Recent Comments

Sunday 27 December 2015

KUH Perdata(BUKU KETIGA. PERIKATAN), BAB I. PERIKATAN PADA UMUMNYA, & BAB II. PERIKATAN YANG LAHIR DARI KONTRAK ATAU PERSETUJUAN


BUKU KETIGA.
PERIKATAN
BAB I.
PERIKATAN PADA UMUMNYA
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1233.
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. (KUHPerd. 1313 dst.,
1352; Rv. 102.)
Pasal 1234.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat atau untuk tidak berbuat sesuatu. (KUHPerd. 1236 dst., 1239 dst., 1314.)
Bagian 2.
Perikatan Untuk Memberikan Sesuatu.
Pasal 1235.
Dalam perikatan untuk memberikan Sesuatu, termaktub kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan.
Luas tidaknya kewajiban yang terakhir ini tergantung pada persetujuan tertentu; akibatnya akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan. (KUHPerd. 105, 385, 612 dst., 784, 1033, 1157, 1356, 1444 dst., 1474 dst., 1482, 1550-11, 1560-11, 1706 dst., 1715, 1744, 1801.)
Pasal 1236.
Debitur wajib memberi ganti biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur bila ia mewanjikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan barang itu atau tidak merawatnya sebaik-baiknya untuk menyelamatkannya. (KUHPerd, 1235, 1243 dst., 1264, 1275, 1391, 1444, 1480.)
Pasal 1237.
Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, seme njak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya. (KUHPerd. 1264, 1275, 1391, 1444, 1460, 1481 dst., 1545, 1553, 1605, 1648, 1708, 1745 dst.)
Pasal 1238.
Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. (KUHPerd. 391, 413, 579, 1243, 1362, 1626, 1805, 1979; Rv. 1 dst.)
Bagian 3.
Perikatan Untuk Berbuat Sesuatu Atau Untuk Tidak Berbuat Sesuatu.
Pasal 1239.
Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. (KUHPerd. 1241, 1243 dst., 1277, 1365 dst., 1383; Rv. 580 dst., 606a dst., 765; IR, 222.)
Pasal 1240.
Walaupun demikian, kreditur berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dilakukan secara bertentangan dengan perikatan dan ia dapat minta kuasa dari hakim untuk menyuruh menghapuskan segata sesuatu yang telah dibuat itu atas tanggungan debitur; hal ini tidak mengurangi hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1239, 1241, 1243, 1365.)
Pasal 1241.
Bila perikatan itu tidak dilaksanakan, kreditur juga boleh dikuasakan untuk melaksanakan sendiri perikatan itu atas biaya debitur. (KUHPerd. 1239 dst.)
Pasal 1242.
Jika perikatan itu ber-tujuan untuk tidak berbuat sesuatu, maka pihak mana pun yang berbuat bertentangan dengan perikatan itu, karena pelanggaran itu saja, diwajibkan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 641, 1243, 1245.)
Bagian 4.
Penggantian Biaya, Kerugian Dan Bunga Karena Tidak Dipenuhinya Sesuatu
Perikatan.
Pasal 1243.
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. (KUHPerd. 1236, 1238, 1239 dst., 1246 dst., 1249 dst., 1304, 1307, 1365 dst., 1480; Rv. 607 dst.)
Pasal 1244.
Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. (KUHPerd. 1444, 1865.)
Pasal 1245.
Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
Pasal 1246.
Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan yang disebut di bawah ini.(KUHPerd. 58, 1603.)
Pasal 1247.
Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharapkan atau sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu-daya yang dilakukannya.(KUHPerd. 1328.)
Pasal 1248.
Bahkan jika tidak terpenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipudaya debitur, maka penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita kerugian dan kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat langsung dari tidak ditaksanakannya perikatan itu.
Pasal 1249
Jika dalam suatu perikatan ditentukan, bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu. (KUHPerd. 1307 dst.)
Pasal 1250.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang- undang khusus.Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur.
Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka pengadilan, kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum. (KUHPerd. 391, 413, 797 dst., 1098, 1216, 1286, 1362, 1515, 1626, 1805, 1810, 1839; KUHD 147, 680, 721; S. 1848-22 jo. 1849-63.)
Pasal 1251.
Bunga uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu pennohonan dimuka pengadilan, maupun karena suatu persetujuan yang khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut adalah mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun. (KUHPerd. 1252.)
Pasal 1252.
Walaupun demikian, penghasilan yang dapat ditagih, seperti uang upah tanah dan uang sewa lain, bunga abadi atau bunga sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga mulai hari dilakukan penuntutan atau dibuat persetujuan.
Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar oleh seorang pihak ketiga kepada kreditur untuk Pembebasan(KUHPerd. 502, 1770 dst., 1775.)
Bagian 5.
Perikatan Bersyarat.
Pasal 1253.
Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristwa itu. (KUHPerd. 154, 997, 1169, 1263, 1265 dst., 1268, 1463 dst., 1990.)
Pasal 1254.
Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku. AB. 23; KUffPerd. 139, 888, 1334, 1337i 1663.)
Pasal 1255.
Syarat yang bertujuan tidak melakukan sesuatu yang tak mungkin tidak membuat perikatan yang digantungkan padanya tak berlaku. (KUHPerd, 1254.)
Pasal 1256.
Semua perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata terpada kemauan orang yang terikat. Tetapi jika perikatan tergantung pada perbuatan yang pelaksanaannya berada dalam kekuasaan orang tersebut, dan perbuatan itu telah terjadi, maka perikatan itu adalah sah. (KUHPerd. 171,M, 1668, 1761.)
Pasal 1257.
Semua syarat harus dipenuhi dengan cara yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh pihak-pihak
yang bersangkutan. (KUHPerd. 1343.)
Pasal 1258.
Jika suatu perikatan tergantung pada suatu syarat bahwa suatu peristiwa akan terjadi dalam waktu tertentu, maka syarat tersebut dianggap tidak ada, bila waktu tersebut telah lampau sedangkan peristiwa tersebut tidak terjadi.
Jika waktu tidak ditentukan, maka syarat tersebut setiap waktu dapat dipenuhi, dan syarat itu tidak dianggap tidak ada sebelum ada kepastian bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi. (KUHPerd. 997, 1263 dst., 1521.)
Pasal 1259.
Jika suatu perikatan tergantung pada syarat bahwa suatu peritiwa tidak akan terjadi dalam waktu tertentu, maka syarat tersebut telah terpenum bila waktu tersebut lampau tanpa terjadinya peristiwa itu. Begitu pula syarat itu telah terpenuhi, jika sebelum waktu tersebut lewat telah ada kepastian bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi; tetapi jika tidak ditetapkan suatu waktu, maka syarat itu tidak terpenuhi sebelum ada kepastian bahwa peristiwa tersebut tidak akan terjadi.
Pasal 1260.
Syarat yang bersangkutan dianggap telah terpenuhi, jika debitur yang terikat oleh syarat itu menghalangi terpenuhinya syarat itu. (KUHPerd. 889.)
Pasal 1261.
Bila syarat telah terpenuhi, maka syarat itu berlaku surut hingga saat terjadinya perikatan.
Jika kreditur meninggal sebelum terpenuhi syarat, maka hak-haknya berpindah kepada para ahli warisnya. (KUHPerd. 958, 998, 1264, 1990.)
Pasal 1262.
Kreditur, sebelum syarat terpenuhi, boleh melakukan segala usaha yang pertu untuk merdaga supaya haknyajangan sampai hilang. (KUHPerd. 1215; F125 dst.; Rv. 714 dst)
Pasal 1263.
Suatu perikatan dengan syarat tunda adalah suatu perikatan yang tergantung pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan belum tentu akan terjadi, atau yang tergantung pada suatu hal yang sudah terjadi tetapi hal itu tidak diketahui oleh kedua belah pihak.
Dalam hal pertama, perikatan tidak dapat dilaksanakan sebelum peristiwanya terjadi; dalam hal kedua, perikatan mulai bertaku sejak terjadi. (KUHPerd. 998, 1169, 1176, 1253, 1258 dst., 1264, 1463, 1990.)
Pasal 1264.
Jika suatu perikatan tergantung pada suatu syarat yang ditunda, maka barang yang menjadi pokok perikatan tetap menjadi tanggungan debitur, yang hanya wajib menyerahkan barang itu bila syarat dipenuhi.
Jika barang tersebut musnah seluruhnya di luar kesalahan debitur, maka baik bagi pihak yang satu maupun bagi pihak yang lain, tidak ada lagi perikatan.
Jika barang tersebut merosot harganya di luar kesalahan debitur, maka kreditur dapat memilih: memutuskan perikatan, atau menuntut penyerahan barang itu dalam keadaan seperti adanya, tanpa pengurangan harga yang telah dijanjikan.
