Recent Comments

Merenungi Sebuah Arti Kehidupan 22 September 2009

Semestinya aku semakin tegar... Dengan susah hidup yang di kadokan padaku.

Misteri Hidupku wawan si kiyai mbeling 21 Oktober 2010

Wahai Alam Semesta…., Jagad Raya…, Bapa Angkasa…., Bumi Pertiwi.

Holiday in Sarangan 12 Juni 2012

Berjalan berteman bayangan ragawi

Anak Perantauan 30 Juni 2012

Aku seorang anak perantauan.

Mawar Merahku 21 Desember 2014

Ini adalah jawaban tentang semua pertanyaanmu.

Wednesday, 9 September 2015

Gugatan Cerai di Pengadilan Negri Untuk Non Muslim


Gugatan Cerai di Pengadilan Negri Untuk Non Muslim

Panduan Gugatan Cerai di Pengadilan Negri
(untuk Non Muslim)
 
Daftar Isi :
A. Kata-kata hukum yang digunakan dalam Pengadilan
B. Hal-hal yang perlu anda ketahui
C. Pendukung Gugatan Cerai
D. Langkah-langkah Mengajukan Gugatan Cerai
E. Isi Gugatan Cerai
F. Proses Persidangan
G. Format Surat Gugatan Cerai
H. Petunjuk Pengisian Surat Gugatan Cerai

A. KATA-KATA HUKUM YANG DIGUNAKAN DALAM PENGADILAN

• Gugatan Cerai
Adalah tuntutan hak ke pengadilan (bisa dalam bentuk tulisan atau lisan) yang diajukan oleh seorang suami/istri untuk bercerai.
• Penggugat
 Adalah suami/istri yang mengajukan gugatan perceraian.
• Tergugat
Adalah suami/istri yang digugat cerai.
• Mediasi
 adalah upaya penyelesaian perkara secara damai melalui juru damai/penengah yang dilakukan di luar persidangan.
• Mediator
Adalah sebutan untuk orang yang menjadi juru damai/penengah.
• Perkawinan yang Sah
Adalah Perkawinan yang dilakukan menurut agama dan dicatatkan di Catatan Sipil.
• Domisili
Adalah alamat tempat tinggal berdasarkan KTP, namun bisa didasarkan pada surat keterangan pindah dari RT/Kelurahan jika anda pindah ke tempat lain.
• Alasan yang sah
Adalah alasan yang benar secara hukum, misalnya: pergi untuk mencari nafkah, tugas negara, terpaksa, dsb.

B. HAL-HAL YANG PERLU ANDA KETAHUI

Siapa yang bisa mengajukan Gugat Cerai?
Yang bisa mengajukan Gugat Cerai adalah suami/istri yang sudah melangsungkan Perkawinan yang sah (dibuktikan dengan Akta Perkawinan) dan hendak mengakhiri perkawinan melalui Pengadilan.

Kemana Mengajukan Gugat Cerai?
Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah kabupaten yang sama dengan
tempat tinggal suami/istri yang digugat.

Kapan anda bisa mengajukan Surat Gugatan?
Anda bisa mengajukan gugatan setiap saat pada jam kerja dan hari kerja
Pengadilan.Pengadilan dibuka pada hari Senin sampai hari Jumat, mulai pukul
08.00 hingga 16.30.

Apa Alasan yang Dapat digunakan untuk Mengajukan Gugatan?
Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan perceraian anda di Pengadilan
Negeri antara lain:
a. Suami/istri berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Suami/istri meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang sah. Artinya, suami/istri dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda.
c. Suami/istri dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d. Suami/istri bertindak kejam dan suka menganiaya anda, sehingga keselamatan anda terancam;
e. Suami/istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri karena cacat badan atau penyakit;
f. Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;

Apakah Pengajuan Gugatan anda bisa diwakilkan kepada Orang Lain?
Pengajuan Gugatan anda bisa diwakilkan kepada orang lain, dengan menggunakan kuasa.
Kuasa ada 2 macam, yaitu :
a. Kuasa hukum dari pengacara/ advokat
b. Kuasa dari keluarga (kuasa insidentil)

Dalam hal anda menggunakan kuasa insidentil, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
a. Anda harus mengajukan permohonan ijin kuasa insidentil kepada Ketua Pengadilan (Lihat format permohonan di Lampiran II)
b. Yang boleh menjadi kuasa insidentil adalah saudara atau keluarga yang ada hubungan darah, paling jauh hingga derajat ketiga. Misalnya; satu derajat ke bawah (anak anda), ke samping (saudara kandung anda), atau ke atas (orang tua anda)
c. Seseorang hanya diperbolehkan menjadi kuasa insidentil satu kali dalam 1 tahun.
d. Penggugat dan Kuasa Insidentiil harus menghadap ke Ketua Pengadilan Negeri secara bersamaan.
e. Pengadilan Negeri akan mengeluarkan surat ijin kuasa insidentil.

