Recent Comments

Saturday 22 August 2015

Proses dan Tahapan Persidangan Perkara Perdata


Proses dan Tahapan Persidangan Perkara Perdata
Sebelum Majelis Hakim sampai kepada pengambilan putusan dalam setiap perkara yang ditanganinya, terlebih dahulu melalui proses pemeriksaan yang merupakan tahap-tahap dalam pemeriksaan itu. Tanpa melalui proses pemeriksaan persidangan ini majelis hakim tidak akan dapat mengambil putusan dalam perkara perdata yang ditanganinya.. Melalui proses persidangan ini pula semua pihak, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan sesuatu dan mengemukakan pendapatnya serta menilai hasil pemeriksaan persidangan menurut perspektifnya masing-masing. Pada akhir dari proses pemeriksaan persidangan hakim akan mengambil putusan. Proses persidangan ini merupakan salah satu aspek yuridis formil yang harus dilakukan hakim untuk dapat mengambil putusan dalam perkara perdata.
Proses pemeriksaan persidangan perkara perdata di Pengadilan yang dilakukan oleh hakim, secara umum diatur dalam HIR (Herzien Indonesis Reglement) untuk Jawa dan Madura dan Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten).
Pada garis besarnya proses persidangan pidana pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri terdiri dari 4 (empat) tahap sebagai berikut :
1.Tahap Mediasi
Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, kedua belah pihak (penggugat dan tergugat) hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan pemeriksaan wajib mengusahakan upaya perdamaian dengan mediasi, yaitu suatu cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan diibantu oleh mediator.Mediator ini adalah pihak netral yang membantu para pihak yang berperkara dalam perundingan untuk mencari penyelesaian secara mufakat. Mediator ini bisa dari Hakim Pengadilan (yang bukan memeriksa perkara) dan bisa juga dari pihak luar yang sudah memiliki sertifikat mediator.
Kewajiban mediasi ini diatur secara umum dalam pasal 130 HIR dan secara khusus diatur secara lengkap dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia No. 01 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Kesempatan mediasi diberikan oleh Majelis Hakim selama 40 hari dan apabila masih belum cukup dapat diperpanjang selama 14 hari. Pada kesempatan tersebut kedua belah pihak akan mengajukan apa yang menjadi tuntutannya secara berimbang untuk mendapatkan titik temu dalam penyelesaian sengketa secara win win solution. Apabila dalam proses ini dicapai kesepakatan, maka dapat dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang ditandatangani kedua belah pihak dan diketahui oleh Mediator. Akta kesepakatan ini disampaikan kepada Majelis Hakim untuk mendapatkan Putusan Perdamaian.
Akan tetapi sebaliknya jika dalam jangka waktu tersebut diatas tidak tercapai perdamaian dan kesepakatan, maka Mediator akan membuat laporan kepada Majelis Hakim, yang menyatakan mediasi telah gagal diakukan.
2.Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Jawaban, Replik, Duplik)
Apabila Majelis Hakim telah mendapatkan pernyataan mediasi gagal dari mediator, maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan ke tahap ke-2 yaitu pembacaan surat gugatan. Kesempatan pertama diberikan kepada pihak penggugat untuk membacakan surat gugatannya. Pihak penggugat pada tahap ini dapat diberi kesempatan untuk memperbaiki surat gugatannya apabila ada kesalahan-kesalahan, sepanjang tidak merobah pokok gugatan. Bahkan lebih dari itu pihak penggugat dapat mencabut gugatannya. Kedua kesempatan tersebut diberikan sebelum tergugat mengajukan jawabannya.
Setelah pembacaan surat gugatan, maka secara berimbang kesempatan kedua diberikan kepada pihak tergugat atau kuasanya untuk membacakan jawabannya. Jawaban yang dibacakan tersebut bisa berisi hanya jawaban/bantahan terhadap dalil-dalil gugatan itu saja, bisa juga berisi dalam eksepsi dan dalam pokok perkara karena memang dari gugatan tersebut ada yang perlu dieksepsi. Bahkan lebih dari itu dalam jawaban bisa berisi dalam konpensi, dalam eksepsi, dalam pokok perkara dan dalam rekonpensi (bila pihak tergugat ingin menggugat pihak penggugat secara bersama-sama dalam perkara tersebut).