Jika harga barang itu merosot karena kesalahan debitur, maka kreditur berhak memutuskan perikatan atau menuntut penyerahan barang itu dalam keadaan seperti apa adanya dengan penggantian kerugian. (KUHPerd. 1237, 1243 dst.,1261, 1444.)
Pasal 1265.
Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapus. kan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pemah ada suatu perikatan.
Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi. (KUHPerd. 997, 1169, 1258 dst., 1266 dst., 1381, 1519 dst.)
Pasal 1266.
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal-balik, andaikata salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan
kepada pengadilan.
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya
kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan.
Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka. waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dari satu bulan. (KUHPerd. 1480, 1517, 1589, 1781 dst.)
Pasal 1267.
Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1243 dst., 1480, 1517.)
Bagian 6.
Perikatan-perikatan Dengan Waktu yang Ditetapkan.
Pasal 1268.
Waktu yang ditetapkan tidaklah menunda perikatan, melainkan hanya pelaksanaannya. (KUHPerd. 1253, 1266, 1308, 1750, 1759, 1763, 1990.)
Pasal 1269.
Apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan itu, tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu, tak dapat diminta kembali. (KUHPerd. 1338, 1359, 1427 dst., 1759; KUHD 139, 176.)
Pasal 1270.
Waktu yang ditetapkan selalu ditentukan untuk kepentingan debitur, jika dari sifat perikatan sendiri atau dari keadaan temyata bahwa waktu itu ditentukan untuk kepentingan kreditur. (KUHPerd. 1405, 1428, 1771; KUHD 139,,476.),
Pasal 1271.
Debitur tidak dapat lagi menarik manfaat dari suatu ketetapan waktu, Jika ia telah dinyatakan pailit, atau jika jaminan yang diberikannya kepada kreditur telah merosot karena kesalahannya sendiri. (KUHPerd. 1217, 1772, 1781, l843; F130.)
Bagian 7.
Perikatan Dengan Pilihan Atau Perikatan yang
Boleh Dipilih Oleh Salah Satu Pihak.
Pasal 1272.
Dalam perikatan dengan pilihan, debitur dibebaskanjika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebut dalam penkatan, tetapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lain. (KUHPerd. 1389.)
Pasal 1273.
Hak memilih ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kreditur. (KUHPerd. 767
969, 1277, 1349, 1392, 1473.)
Pasal 1274
Suatu perikatan adalah mumi dan sederhana, walaupun perikatan itu disusun boleh pilih atau secara mana suka, jika salah satu dari kedua barang itu tidak dapat menjadi pokok perikatan. (KUHPerd. 1277, 1332)
Pasal 1275.
Suatu perkatan denngan pilihan adalah mumi dan sederhana, jika salah dari barang yang dijanjikan hilang, atau karena kesalahan debitur tidak diserahkan lagi. Harga dari barang itu tidak dapat ditawarkan sebagai gantinya. Jika kedua barang telah hilang dan debitur bersalah tentang lenyapnya salah satu barang, dia harus membayar harga barang yang paling akhir hilang. (KURPerd. 1236, t 1273, 1444 dst.)
Pasal 1276.
Jika dalam hal-hal yang disebutkan dalam pasal lalu pilihan diserahkan kepada kreditur dan hanya salah satu barang saja yang hilang, maka jika hal itu terjadi diluar kesalahan debitur, kreditur harus memperoleh barang yang masih ada; jika hilangnya salah satu barang terjadi terjadi karena salahnya debitur, maka kreditur dapat menuntut penyerahan barang yang masih ada atau harga yang telah hilang.
Jika kedua barang lenyap, maka bila hilangnya barang itu, salah satu saja pun, terjadi karena kesalahan debitur, kreditur boleh menuntut pembayaran harga salah satu barang itu menurut pilihannya. (KUHPerd. 1236, 1273, 1444.)
Pasal 1277.
Prinsip yang sama juga berlaku, baik jika ada lebih dari dua barang termaktub dalam perikatan maupun jika perikatan itu adalah mengenai berbuat ataupun tidak berbuat sesuatu. (KUHPerd. 1239 dst.)
Bagian 8.
Perikatan Tanggung-renteng Atau Perikatan Tanggung-menanggung.
Pasal 1278.
Suatu perikatan tanggung-menanggung atau perikatan tanggungrenteng antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak utituk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang di antara mereka, membebaskan debitur, meskipun perikatan itu menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi aiitara para kreditur tadi. (KUHPerd. 1292, 1296 dst., 1301, 1303.)
Pasal 1279.
Selama belum digugat oleh salah satu kreditur, debitur bebas memilih, apakah ia akan membayar utang kepada yang satu atau kepada yang lain di antara para kreditur.
