasaan tentang hal itu, ataupun ia wajib mengusahakan bangunan itu sedemikian rupa menurut peraturan dan kebiasaan yang ditentukan untuk itu agar tidak menimbulkan kerugian bagi pekarangan-pekarangan yang berdekatan. (AB. 15; KUHPerd. 636, 641.)
Pasal 656.
Tempat air hujan, sumur, kakus, selokan dan sebagainya, yang merupakan milik bersama antara mereka yang bertetangga, harus dipelihara dan dibersihkan atas biaya semua pemilik. (KUHPerd. 657, 720 dst.,-756 dst., 1,584.)
Pasal 657.
Pembersihan kakus milik bersama harus dilakukan secara bergiliran, Pekarangan demi pekarangan.
Pasal 658.
Semua Parit atau selokan antara dua pekarangan harus dianggap sebagai milik bersama, bila tidak ada tanda yang menyatakan sebaliknya. .(KUHPerd. M, 662, 1916.)
Pasal 659.
Sebagai tanda, bahwa parit atau selokan itu bukan niilik bersama, antara lain adalah bahwa tanggul atau tanah timbunannya hanya terdapat pada satu sisi dari Parit atau selokan itu.
Dalam hal yang demikian, parit atau selokan itu dianggap seluruhnya milik si pemilik pekarangan, pada sisi mana terdapat timbunan tanah. (KUHPerd. 634,664, 1916.)
Pasal 660.
Parit atau selokan milik bersama harus dipelihara, dengan biaya bersama.
Pasal 661.
Tiap pemilik pekarangan yang berbatasan dengan parit atau selokan boleh mencari, berlayar, memberi minum kepada ternaknya di parit atau selokan itu dan mengambil air untuk keperluan sendiri dari situ. (KURPerd. 685.)
Pasal 662.
Tiap pagar tanaman yang menjadi batas antara dua pekarangan, harus diaggap sebagai milik bersama, kecuali bila memang ada suatu bukti pemilikan, menyatakan sebaliknya.
Pohon-pohon yang tumbuh. di sepanjang pagar itu adalah milik bersama, sebagaimana pagar itu sendiri, dan masing-masing pemilik berhak menuntuk supaya pohon-pohon itu ditebang. (KUHPerd. 633, 658, 664, 1916.)
Pasal 663.
Tetangga yang satu boleh menuntut tetangga lainnya supaya membuat pagar yang baru dengan biaya bersama, jika pagar lama, yang merupakan milik bersama , diperuntukkan guna menunjuk batas pekarangan mereka. (KUHPerd.630a, 642.)
Pasal 664.
Sebagai tanda bahwa pagar itu bukan milik bersama, antara lain adalah bahwa pagar itu hanya menutup salah satu dari kedua kedua Pekarangan itu. (KUHPerd. 634, 659, 1916)
Pasal 665.
Menanam pohon atau pagar hidup yang tinggi tumbuhnya dilarang, kecuali jika pohon atau pagar itu ditanam dengan mengambil jarak menurut peraturan khusus atau kebiasaan yang berlaku dalam hal itu dan bila tidak ada peraturan dan kebiasaan itu, dengan mengambil jarak dua puluh telapak, dari garis batas kedua pekarangan, sepanjang mengenai pohon-pohon yang tinggi, dan lima telapak sepanjang mengenai pagar hidup. (AB 15; KUHPerd. 662 dst., 1365 dst.)
Pasal 666.
Tetangga mempunyai hak untuk menuntut agar pohon dan pagar hidup yang ditanam dalam jarak yang lebih dekat daripada jarak tersebut di atas dimusnahkan.
Orang yang di atas pekarangannya menjulur dahan pohon tetangganya, berhak menuntut agar tetangganya memotong dahan itu.
Bila akar pohon tetangganya tumbuh dalam tanah pekarangannya, maka ia berhak memotongnya sendiri; juga dahan-dahan boleh dipotong sendiri, bila tetangganya menolaknya setelah ada teguran pertama dan asalkan ia sendiri tidak menginjak pekarangan si tetangga. (KUHPerd. 571, 1240.)
Pasal 667.
Pemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai kejalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya. (KUHPerd. 631, 669 dst. 690.)
Pasal 668.
Jalan keluar ini harus dibuat pada sisi tanah atau pekarangan yang terdekat ke jalan atau perairan umum, tetapi sebaiknya diambil arah yang mengakibatkan kerugian yang sekecil-kecilnya terhadap tanah yang diizinkan untuk dilalui itu. (KUHPerd. 686, 691 dst.)
Pasal 669.
Bila hak atas ganti rugi tersebut pada akhir pasal 667 telah hapus karena kedaluwarsa, maka jalan keluar itu tetap terus berlangsung. (KUHPerd. 1967.)
Pasal 670.
Jalan keluar yang diberikan itu berakhir pada saat tidak diperlukan lagi dengan berakhirnya keadaan termaksud dalam pasal 667 dan siapa pun tidak bisa menuntut kedaluwarsa, berapa lama pun jalan keluar ini ada. (KUHPerd. 537, 690, 692.)
Pasal 671.
Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dari beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan ketuar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan. (KUHPerd. 686, 692.)
Pasal 672.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diadakan demi kepentingan umum atau persekutuan mengenai jalan yang dilalui dengan kaki dan jalan untuk berburu sepanjang sungai yang dapat dilalui dengan perahu atau rakit, mengenai pembuatan atau perbaikan jalan, tanggul dan pekerjaan umum atau persekutuan lain, diatur dengan undang-undang dan peraturan-peraturan khusus. (KUHPerd.521.)

0 comments:

Post a Comment