Sebelum
Majelis Hakim sampai kepada pengambilan putusan dalam setiap perkara yang
ditanganinya, terlebih dahulu melalui proses pemeriksaan yang merupakan
tahap-tahap dalam pemeriksaan itu. Tanpa melalui proses pemeriksaan persidangan
ini majelis hakim tidak akan dapat mengambil putusan dalam perkara perdata yang
ditanganinya.. Melalui proses persidangan ini pula semua pihak, baik penggugat
maupun tergugat diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan sesuatu dan
mengemukakan pendapatnya serta menilai hasil pemeriksaan persidangan menurut
perspektifnya masing-masing. Pada akhir dari proses pemeriksaan persidangan
hakim akan mengambil putusan. Proses persidangan ini merupakan salah satu aspek
yuridis formil yang harus dilakukan hakim untuk dapat mengambil putusan dalam
perkara perdata.
Proses
pemeriksaan persidangan perkara perdata di Pengadilan yang dilakukan oleh
hakim, secara umum diatur dalam HIR (Herzien Indonesis Reglement) untuk
Jawa dan Madura dan Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten).
Pada
garis besarnya proses persidangan pidana pada peradilan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri terdiri dari 4 (empat) tahap sebagai berikut :
1.Tahap Mediasi
Pada
hari sidang yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, kedua belah pihak
(penggugat dan tergugat) hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan
pemeriksaan wajib mengusahakan upaya perdamaian dengan mediasi, yaitu suatu
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan diibantu oleh mediator.Mediator
ini adalah pihak netral yang membantu para pihak yang berperkara dalam
perundingan untuk mencari penyelesaian secara mufakat. Mediator ini bisa dari
Hakim Pengadilan (yang bukan memeriksa perkara) dan bisa juga dari pihak luar
yang sudah memiliki sertifikat mediator.
Kewajiban
mediasi ini diatur secara umum dalam pasal 130 HIR dan secara khusus diatur
secara lengkap dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia No. 01
tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Kesempatan
mediasi diberikan oleh Majelis Hakim selama 40 hari dan apabila masih belum
cukup dapat diperpanjang selama 14 hari. Pada kesempatan tersebut kedua belah
pihak akan mengajukan apa yang menjadi tuntutannya secara berimbang untuk
mendapatkan titik temu dalam penyelesaian sengketa secara win win solution.
Apabila dalam proses ini dicapai kesepakatan, maka dapat dituangkan dalam suatu
akta perdamaian yang ditandatangani kedua belah pihak dan diketahui oleh
Mediator. Akta kesepakatan ini disampaikan kepada Majelis Hakim untuk
mendapatkan Putusan Perdamaian.
Akan
tetapi sebaliknya jika dalam jangka waktu tersebut diatas tidak tercapai
perdamaian dan kesepakatan, maka Mediator akan membuat laporan kepada Majelis
Hakim, yang menyatakan mediasi telah gagal diakukan.
2.Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk
Jawaban, Replik, Duplik)
Apabila
Majelis Hakim telah mendapatkan pernyataan mediasi gagal dari mediator, maka
pemeriksaan perkara akan dilanjutkan ke tahap ke-2 yaitu pembacaan surat
gugatan. Kesempatan pertama diberikan kepada pihak penggugat untuk membacakan
surat gugatannya. Pihak penggugat pada tahap ini dapat diberi kesempatan untuk
memperbaiki surat gugatannya apabila ada kesalahan-kesalahan, sepanjang tidak
merobah pokok gugatan. Bahkan lebih dari itu pihak penggugat dapat mencabut
gugatannya. Kedua kesempatan tersebut diberikan sebelum tergugat mengajukan
jawabannya.
Setelah
pembacaan surat gugatan, maka secara berimbang kesempatan kedua diberikan
kepada pihak tergugat atau kuasanya untuk membacakan jawabannya. Jawaban yang
dibacakan tersebut bisa berisi hanya jawaban/bantahan terhadap dalil-dalil
gugatan itu saja, bisa juga berisi dalam eksepsi dan dalam pokok perkara karena
memang dari gugatan tersebut ada yang perlu dieksepsi. Bahkan lebih dari itu
dalam jawaban bisa berisi dalam konpensi, dalam eksepsi, dalam pokok perkara
dan dalam rekonpensi (bila pihak tergugat ingin menggugat pihak penggugat
secara bersama-sama dalam perkara tersebut).