Meskipun demikian, Pembebasan yang diberikan oleh salah seorang kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, tak dapat membebaskan debitur lebih dari bagian kreditur tersebut. (KUHPerd. 1439, 1857, 1917, 1938, 1985.)
Pasal 1280.
Di pihak para debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, manakala mereka seniua wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian rupa, sehingga salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh salah satu membebaskan debitur lainnya terbadap kreditur. (KUHPerd. 1288, 1424, 1430, 1439 dst., 1938 dst., 1983.)
Pasal 1281.
Suatu perikatan dapat bersifat tanggung-menanggung, meskipun salah satu debitur itu diwajibkan memenuhi hal yang sama dengan cara berlainan dengan teman-temannya sepenanggungan, misalnya yang satu terikat dengan bersyarat, sedangkan yang lain terikat secara mumi dan sederhana, atau terhadap yang satu telah diberikan ketetapan waktu dengan persetujuan, sedang terhadap yang lain tidak diberikan. (KUHPerd. 1253 dst., 1268 dst., 1287.)
Pasal 1282.
Tiada perikatan yang dianggap sebagai perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika dinyatakan
dengan tegas.
Ketentuan ini hanya dikecualikan dalam hal suatu perikatan dianggap sebagai perikatan tanggung-menanggung karena kekuatan penetapan undang-undang. (KUHPerd. 130, 350 dst., 563, 1016, 1019, 1301, 1749, 1811, 1836; KUHD 18, 21, 146, 176, 221; Sv. 354; IR. 333.)
Pasal 1283.
Kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung dapat menagih piutangnya dari salah satu debitur yang dipilihnya, dan debitur ini tidak dapat meminta agar utangnya dipecah. (KUHPerd. 1279, 1832-21, 1836 dst.; KUHD 146, 176, 221; F. 132; Rv. 70.)
Pasal 1284.
Penuntutan yang ditujukan kepada salah satu debitur tidak menjadi halangan bagi kreditur itu untuk melaksanakan haknya terhadap debitur lainnya. (KUHPerd. 1280.)
Pasal 1285.
Jika barang yang harus diberikan musnah karena kesalahan seorang debitur tanggung-renteng atau lebih, atau setelah debitur itu dinyatakan lalai, maka para debitur lainnya tidak bebas dari kewajiban untuk membayar harga barang itu, tetapi mereka tidak wajib untuk membayar penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Kreditur hanya dapat menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, baik dari debitur yang menyebabkan lenyapnya barang itu, maupun dari mereka yang lalai memenuhi perikatan. (KUHPerd. 1243, 1246, 1310, 1444.)
1286. Tuntutan pembayaran bunga yang diajukan terhadap salah satu di antara para debitur tanggung renteng, mengakibatkan bunga itu juga berlaku terhadap semua orang lain yang turut berutang. (KUHPerd. 1250, 1983.)
Pasal 1287.
Seorang debitur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung yang dituntut oleh kreditur, dapat memajukan semua bantaban (eksepsi-eksepsi) yang timbul dari sifat perikatan dan yang mengenai dirinya senditi, pula semua bantahan yang mengenai diri semua debitur lain.
la tidak dapat memakai bantahan yang hanya mengenai beberapa debitur saja. (KUHPerd. 1281, 1423 dst., 1430, 1441, 1847, 1938, 1983.)
Pasal 1288.
Jika salah satu debitur menjadi satu-satunya ahli waris kreditur, atau jika kreditur merupakan satu-satunya ahli waris salah satu debitur, maka percampuran utang ini tidak niengakibatkan tidak berlakunya perikatan tanggung-menanggung, kecuali untuk bagian dari debitur atau kreditur yang bersangkutan. (KUHPerd. 1436 dst.)
Pasal 1289.
Kreditur yang telah menyetujui pembagian piutangnya terhadap salah satu debitur, tetap memiliki piutang terhadap para debitur yang lain, tetapi dikurangi bagian debitur yang telah dibebaskan dari perikatan tanggung-menanggung. (KUHPerd. 1303.)
Pasal 1290.
Kreditur yang menerima bagian salah satu debitur tanpa melepaskan haknya yang berdasarkan utang tanggung-renteng sendiri atau hak-haknya pada umumnya, tidak menghapuskan haknya secara tanggung-renteng, melainkan hanya terhadap debitur tadi.