Acara jawab menjawab ini akan berlanjut sampai dengan replik dari pihak penggugat dan duplik dari pihak tergugat. Replik merupakan penegasan dalil-dalil Penggugat setelah adanya jawaban dari tergugat, sedangkan duplik penegasan dari bantahan/jawaban tergugat setelah adanya replik dari penggugat. Dengan berlangsungnya acara jawab menjawab ini sampai kepada duplik akan menjadi teranglah apa sebenarnya yang menjadi pokok sengketa antara pihak penggugat dan tergugat.
Bilamana dalam jawaban tergugat ada eksepsi mengenai kompetensi pengadilan, yaitu pengadilan yang mengadili perkara tersebut tidak berwenang memeriksa perkara yang bersangkutan, maka sesuai dengan ketentua pasal 136 HIR/ pasal 162 Rbg Majelis Hakim akan menjatuhkan putusan sela terhadap eksepsi tersebut. Putusan sela tersebut dapat berupa mengabulkan eksepsi dengan konsekuensi perkara dihentikan pemeriksaannya dan dapat pula eksepsi tersebut ditolak dengan konsekuensi pemeriksaan perkara akan dilanjutkan dengan tahap berikutnya.
Dalam tahap ke-2 ini sudah dapat kita lihat, bahwa semua pihak diberi kesempatan yang sama dalam mengemukakan sesuatu dalam mempertahankan dan membantah suatu gugatan terhadapnya. Kesempatan yang sama akan kita lihat juga ketika nanti dalam tahap pembuktian.
3.Tahap Pembuktian
Tahap pembuktian merupakan tahap yang cukup penting dalam semua proses pemeriksaan perkara, karena dari tahap inilah nantinya yang akan menentukan apakah dalil penggugat atau bantahan tergugat yang akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan para pihak, Majelis Hakim dapat menilai peristiwa hukum apa yang terjadi antara penggugat dengan tergugat sehingga terjadi sengketa. Dari peristiwa hukum yang terbukti tersesebut nantinya Majelis Hakim akan mempertimbangkan hukum apa yang akan diterapkan dalam perkara tersebut dan memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara tersebut.
Untuk membuktikan suatu peristiwa yang disengketakan, Hukum Acara Perdata sudah menentukan alat-alat bukti yang bisa diajukan para pihak di persidangan, yaitu tersebut dalam pasal 164 HIR/pasal 284 Rbg yaitu:
·         Surat
·         Saksi
·         Persangkaan
·         pengakuan dan
·         sumpah
Kesempatan pertama mengajukan pembuktian akan diberikan oleh Majelis Hakim kepada pihak penggugat. Dalam praktek persidangan terlebih dahulu pihak penggugat akan mengajukan bukti surat yaitu berupa fotocopy yang ditempeli matrei dan telah dibubuhi cap kantor pos. Dipersidangan fotcopy bukti surat tersebut akan dicocokkan dengan aslinya oleh Majelis Hakim guna memastikan fotocopy surat adalah benar. Setelah bukti surat dari pihak penggugat, dilanjutkan bukti surat dari pihak tergugat dengan prosedur yang sama seperti bukti surat pada penggugat.
Dipersidangan pihak tergugat diberi kesempatan untuk menelihat dan meneliti surat yang diajukan pihak penggugat dan begitu juga sebalinya pihak penggugat juga diberi kesempatan untuk melihat dan meneliti bukti surat yang diajukan tergugat. Masing-masing pihak dapat mengemukakan tanggapan terhadap bukti surat tersebut dan tanggapan itu dicatat dalam berita acara sidang. Akan tetapi dalam praktek persidangan tanggapan terhadap bukti surat itu sering para kuasa hukum para pihak menyatakan akan menanggapinya dalam kesimpulan yang akan diajukan pada persidangan tahap-4.
Orang yang akan menjadi saksi untuk didengar keterangannya di persidangan biasanya dibawa sendiri oleh para pihak, setelah bukti surat selesai diajukan. Tetapi ada juga saksi tidak bisa dibawa sendiri oleh para pihak, oleh karenanya kuasa para pihak dapat minta ke Majelis Hakim agar saksi tersebut dipanggil melalui Pengadilan. Biasanya kesaksian seperti ini adalah orang-orang yang karena jabatannya harus dipanggil secara resmi, seperti pegawai kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) denganmembawa surat-surat yang berkaitan dengan sertifikat tanah, lurah atau kepala desa dengan membawa buku leter C dan lain-lain.