Acara
jawab menjawab ini akan berlanjut sampai dengan replik dari pihak
penggugat dan duplik dari pihak tergugat. Replik merupakan
penegasan dalil-dalil Penggugat setelah adanya jawaban dari tergugat, sedangkan
duplik penegasan dari bantahan/jawaban tergugat setelah adanya replik
dari penggugat. Dengan berlangsungnya acara jawab menjawab ini sampai kepada duplik
akan menjadi teranglah apa sebenarnya yang menjadi pokok sengketa antara pihak
penggugat dan tergugat.
Bilamana
dalam jawaban tergugat ada eksepsi mengenai kompetensi pengadilan, yaitu
pengadilan yang mengadili perkara tersebut tidak berwenang memeriksa perkara
yang bersangkutan, maka sesuai dengan ketentua pasal 136 HIR/ pasal 162 Rbg
Majelis Hakim akan menjatuhkan putusan sela terhadap eksepsi tersebut. Putusan
sela tersebut dapat berupa mengabulkan eksepsi dengan konsekuensi perkara
dihentikan pemeriksaannya dan dapat pula eksepsi tersebut ditolak dengan
konsekuensi pemeriksaan perkara akan dilanjutkan dengan tahap berikutnya.
Dalam
tahap ke-2 ini sudah dapat kita lihat, bahwa semua pihak diberi kesempatan yang
sama dalam mengemukakan sesuatu dalam mempertahankan dan membantah suatu
gugatan terhadapnya. Kesempatan yang sama akan kita lihat juga ketika nanti
dalam tahap pembuktian.
3.Tahap Pembuktian
Tahap
pembuktian merupakan tahap yang cukup penting dalam semua proses pemeriksaan
perkara, karena dari tahap inilah nantinya yang akan menentukan apakah dalil
penggugat atau bantahan tergugat yang akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang
diajukan para pihak, Majelis Hakim dapat menilai peristiwa hukum apa yang
terjadi antara penggugat dengan tergugat sehingga terjadi sengketa. Dari
peristiwa hukum yang terbukti tersesebut nantinya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan hukum apa yang akan diterapkan dalam perkara tersebut dan
memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara tersebut.
Untuk
membuktikan suatu peristiwa yang disengketakan, Hukum Acara Perdata sudah
menentukan alat-alat bukti yang bisa diajukan para pihak di persidangan, yaitu
tersebut dalam pasal 164 HIR/pasal 284 Rbg yaitu:
·
Surat
·
Saksi
·
Persangkaan
·
pengakuan dan
·
sumpah
Kesempatan
pertama mengajukan pembuktian akan diberikan oleh Majelis Hakim kepada pihak
penggugat. Dalam praktek persidangan terlebih dahulu pihak penggugat akan
mengajukan bukti surat yaitu berupa fotocopy yang ditempeli matrei dan telah
dibubuhi cap kantor pos. Dipersidangan fotcopy bukti surat tersebut akan
dicocokkan dengan aslinya oleh Majelis Hakim guna memastikan fotocopy surat
adalah benar. Setelah bukti surat dari pihak penggugat, dilanjutkan bukti surat
dari pihak tergugat dengan prosedur yang sama seperti bukti surat pada
penggugat.
Dipersidangan
pihak tergugat diberi kesempatan untuk menelihat dan meneliti surat yang
diajukan pihak penggugat dan begitu juga sebalinya pihak penggugat juga diberi
kesempatan untuk melihat dan meneliti bukti surat yang diajukan tergugat.
Masing-masing pihak dapat mengemukakan tanggapan terhadap bukti surat tersebut
dan tanggapan itu dicatat dalam berita acara sidang. Akan tetapi dalam praktek
persidangan tanggapan terhadap bukti surat itu sering para kuasa hukum para
pihak menyatakan akan menanggapinya dalam kesimpulan yang akan diajukan pada
persidangan tahap-4.
Orang
yang akan menjadi saksi untuk didengar keterangannya di persidangan biasanya
dibawa sendiri oleh para pihak, setelah bukti surat selesai diajukan. Tetapi
ada juga saksi tidak bisa dibawa sendiri oleh para pihak, oleh karenanya kuasa
para pihak dapat minta ke Majelis Hakim agar saksi tersebut dipanggil melalui
Pengadilan. Biasanya kesaksian seperti ini adalah orang-orang yang karena
jabatannya harus dipanggil secara resmi, seperti pegawai kantor BPN (Badan
Pertanahan Nasional) denganmembawa surat-surat yang berkaitan dengan sertifikat
tanah, lurah atau kepala desa dengan membawa buku leter C dan lain-lain.