Kreditur tidak dianggap membebaskan debitur dari perikatan tanggung-menanggung, jika dia menerima suatu jumlah sebesar bagian debitur itu dalam seluruh utang, sedangkan surat bukti pembayaran tidak secara tegas menyatakan bahwa apa yang diterimanya adalah untuk bagian orang tersebut,
Hal yang sama berlaku terhadap tuntutan yang ditujukan kepada salah satu debitur, selama orang ini belum membenarkan tuntutan tersebut, atau selama perkara belum diputus oleh hakim. (KUHPerd. 1289.)
Pasal 1291.
Kreditur yang menerima secara tersendiri dan tanpa syarat bagian dari salah satu debitur dalam pembayaran bunga tunggakan dari suatu utang, hanya kehilangan haknya sendiri terhadap bunga yang telah harus dibayar, dan tidak terhadap bunga yang belum tiba waktunya untuk ditagih atau utang pokok, kecuali bila pembayaran tersendiri itu telah terjadi selama sepuluh tahun berturut-turut. (KUHPerd. 1394, 1983 dst.)
Pasal 1292.
Suatu perikatan, meskipun menjadi tanggungjawab kreditur sendiri, menurut hukum dapat dihadapi para debitur secara terbagi-bagi, masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. (KUHPerd. 1100, 1283, 1298, 1983.)
Pasal 1293.
Seorang debitur yang telah melunasi utangnya dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, tidak dapat menuntut kembali dari para debitur lainnya lebih daripada bagian mereka masing-masing.
Jika salah satu di antara mereka tidak mampu untuk membayar, maka kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan itu harus dipikul bersama-sama oleh para debitur lainnya dan debitur yang telah melunasi utangnya, menurut besamya bagian masing-masing. (KUHPerd. 1103, 1292, 1402-31, 1841, 1844.)
Pasal 1294.
Jika kreditur telah membebaskan salah satu debitur dari perikatan tanggung-menanggung, dan seorang atau lebih debitur lainnya menjadi tak mampu, maka bagian dari yang tak mampu itu harus dipikul bersama-sama oleh debitur lainnya, juga oleh mereka yang telah dibebaskan dari perikatan tanggungmenanggung. (KUHPerd. 1289 dst., 1293 dst.)
Pasal I295.
Jika barang yang untuknya orang-orang mengikatkan diri secara tanggung-renteng itu hanya menyangkut salah satu di antara mereka, maka mereka masing-masing terikat seluruhnya kepada kreditur, tetapi di antara mereka sendiri mereka dianggap sebagai orang penjamin bagi orang yang berhutang dengan barang itu, dan karena itu harus diberi ganti-rugi. (KUHPerd. 1292, 1836, 1839 dst.)
Bagian 9.
Perikatan-perikatan yang Dapat Dibagi-bagi Dan Perikatan-perikatan
yang Tidak Dapat Dibagi-bagi.
Pasal 1296.
Suatu perikatan dapat dibagi-bagi atau tak dapat dibagi-bagi sekedar pokok perikatan tersebut adalah suatu barang yang penyerahannya atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat dibagi-bagi atau tak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata maupun tak nyata. (KUHPerd. 728, 739, 892, 1160, 1299 dst., 1721.)
Pasal 1297.
Suatu perikatan tak dapat dibagi-bagi, meskipun barang atau perbuatan yang menjadi pokok perikatan itu, karena sifatnya, dapat dibagi-bagi, jika barang atau perbuatan itu, menurut maksudnya, tidak boleh diserahkan atau dilaksanakan sebagian demi sebagian saja. (KUHPerd. 1160, 1300 dst.)
Pasal 1298.
Bahwa suatu perikatan merupakan perikatan tanggung-menanggung, itu tidak berarti bahwa perikatan itu adalah suatu perikatan yang tak dapat dibagi-bagi. (KUHPerd. 1283, 1292, 1301 dst., 1983.)
Pasal 1299.
Suatu perikatan yang dapat dibagi-bagi, harus dilaksanakan antara debitur dan kreditur, seolah-olah perikatan itu tak dapat dibagi-bagi; hal dapatnya dibagi-bagi suatu perikatan, itu hanya dapat diterapkan terhadap ahli waris yang tidak dapat menagih piutangnya atau tidak wajib membayar utangnya selain uiituk bagian masing-masing sebagai ahli waris atau orang yang harus mewakili kreditur atau debitur. (KUHPerd. I 100 dst., 1311 dst., 1390, 1527 dst., 172 1.)
Pasal 1300.