Majelis Hakim terlebih dahulu akan mendengar keterangan saksi dari pihak penggugat. Setelah saksi dari penggugat selesai didengar keterangannya selanjutnya giliran saksi tergugat didengar keterangannya. Mengenai siapa-siapa yang tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi dan siapa-siapa yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi sudah diatur dalam pasal 145 dan pasal 146 HIR / pasal 172 dan pasal 174 Rbg, karena mereka terikat hubungan keluarga atau hubungan karena perkawinan.
Dalam praktek saksi tidak menerangkan sendiri apa yang ia ketahui (yang ia dengar, ia lihat dan ia alami) sendiri, akan tetapi Majeis Hakim secara bergantian akan mengajukan pertanyaan kepada saksi tentang hal-hal yang relevan dengan pokok materi perkara. Setelah Majelis selesai mengajukan pertanyaan, kasempatan akan diberikan kepada para pihak untuk mengajukan pertanyaan. Disinilah peran kuasa hukum seperti advokat sangat diperlukan kemahiran mengajukan pertanyaan kepada saksi. Advokat semestinya sudah mengantongi sejumlah pertanyaan yang relevan untuk menguatkan dalil gugatan atau jawabannya sebelum mengajukan pertanyaan dimuka persidangan. Hal ini perlu dilakukan agar pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada saksi jangan sampai melemahkan dalil gugatan atau dalil jawabannya sendiri.
Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh kuasa para pihak dilakukan secara adil dan secara berimbang, menunjukkan bahwa peradilan dilakukan secara tidak memihak untuk mencari kebenaran dalam suatu perkara.
4.Tahap Kesimpulan
Pengajuan kesimpulan oleh para pilah setelah selesai acara pembuktian tidak diatur dalam HIR maupun dalam Rbg, akan tetapi mengajukan kesimpulan ini timbul dalam praktek persidangan. Dengan demikian sebenarnya ada pihak yang tidak mengajukan kesimpulan tidak apa-apa. Bahkan kadang-kadang para pihak menyatakan secara tegas tidak akan mengajukan kesimpulan akan tetapi mohon kebijaksanaan hakim untuk memutus dengan seadil-adilnya.
Sebenarnya kesempatan pengajuan kesimpulan ini sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum para pihak, karena melalui kesimpulan itulah seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil gugatannya atau dalil-dalil jawabannya melalui pembuktian yang didapatkan selama persidangan. Dari analisis yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu kesimpulan apakah dalil gugatan terbukti atau tidak, dan kuasa penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa tergugat memohon kepada Majes Hakim agar gugatan penggugat   ditolak.
Bagi Majelis Hakim yang akan memutuskan perkara, kesimpulan ini sangat menolong sekali dalam merumuskann pertimbangan hukumnya. Majelis Hakim akan menilai anlisis hukum kesimpulan yang dibuat kuasa hukum para pihak dan akan dijadikan bahan pertimbangan dalam dalam putusan bilamana analisis tersebut cukup rasional dan beralasan hukum. Bahkan penemuan hukum oleh Hakim dalam putusannya berawal dari kesimpulan yang dibuat oleh kuasa hukum.
5.Tahap Putusan
Setelah melalui beberapa proses dan tahap persidangan, maka proses persidangan sampailah pada tahap terakhir yaitu pembacaan putusan. Menurut sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. kepala putusan,
2. identitas para pihak,
3. pertimbangan dan,
4. amar.
Setiap putusan pengadilan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan.
Selain kepala putusan pada halaman pertama dari putusan juga dicantumkan identitas para pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat secara lengkap sesuai dengan surat gugatan penggugat.