Majelis
Hakim terlebih dahulu akan mendengar keterangan saksi dari pihak penggugat.
Setelah saksi dari penggugat selesai didengar keterangannya selanjutnya giliran
saksi tergugat didengar keterangannya. Mengenai siapa-siapa yang tidak dapat
didengar keterangannya sebagai saksi dan siapa-siapa yang dapat mengundurkan
diri sebagai saksi sudah diatur dalam pasal 145 dan pasal 146 HIR / pasal 172
dan pasal 174 Rbg, karena mereka terikat hubungan keluarga atau hubungan karena
perkawinan.
Dalam
praktek saksi tidak menerangkan sendiri apa yang ia ketahui (yang ia dengar, ia
lihat dan ia alami) sendiri, akan tetapi Majeis Hakim secara bergantian akan
mengajukan pertanyaan kepada saksi tentang hal-hal yang relevan dengan pokok
materi perkara. Setelah Majelis selesai mengajukan pertanyaan, kasempatan akan
diberikan kepada para pihak untuk mengajukan pertanyaan. Disinilah peran
kuasa hukum seperti advokat sangat diperlukan kemahiran mengajukan pertanyaan
kepada saksi. Advokat semestinya sudah mengantongi sejumlah pertanyaan yang
relevan untuk menguatkan dalil gugatan atau jawabannya sebelum mengajukan
pertanyaan dimuka persidangan. Hal ini perlu dilakukan agar
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada saksi jangan sampai melemahkan
dalil gugatan atau dalil jawabannya sendiri.
Pertanyaan
yang diajukan kepada saksi oleh kuasa para pihak dilakukan secara adil dan
secara berimbang, menunjukkan bahwa peradilan dilakukan secara tidak memihak
untuk mencari kebenaran dalam suatu perkara.
4.Tahap Kesimpulan
Pengajuan
kesimpulan oleh para pilah setelah selesai acara pembuktian tidak diatur dalam
HIR maupun dalam Rbg, akan tetapi mengajukan kesimpulan ini timbul dalam
praktek persidangan. Dengan demikian sebenarnya ada pihak yang tidak mengajukan
kesimpulan tidak apa-apa. Bahkan kadang-kadang para pihak menyatakan secara
tegas tidak akan mengajukan kesimpulan akan tetapi mohon kebijaksanaan hakim
untuk memutus dengan seadil-adilnya.
Sebenarnya
kesempatan pengajuan kesimpulan ini sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum
para pihak, karena melalui kesimpulan itulah seorang kuasa hukum akan
menganalisis dalil-dalil gugatannya atau dalil-dalil jawabannya melalui
pembuktian yang didapatkan selama persidangan. Dari analisis yang dilakukan itu
akan mendapatkan suatu kesimpulan apakah dalil gugatan terbukti atau tidak, dan
kuasa penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan.
Sebaliknya kuasa tergugat memohon kepada Majes Hakim agar gugatan
penggugat ditolak.
Bagi
Majelis Hakim yang akan memutuskan perkara, kesimpulan ini sangat menolong
sekali dalam merumuskann pertimbangan hukumnya. Majelis Hakim akan menilai
anlisis hukum kesimpulan yang dibuat kuasa hukum para pihak dan akan dijadikan
bahan pertimbangan dalam dalam putusan bilamana analisis tersebut cukup
rasional dan beralasan hukum. Bahkan penemuan hukum oleh Hakim dalam putusannya
berawal dari kesimpulan yang dibuat oleh kuasa hukum.
5.Tahap Putusan
Setelah
melalui beberapa proses dan tahap persidangan, maka proses persidangan
sampailah pada tahap terakhir yaitu pembacaan putusan. Menurut sudikno
Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai
pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan
bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa
antara para pihak. Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu
putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1.
kepala putusan,
2.
identitas para pihak,
3.
pertimbangan dan,
Setiap putusan pengadilan haruslah
mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi: “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala putusan ini memberi kekuatan
eksekutorial pada putusan.
Selain
kepala putusan pada halaman pertama dari putusan juga dicantumkan identitas
para pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat secara lengkap sesuai
dengan surat gugatan penggugat.