Asas yang ditentukan dalam pasal yang lalu, dikecualikan terhadap ahli waris debitur:
1. jika utang itu berkenaan dengan suatu hipotek; (KUHPerd. I 101 dst., 1105, 1163, 1198.)
2. jika utang itu terdiri atas suatu barang tertentu; (KUHPerd. 1083, 1391.)
3. jika utang itu mengenai berbagai barang yang dapat dipilih, terserah kepada kreditur, sedang salah satu dari barang-barang itu tak dapat dibagi. (KUHPerd. 1272 dst.)
4. jika menurut persetujuan hanya salah satu ahli waris saja yang diwajibkan melaksanakan perikatan itu; (KUHPerd. 800, 959, 965, 967.)
5. jika temyata dengan jelas, baik karena sifat perikatan, maupun karena sifat barang yang menjadi pokok perikatan, atau karena maksud yang terkandung dalam persetujuan itu, bahwa maksud kedua belah pihak adalah bahwa utangnya tidak dapat diangsur. (KUHPerd. 1297.)
Dalam ketiga hal yang pertama, si ahli waris yang menguasai barang yang harus diserahkan atau barang yang dijadikan tanggungan hipotek, dapat dituntut untuk membayar seluruh utangnya, pembayaran mana dapat dilaksanakan atas barang yang harus discrahkan itu atau atas barang yang d@adikan tanggungan hipotek tersebut, tanpa mengurangi haknya tintuk menuntut penggantian kepada ahli waris lainnya.
Ahli waris yang dibebani dengan utang dalam hal yang keempat, dan tiap ahli waris dalam hal yang kelima, dapat pula dituntut untuk seluruh utang, tanpa mengurangi hak mereka untuk minta ganti rugi dari ahli waris yang lain.
Pasal 1301.
Tiap orang yang bersama-sama wajib memikul suatu utang yang dapat dibagi, bertanggungjawab untuk seluruhnya, meskipun perikatan tidak dibuat secara tanggung-menanggung. (KUHPerd. 1160, 1163, 1278 dst., 1297, 1310.)
Pasal 1302.
Hal yang samajuga berlaku bagi para ahli waris orang yang diwajibkan memenuhi perikatan
seperti itu. (KUHPerd. 1102 dst., 1310, 1721.)
Pasal 1303.
Tiap ahli waris kreditur dapat menuntut pelaksanaan suatu perikatan yang tak dapat dibagi-bagi
secara keseluruhan.
Tiada seorang pun dari antara mereka diperbolehkan sendirian memberi Pembebasan dari seluruh utang maupun menerima harganya sebagai ganti barang.
Jika hanya salah satu ahli waris memberi Pembebasan dari utang yang bersangkutan, atau menerima harga barang yang bersangkutan, maka para ahb waris lainnya tidak dapat menuntut barang yang tak dapat dibagi-bagi itu, kecuaft dengan memperhitungkan bagian dari ahli waris yang telah memberikan Pembebasan dari utang atau yang telah menerima harga barang itu. (KUHPerd. 1278, 1289, 1385, 1438, 1721.)
Bagian 10.
Perikatan Dengan Perjanjian Hukuman.
Pasal 1304.
Perjanjian hukuman adalah suatu perjanjian yang menempatkan seseorang sebagai jaminan pelaksanaan suatu perikatan yang mewajibkannya melakukan sesiiatu, jika dia tidak melaksanakan hal itu. (KUHPerd. 1243, 1249.)
Pasal 1305.
Batalnya perikatan pokok mengakibatkan batalnya perjanjian hukuman. tidak berlakunya perjanjian hukuman, sama sekati tidak mengakibatkan batalnya perikatan pokok. (KUHPerd. 1315, 1317.)
Pasal 1306.
Kreditur dapat juga menuntut pemenuhan perikatan pokok sebagai pengganti pelaksanaan
hukuman terhadap debitur.
Pasal 1307.
Penetapan hukuman dimaksudkan sebagai ganti penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang diderita kreditur karena tidak dipenuhi perikatan pokok.
Ia tidak dapat menuntut utang pokok dan hukumannya bersama-sama, kecuali jika hukuman itu ditetapkan hanya untuk terlambatnya pemenuhan. (KUHPerd. 1243, 1249, 1312.)
Pasal 1308.
Entah perikatan pokok itu memuat ketentuan waktu untuk pelaksanaannya entah tidak, hukuman tidak dikenakan, kecuali jika orang yang terikat untuk memberikan sesuatu atau untuk mengerjakan sesuatu itu tidak melaksanakan hal itu. (KUHPerd. 1235, 1238, 1243, 1245, 1250, 1268.)
