Undang
- undang No. 18 Tahun 2003
UNDANG¬UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
TENTANG
ADVOKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan mewujudkan
tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, tertib, dan berkeadilan;
b.
bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh
dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung
jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki
kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran,
keadilan, dan hak asasi manusia;
c. bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang¬undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum;
e. bahwa peraturan perundang¬undangan yang mengatur tentang Advokat yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Advokat.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang¬Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang¬Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan¬tindakan
Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara
Pengadilan¬pengadilan Sipil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 81);
3.
Undang¬Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang¬undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan¬ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);
4. Undang¬Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);
4. Undang¬Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
5.
Undang¬Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3316);
6.
Undang¬Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3327);
7.
Undang¬Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344);
8.
Undang¬Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3400);
9.
Undang¬Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3713);
10.
Undang¬Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang¬undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang¬Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang¬Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3778);
11.
Undang¬Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872).
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG¬UNDANG TENTANG ADVOKAT
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang¬Undang ini yang dimaksud dengan:
Pasal 1
Dalam Undang¬Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum,
baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan Undang¬Undang ini.
2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
3. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.
4. Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini.
5. Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat untuk menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang¬undangan yang mengatur profesi Advokat.
6. Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat untuk mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal¬hal yang merugikan dirinya di dalam menjalankan profesinya ataupun kaitannya dengan organisasi profesi.
7. Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat berdasarkan kesepakatan dengan Klien.
8. Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan ketentuan peraturan perundang¬undangan.
9. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma¬cuma kepada Klien yang tidak mampu.
10. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hukum dan perundang¬undangan.
2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
3. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.
4. Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini.
5. Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat untuk menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang¬undangan yang mengatur profesi Advokat.
6. Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat untuk mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal¬hal yang merugikan dirinya di dalam menjalankan profesinya ataupun kaitannya dengan organisasi profesi.
7. Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat berdasarkan kesepakatan dengan Klien.
8. Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan ketentuan peraturan perundang¬undangan.
9. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma¬cuma kepada Klien yang tidak mampu.
10. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hukum dan perundang¬undangan.
BAB II
PENGANGKATAN,
SUMPAH, STATUS, PENINDAKAN, DAN PEMBERHENTIAN ADVOKAT
Bagian Kesatu Pengangkatan
Pasal 2
Bagian Kesatu Pengangkatan
Pasal 2
(1)
Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang
berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan
khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.
(2)
Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(3)
Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
Pasal
3
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a.
warga negara Republik Indonesia;
b. bertempat tinggal di Indonesia;
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d. berusia sekurang¬kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g. magang sekurang¬kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
b. bertempat tinggal di Indonesia;
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d. berusia sekurang¬kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g. magang sekurang¬kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang¬undangan.
Bagian
Kedua
Sumpah
Pasal 4
Pasal 4
(1)
Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah
menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh¬sungguh di sidang terbuka
Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
(2)
Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
lafalnya sebagai berikut :
“Demi
Allah saya bersumpah/saya berjanji : ¬bahwa saya akan memegang teguh dan
mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan
¬bahwa
saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak
jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
¬bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;
¬bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
¬bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.
¬bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;
¬bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
¬bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.
(3) Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.
Bagian Ketiga
Status
Pasal 5
Pasal 5
(1)
Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri
yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang¬undangan.
(2)
Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia.
Bagian
Keempat
Penindakan
Pasal 6
Pasal 6
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
a. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak
hormat terhadap hukum, peraturan perundang¬undangan, atau pengadilan;
d. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat
Pasal 7
(1)
Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
teguran lisan;
teguran tertulis;
pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
pemberhentian tetap dari profesinya.
(2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
teguran lisan;
teguran tertulis;
pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
pemberhentian tetap dari profesinya.
(2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3)
Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan
pembelaan diri.
Pasal
8
(1)
Penindakan terhadap Advokat dengan jenis tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, atau
huruf d, dilakukan oleh Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat sesuai dengan kode etik profesi Advokat.
(2)
Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap dalam huruf
d, Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan
penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung.
Bagian
Kelima
Pemberhentian
Pasal 9
Pasal 9
(1)
Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya
oleh Organisasi Advokat.
(2)
Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga
penegak hukum lainnya.
Pasal
10
(1)
Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya
secara tetap karena alasan:
permohonan sendiri;
dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau
berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.
(2) Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berhak menjalankan profesi Advokat.
permohonan sendiri;
dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau
berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.