Selanjutnya
di dalam putusan perkara perdata memuat pertimbangan. Pertimbangan ini dibagi
dua yaitu pertimbangan tentang duduknya perkara dan pertimbangan tentang
hukumnya. Dalam rumusan putusan sering dibuat dengan huruf kapital dengan judul
“ TENTANG DUDUKNYA PERKARA dan TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM “. Didalam
pertimbangan tentang duduknya perkara memuat isi surat guagatan penggugat, isi
surat jawaban tergugat yang ditulis secara lengkap, alat-alat bukti yang
diperiksa di persidangan baik alat bukti dari pihak pengguat maupun alat bukti
dari pihak terguagat. Kalau ada saksi yang diperiksa, maka nama saksi dan
seluruh keterangan saksi tersebut dicantumkan dalam pertimbangan ini.
Pertimbangan
hukum suatu putusan perkara perdata adalah merupakan pekerjaan ilmiah seorang
hakim, karena melalui pertimbangan hukum inilah hakim akan menerapkan hukum
kedalam peristiwa konkrit dengan menggunakan logika hukum. Biasanya
pertimbangan hukum ini diuraikan secara sistematis mulai dengan mempertimbangkan
dalil-dalil gugatan yang sudah terbukti kebenarannya karena sudah diakui oleh
tergugat atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh tergugat. Setelah merumuskan
hal yang terbukti tersebut lalu akan dirumuskan pokok sengketa berdasarkan
bantahan tergugat.
Pokok
sengketa ini akan dianalisis melalui bukti-bukti yang diajukan para pihak.
Pertama akan diuji dengan bukti surat/akta otentik atau dibawah tangan yang
diakui kebenarannya. Bukti surat tersebut juga akan dikonfrontir dengan
keterangan saksi-saksi yang sudah didengar keterangannya. Dengan cara demikian
maka hakim akan mendapatkan kesimpulan dalam pokok sengketa tersebut yang benar
dalil penggugat atau dalilnya tergugat. Bila yang benar menurut pertimbangan
hukum adalah dalil penggugat maka gugatan akan dikabulkan dan pihak penggugat
adalah pihak yang menang perkara. Sebaliknya berdasarkan pertimbangan hukum
putusan dalil-dalil gugatan pengugat tidak terbukti dan justru dalil jawaban
tergugat yang terbukti, maka gugatan akan ditolak, sehingga pihak tergugat yang
menang dalam perkara tersebut.
Jadi
bila ditinjau dari menang kalahnya para pihak, maka putusan perkara perdata
dapat dibagi menjadi dua yaitu gugatan dikabulkan dan gugatan ditolak. Ada lagi
jenis putusan karena kurang sempurnanya gugatan karenya tidak memenuhi
formalitasnya suatu gugatan yaitu putusan gugatan tidak dapat diterima.
Didalam
amar putusan akan dicantumkan secara tegas ketiga jenis putusan tersebut dengan
pernyataan sebagai berikut.
- Apabila gugatan dikabulkan rumusannya: Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya dan seterusnya.
- Apabila gugatan ditolak maka rumusannya berbunyi: Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Dan
- Apabila gugatan tidak dapat diterima, rumusannya: Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Setelah putusan diucapkan oleh
hakim, maka kepada para pihak diberitahukan akan haknya untuk mengajukan upaya
hukum jika tidak menerima putusan tersebut.
Penutup
Setelah
memperhatikan uraian tersebut diatas maka dapatlah dikatakan, bahwa pada setiap
tahap persidangan perkara perdata kedua belah pihak sama-sama didengar dan
diberikan kesempatan untuk mengemukakan sesuatu. Demikian sedikit uraian
singkat tentang proses dan tahapan persidangan perdata semoga kita semua
memahami serta menggunakan semua kesempatan pada setiap tahap persidangan
tersebut secara profesional dan proporsional.
Sekian dan terimakasih
sangat bermanfaat
ReplyDeleteThnx.. Sangat membantu.. Ditunggu postingan berikutnya..
ReplyDeleteMohon pencerahannya. Kalo nasalah hutang piutang dengan janji pembayaran yang selalu diingkari berkali kali,apa itu bisa digugat secara pidana selain secara perdata?
ReplyDeletemohon pebcerahannya, apabila surat gugatan dan nomor gugatan sudah keluar di pengadilan, cuman menunggu proses pengadilan saja, tetapi saat sidang pertama mendadak penggungat tidak bisa hadir, apakah itu bisa di wakilkan ??? mengingat berkas yang sudah masuk sudah atas nama penggugat. terima kasih.
ReplyDeletesangat bermanfaat
ReplyDelete