Pasal 1309.
Hukuman dapat diubah oleh hakim, jika sebagian perikatan pokok telah dilaksanakan. (KUHPerd.
1249.)
Pasal 1310.
Jika perikatan pokok yang memuat penetapan hukuman adalah mengenai suatu barang yang tak dapat dibagi-bagi, maka hukuman harus dibayar kalau terjadi pelaziggaran oleh salah satu ahli waris debitur; dan hukuman ini dapat dituntut, baik untuk seluruhnya dari siapa yang melakukan pelanggaran terhadap perikatan maupun dari masing-masing ahli waris untuk bagiannya, tetapi tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut kembali siapa yang menyebabkan hukuman harus dibayar; segala sesuatu tidak mengurangi hak-hak kreditur hipotek. (KUHPerd. 1163, 1285, 1301.)
Pasal 1311.
Jika perikatan pokok dengan penetapan hukuman itu adalah mengenai suatu barang yang dapat dibagi-bagi, maka hukuman hanya harus dibayar oleh ahli waris debitur yang melanggar perikatan, dan hanya untuk jumlah yang tidak melebihi bagiannya dalam perikatan pokok, tanpa ada tuntutan terhadap mereka yang telah memenuhi perikatan.
Peraturan ini dikecualikan, jika perjanjian hukuman ditambah dengan maksud supaya pemenuhan tidak terjadi untuk sebagian, dan salah satu ahli waris telah menghalangi pelaksanaan perikatan untuk seluruhnya; dalam hal ini, hukuman dapat dituntut dari yang terakhir ini untuk seluruhnya dan dari para ahli waris yang lain hanya untuk bagian mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut ahli waris yang melanggar perikatan- (KUHPerd. 1299, 1306.)
Pasal 1312.
Jika suatu perikatan pokok yang dapat dibagi-bagi dan memakai penetapan hukuman yang tak dapat dibagi-bagi hanya dipenuhi untuk sebagian, maka hukuman terhadap ahli waris debitur diganti dengan pembayaran penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1296, 1299, 1306 dst.)
BAB II.
PERIKATAN YANG LAHIR DARI KONTRAK ATAU PERSETUJUAN
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1313.
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. (KUHPerd. 1233 dst.)
Pasal 1314.
Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan.
Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntijngan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan.
Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. (KUHPerd. 1234, 1666.)
Pasal 1315.
Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. (KUHPerd. 1316, 1340, 1357, 1382 dst., 1645, 1655, 1792, 1820.)
Pasal 1316.
Seseorang boleh menanggung seorang pihak ketiga dan menjanjikan bahwa pihak ketiga ini akan berbuat sesuatu; tetapi hal ini tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang yang berjanji itu jika pihak ketiga tersebut menolak untuk memenuhi perjajian itu. (KUHPerd. 1338, 1645, 1823, 1873.)
Pasal 1317.
Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, bila ituatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu.
Siapa pun yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh menariknya kembali, jika pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu. (KUHPerd. 1323, 1338, 1669 dst., 1688, 1778, 1823.)
Pasal 1318.
Orang dianggap memperoleh sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk ahli warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau telah nyata dari sifat persetujuan itu bahwa bukan itu maksudnya. (KUHPerd. 175, 178, 807-11, 833, 955, 1575, 1612, 1743, 1784, 1813, 1826.)
Pasal 1319.
Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.
Alinea kedua tidak berlaku berdasarkan S. 1938-276.
Bagian 2.
Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah.
Pasal 1320.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; (KUHPerd. 28, 1312 dst.)
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (KUHPerd. 1329 dst.)
3. suatu pokok persoalan tertentu; (KUHPerd. 1332 dst.)
4. suatu sebab yang tidak terlarang. (KUHPerd. 1335 dst.)
Pasal 1321.
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. (KUHPerd. 893, 1449, 1452, 1454, 1456, 1859, 1926.)
Pasal 1322.
Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan.
Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan. (KUHPerd. 1618, 1666, 1851 dst.)
Pasal 1323.
Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu peersetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu. (KUHPerd. 893, 1053, 1065, 1325.)
Pasal 1324.
Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat.
Dalam mempertimbangkan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan
orang yang bersangkutan.
Pasal 1325.
Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah. (KUHPerd. 290 dst., 1323, 1449.)
Pasal 1326.
Rasa takut karena hormat terhadap ayah, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas, tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan. (KUHPerd. 298.)
Pasal 1327.
Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lain, bila setelah paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan seluruhnya ke keadaan sebelumnya. (KUHPerd. 11 15, 1449 dst., 1454, 1456, 1892.)
Pasal 1328.
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat.
Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktian. (KUHPerd. 1053, 1065, 1449,
1865, 1922.)
Pasal 1329.
Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal
itu. (KUHPerd. 1330, 1467, 1640.)
Pasal 1330.
Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah :
1. anak yang belum dewasa; (KUHPerd. 330, 419 dst., 1006, 1446 dst.)
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan; (KUHPerd. 433 dst., 446 dst., 452, 1446 dst.)
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu. (KUHPerd. 399, 1446 dst., 1451, 1465 dst., 1640; F. 22.)
Pasal 1331.
Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang.
Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas dasar ketidakcakapan anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan perempuan-perempuan yang bersuami. (KUHPerd. 109, 113, 116 dst., 151, 1447, 1456, 1701 dst., 1798, 1892.)
Pasal 1332.
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.
(KUHPerd. 519 dst., 537, 1953; KUHD 599.)
Pasal 1333.
Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya
ditentukan jenisnya.
Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. (KUHPerd. 968 dst., 1272 dst., 1392, 1461, 1465.)
Pasal 1334.
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan.
Akan tetapi seseorang tidak diperkenankan untuk metepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat dalam perjanjian mengenai warisan itu, sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok persetujuan itu; hal ini tidak mengurangi ketentuan pasal-pasal 169, 176, dan 178. (KUHPerd. 141, 1063, 1254, 1667, 1774; Oogstverb. 3; Credverb. 3-51.)
Pasal 1335.
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. (KUHPerd. 890 dst.)
Pasal 1336.
Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atauj ika ada sebab lain yang tidak terlarang selain dari yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah. (KUHPerd. 1878.)
Pasal 1337.
Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. (AB., 23; KUHPerd. 139, 891, 1254, 1619.)
Bagian 3.
Akibat Persetujuan.
Pasal 1338.
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau. karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. (KUHPerd. 751, 1066, 1243 dst ‘ , 1266 dst., 1335 dst., 1363, 1603, 1611, 1646-31, 1688, 1813.)
Pasal 1339.
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang. (AB. 15; KUHPerd. 1347 dst., 1482, 1492, 1800 dst., 1817, 1819.)
Pasal 1340.
Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317. (KUHPerd. 1178, 1523, 1815, 1818, 1857; F. 152.)
Pasal 1341.
Meskipun demikian, tiap kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga, yang merugikan kreditur, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur.
Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati.
Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui, bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak perduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak. (KUHPerd, 192, 920, 977, 1061, 1067, 1166, 1185, 1454, 1922, 1952; Credverb. 5; F. 30, 41 dst.)
Bagian 4.
Penafsiran Persetujuan.
Pasal 1342.
Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan
jalan penafsiran. (KUHPerd. 855.)
Pasal 1343.
Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai tafsiran, maka lebih baik diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut huruf. (KUHPerd. 886, 1257, 1473, 1855.)
Pasal 1344.
Jika suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti menurut arti yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu dilaksanakan. (KUHPerd. 887.)
Pasal 1345.
Jika perkataan dapat diberi dua arti, maka harus dipilih arti yang paling sesuai dengan sifat
persetujuan. (KUHPerd. 887.)
Pasal 1346.
Perkataan yang mempunyai dua arti harus diterangkan menurut kebiasaan di dalam negeri atau
di tempat persetujuan dibuat. (AB. 15.)
Pasal 1347.
Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan. (KUHPerd. 1339, 1492.)
Pasal 1348.
Semua janji yang diberikan dalam satu persetujuan harus diartikan dalam hubungannya satu sama lain; tiap-tiap janji harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan seluruh persetujuan.
Pasal 1349.
Jika ada keragu-raguan, suatu persetujuan harus ditafsirkan atas kerugian orang yang minta diadakan perjanjian dan atas keuntungan orang yang inengikatkan dirinya dalam perjanjian itu. (KUHPerd. 1273, 1473, 1509, 1865, 1879.)
Pasal 1350.
Betapa luas pun pengertian kata-kata yang digunakan untuk menyusun suatu persetujuan, persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan kedua pihak sewaktu membuat persetujuan. (KUHPerd. 1854.)
Pasal 1351.
Jika dalam suatu persetujuan dinyatakan suatu hal untuk mewelaskan perikatan, hal itu tidak dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan persetujuan itu menurut hukum dalam hal-hal yang tidak disebut dalam persetujuan.

0 comments:

Post a Comment