(2) Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berhak menjalankan profesi Advokat.
Pasal
11
Dalam hal Advokat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Organisasi Advokat.
BAB III PENGAWASAN
Pasal 12
(1)
Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi
Advokat.
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar
Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi
Advokat dan peraturan perundang¬undangan.
Pasal
13
(1)
Pelaksanaan pengawasan sehari¬hari dilakukan oleh Komisi
Pengawas yang dibentuk oleh Organisasi Advokat.
(2)
Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas unsur Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut
dengan keputusan Organisasi Advokat.
BAB
IV
HAK
DAN KEWAJIBAN ADVOKAT
Pasal 14
Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang¬undangan.
Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal
16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Pasal
17
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang¬undangan.
Pasal
18
(1)
Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan
terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau
latar belakang sosial dan budaya.
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Pasal 19
(1)
Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan
lain oleh Undang¬undang.
(2)
Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien,
termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau
pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik
Advokat.
Pasal
20
(1)
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan
dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
(2)
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta
pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi
kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
(3)
Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan
tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut.
BAB
V
HONORARIUM
Pasal 21
Pasal 21
(1)
Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang
telah diberikan kepada Kliennya.
(2)
Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah
pihak.
BAB
VI
BANTUAN
HUKUM CUMA-CUMA
Pasal
22
(1)
Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma¬cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
(2)
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian
bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VII
ADVOKAT
ASING
Pasal 23
Pasal 23
(1)
Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau
membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.
(2) Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat.
(3) Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma¬cuma untuk suatu waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat asing serta kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma¬cuma kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(2) Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat.
(3) Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma¬cuma untuk suatu waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat asing serta kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma¬cuma kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 24
Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) tunduk kepada kode etik Advokat Indonesia dan peraturan perundang¬undangan.
BAB VIII
ATRIBUT
Pasal 25
Pasal 25
Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang¬undangan.
BAB IX
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT
Pasal 26
Pasal 26
(1)
Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat,
disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.
(2)
Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat
dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3)
Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang¬undangan.
(4)
Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat
dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(5)
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili
pelanggaran kode etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan
Organisasi Advokat.
(6)
Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik
profesi Advokat mengandung unsur pidana.
(7)
Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili
pelanggaran kode etik profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Pasal
27
(1)
Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
(2) Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan terakhir.
(3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Advokat.
(4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan membentuk majelis yang susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.
(2) Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan terakhir.
(3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Advokat.
(4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan membentuk majelis yang susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.
BAB X
ORGANISASI ADVOKAT
Pasal 28
Pasal 28
(1)
Organisasi Advokat merupakan satu¬satunya wadah profesi
Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan
Undang¬Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi
Advokat.
(2)
Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan
oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan
pimpinan partai politik, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
Pasal
29
(1)
Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik
profesi Advokat bagi para anggotanya.
(2)
Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota.
(3)
Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(4)
Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan
dan/atau perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(5)
Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi
kewajiban menerima calon Advokat yang akan melakukan magang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g.
(6)
Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib
memberikan pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik bagi calon advokat
yang melakukan magang.
Pasal
30
(1)
Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi Advokat
adalah yang diangkat sesuai dengan ketentuan Undang¬Undang ini.
(2)
Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang¬Undang ini
wajib menjadi anggota Organisasi Advokat.
BAB
XI
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 31
Pasal 31
Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah¬olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang¬Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.
BAB XII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 32
Pasal 32
(1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang¬undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang¬Undang ini.
(2)
Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat
Undang¬Undang ini mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang¬Undang ini.
(3)
Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat
sebagaimana dimaksud dalam Undang¬undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan
Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat
Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI),
Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah
Indonesia (APSI).
(4)
Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya
Undang¬Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.
Pasal
33
Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang¬Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.
BAB XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 34
Pasal 34
Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang¬undangan yang baru sebagai pelaksanaan Undang¬Undang ini.
Pasal 35
Pada saat Undang¬Undang ini mulai berlaku, maka:
1 Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya;
2 Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8);
3 Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor 446 jo. Stb. 1922 Nomor 523); dan
4 Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522);
dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Pasal 36
Undang¬Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang¬Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
Telah
Sah
pada tanggal 5 April 2003
pada tanggal 5 April 2003
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 49
PENJELASAN ATAS
UNDANG¬UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT
I. UMUM
Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, Undang¬Undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip¬prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak¬hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak¬kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Kendati keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana dikemukakan, peraturan perundang¬undangan yang mengatur institusi Advokat sampai saat dibentuknya Undang¬undang ini masih berdasarkan pada peraturan perundang¬undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 : 23 jo. Stb. 1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 : 8), Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 : 446 jo. Stb. 1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 : 522).