Selanjutnya di dalam putusan perkara perdata memuat pertimbangan. Pertimbangan ini dibagi dua yaitu pertimbangan tentang duduknya perkara dan pertimbangan tentang hukumnya. Dalam rumusan putusan sering dibuat dengan huruf kapital dengan judul “ TENTANG DUDUKNYA PERKARA dan TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM “. Didalam pertimbangan tentang duduknya perkara memuat isi surat guagatan penggugat, isi surat jawaban tergugat yang ditulis secara lengkap, alat-alat bukti yang diperiksa di persidangan baik alat bukti dari pihak pengguat maupun alat bukti dari pihak terguagat. Kalau ada saksi yang diperiksa, maka nama saksi dan seluruh keterangan saksi tersebut dicantumkan dalam pertimbangan ini.
Pertimbangan hukum suatu putusan perkara perdata adalah merupakan pekerjaan ilmiah seorang hakim, karena melalui pertimbangan hukum inilah hakim akan menerapkan hukum kedalam peristiwa konkrit dengan menggunakan logika hukum. Biasanya pertimbangan hukum ini diuraikan secara sistematis mulai dengan mempertimbangkan dalil-dalil gugatan yang sudah terbukti kebenarannya karena sudah diakui oleh tergugat atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh tergugat. Setelah merumuskan hal yang terbukti tersebut lalu akan dirumuskan pokok sengketa berdasarkan bantahan tergugat.
Pokok sengketa ini akan dianalisis melalui bukti-bukti yang diajukan para pihak. Pertama akan diuji dengan bukti surat/akta otentik atau dibawah tangan yang diakui kebenarannya. Bukti surat tersebut juga akan dikonfrontir dengan keterangan saksi-saksi yang sudah didengar keterangannya. Dengan cara demikian maka hakim akan mendapatkan kesimpulan dalam pokok sengketa tersebut yang benar dalil penggugat atau dalilnya tergugat. Bila yang benar menurut pertimbangan hukum adalah dalil penggugat maka gugatan akan dikabulkan dan pihak penggugat adalah pihak yang menang perkara. Sebaliknya berdasarkan pertimbangan hukum putusan dalil-dalil gugatan pengugat tidak terbukti dan justru dalil jawaban tergugat yang terbukti, maka gugatan akan ditolak, sehingga pihak tergugat yang menang dalam perkara tersebut.
Jadi bila ditinjau dari menang kalahnya para pihak, maka putusan perkara perdata dapat dibagi menjadi dua yaitu gugatan dikabulkan dan gugatan ditolak. Ada lagi jenis putusan karena kurang sempurnanya gugatan karenya tidak memenuhi formalitasnya suatu gugatan yaitu putusan gugatan tidak dapat diterima.
Didalam amar putusan akan dicantumkan secara tegas ketiga jenis putusan tersebut dengan pernyataan sebagai berikut.
  • Apabila gugatan dikabulkan rumusannya: Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya dan seterusnya.
  • Apabila gugatan ditolak maka rumusannya berbunyi: Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Dan
  • Apabila gugatan tidak dapat diterima, rumusannya: Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Setelah putusan diucapkan oleh hakim, maka kepada para pihak diberitahukan akan haknya untuk mengajukan upaya hukum jika tidak menerima putusan tersebut.
Penutup
Setelah memperhatikan uraian tersebut diatas maka dapatlah dikatakan, bahwa pada setiap tahap persidangan perkara perdata kedua belah pihak sama-sama didengar dan diberikan kesempatan untuk mengemukakan sesuatu. Demikian sedikit uraian singkat tentang proses dan tahapan persidangan perdata semoga kita semua memahami serta menggunakan semua kesempatan pada setiap tahap persidangan tersebut secara profesional dan proporsional.

Sekian dan terimakasih

5 comments:

  1. Thnx.. Sangat membantu.. Ditunggu postingan berikutnya..

    ReplyDelete
  2. Mohon pencerahannya. Kalo nasalah hutang piutang dengan janji pembayaran yang selalu diingkari berkali kali,apa itu bisa digugat secara pidana selain secara perdata?

    ReplyDelete
  3. mohon pebcerahannya, apabila surat gugatan dan nomor gugatan sudah keluar di pengadilan, cuman menunggu proses pengadilan saja, tetapi saat sidang pertama mendadak penggungat tidak bisa hadir, apakah itu bisa di wakilkan ??? mengingat berkas yang sudah masuk sudah atas nama penggugat. terima kasih.

    ReplyDelete