Untuk menggantikan peraturan perundang¬undangan yang diskriminatif dan yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang¬Undang ini sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal 38 Undang¬Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan¬ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang¬Undang Nomor 35 Tahun 1999.
Dalam Undang¬undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat di masa mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsip¬prinsip negara hukum pada umumnya.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Indonesia” adalah bahwa pada waktu seseorang diangkat sebagai advokat, orang tersebut harus bertempat tinggal di Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang setelah diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal dimanapun.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan “pegawai negeri” dan “pejabat negara”, adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan “pejabat negara” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang¬Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang¬Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok¬pokok Kepegawaian. Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam
Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa Pejabat Negara terdiri dari:
a.
Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam huruf c mencakup Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Huruf
f
Yang dimaksud dengan “Organisasi Advokat” dalam ayat ini
adalah Organisasi Advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat
(4) Undang¬undang ini.
(4) Undang¬undang ini.
Huruf
g
Magang dimaksudkan agar calon advokat dapat memiliki
pengalaman praktis yang mendukung kemampuan, keterampilan, dan etika dalam
menjalankan profesinya. Magang dilakukan sebelum calon Advokat diangkat sebagai
Advokat dan dilakukan di kantor advokat. Magang tidak harus dilakukan pada satu
kantor advokat, namun yang penting bahwa magang tersebut dilakukan secara terus
menerus dan sekurang¬kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Huruf
h
Cukup
jelas.
Huruf
i
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal
4
Cukup
jelas.
Pasal
5
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak
hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang
mempunyai
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Yang
dimaksud dengan “bebas” adalah sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan Pasal
14.
Ayat
(2)
Dalam
hal Advokat membuka atau pindah kantor dalam suatu wilayah negara Republik
Indonesia, Advokat wajib memberitahukan kepada Pengadilan Negeri, Organisasi
Advokat, dan Pemerintah Daerah setempat.
Pasal
6
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf
c
Ketentuan dalam huruf c ini, berlaku bagi Advokat baik di
dalam maupun di luar Pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status advokat
sebagai penegak hukum, di manapun berada harus menunjukkan sikap hormat
terhadap hukum, peraturan perundang¬undangan, atau pengadilan.
Huruf
d
Cukup
jelas.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Huruf
f
Cukup
jelas.
Pasal
7
Cukup
jelas.
Pasal
8
Cukup
jelas.
Pasal
9
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan “penegak hukum lainnya” adalah
Pengadilan Tinggi untuk semua lingkungan peradilan, Kejaksaan, dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Advokat.
Pasal
10
Cukup
jelas.
Pasal
11
Cukup
jelas.
Pasal
12
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “peraturan perundang¬undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Advokat.
Pasal
13
Cukup
jelas.
Pasal
14
Yang
dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa
takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan
tersebut dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan
perundang¬undangan.
Pasal
15
Ketentuan
ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya
untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi
kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.
Pasal
16
Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap
tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.
Pasal
17
Cukup
jelas.
Pasal
18
Cukup
jelas.
Pasal
19
Cukup
jelas.
Pasal
20
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Ketentuan
dalam ayat ini tidak mengurangi hak dan hubungan perdata Advokat tersebut
dengan kantornya.
Pasal
21
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan resiko, waktu, kemampuan, dan kepentingan klien.
Pasal
22
Cukup
jelas.
Pasal
23
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “hukum asing” adalah hukum dari negara asalnya
dan/atau hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase.
dan/atau hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal
24
Cukup
jelas.
Pasal
25
Cukup
jelas.
Pasal
26
Cukup
jelas.
Pasal
27
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan “tokoh masyarakat” antara lain ahli agama dan/atau ahli etika.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal
28
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah pengurus partai politik.
Pasal
29
Cukup
jelas.
Pasal
30
Cukup
jelas.
Pasal
31
Cukup
jelas.
Pasal
32
Cukup
jelas.
Pasal
33
Cukup
jelas.
Pasal
34
Cukup
jelas.
Pasal
35
Cukup
jelas.
Pasal
36
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4288
0 comments:
Post a Comment