Siapa yang berhak mengasuh anak setelah perceraian?
Anak di bawah umur akan menjadi asuhan ibu, kecuali si ibu sebagai pemicu masalah.

C. PENDUKUNG GUGATAN CERAI
Untuk mendukung gugatan cerai, anda harus menyiapkan Surat-surat dan Saksisaksi yang akan dijadikan alat bukti untuk menguatkan gugatan cerai anda.

Surat-surat yang Harus Disiapkan adalah :
• Akta Perkawinan asli dari Kantor Catatan Sipil
• KTP asli
• Akta kelahiran asli anak-anak (jika anda punya anak)
• Dokumen lain yang mendukung alasan/dalil gugatan Penggugat.
Surat-surat tersebut difotokopi, dan fotokopinya harus di-materaikan di kantor
pos setempat. Untuk setiap jenis surat, diberi satu materai seharga Rp 6.000,
yang ada aslinya di leges/ legislasi di pengadilan.
Fotokopi dari surat-surat harus anda serahkan ke Majelis Hakim sebagai alat
bukti, sementara surat-surat yang asli hanya anda tunjukan dan kemudian
dibawa pulang kembali.

Saksi-saksi yang Harus Disiapkan adalah :
• Saksi-saksi terdiri dari paling sedikit 2 orang
• Saksi boleh berasal dari keluarga, tetangga, teman atau orang yang tinggal di rumah anda
• Saksi harus mengetahui (mendengar dan melihat) secara langsung peristiwa terkait dengan gugatan cerai anda
• Saksi haruslah orang yang sudah dewasa (sudah 18 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah), Saksi-saksi harus dihadirkan untuk diperiksa oleh Majelis Hakim pada sidang berikutnya setelah proses mediasi gagal yaitu saat sidang pembuktian

D. LANGKAH-LANGKAH MENGAJUKAN GUGAT CERAI

Langkah 1. Cari Informasi
• Sebelum anda mengajukan gugatan cerai, ada baiknya anda mencari informasi mengenai proses mengajukan gugatan cerai terlebih dahulu agar anda yakin apa yang anda lakukan sudah tepat.
• Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengajuan gugatan cerai, anda dapat langsung ke bagian meja informasi di Pengadilan setempat, atau telpon, membuka website, menghubungi LSM terdekat.

Langkah 2. Datang ke Pengadilan
• Setelah anda yakin ke Pengadilan mana anda harus datang untuk mengajukan gugatan, datanglah ke Pengadilan dengan membawa surat gugatan cerai sesuai dengan format terlampir (lihat lampiran I).
• Jika anda menggunakan Kuasa Hukum, Anda dapat meminta Kuasa Hukum untuk membuat Surat Gugatan atas nama anda.
• Jika anda penyandang tuna netra, buta huruf atau tidak dapat baca tulis, maka anda dapat mengajukan gugatan secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan.

Langkah 3. Mengajukan Surat Gugatan ke Pejabat Kepaniteraan Pengadilan
• Serahkan Surat Gugatan yang sudah anda siapkan kepada Pejabat Kepaniteraan di Pengadilan.

Langkah 4. Membayar Biaya Panjar Perkara
• Pada hari yang sama setelah anda menyerahkan Surat Gugatan kepada Kepaniteraan, Kepaniteraan akan menaksir biaya perkara yang dituangkan dalam Surat Kuasa untuk Membayar (SKUM).
• Anda akan diminta membayar Biaya Panjar Perkara di bank yang ditunjuk oleh Pengadilan.
• Simpan tanda pembayaran (yang dikeluarkan oleh bank) dan serahkan kembali tanda pembayaran tersebut kepada Pengadilan, karena akan dilampirkan untuk pendaftaran perkara.
• Apabila anda tidak mampu membayar biaya perkara, maka anda bisa mengajukan Permohonan Prodeo kepada Ketua Pengadilan (Lihat Panduan Prodeo).

Panjar Biaya Perkara:
a. Biaya perkara dibayar pada saat pendaftaran sebagai panjar biaya perkara. Akan diperhitungkan pada saat pembacaan putusan.
b. Ketentuan panjar biaya perkara ditetapkan oleh ketua pengadilan, disesuaikan radius/jarak antara domisili anda dengan Kantor Pengadilan. Sehingga biaya perkara antara masing-masing orang bisa berbeda.
c. Panjar biaya perkara terdiri dari: Biaya Pendaftaran, Proses, Pemanggilan, Redaksi, Materai dan Biaya lain yang berkaitan dengan pemeriksaan setempat, penyitaan, bantuan panggilan melalui Pengadilan lain.
d. Penghitungan besarnya biaya perkara akan dicantumkan dalam isi putusan. Biaya perkara tersebut akan diambil dari panjar yang sudah anda bayarkan pada saat pendaftaran. Jika masih ada sisa panjar biaya perkara, maka uang sisa akan dikembalikan kepada Anda.

Langkah 5. Nomor Perkara
• Setelah membayar panjar biaya perkara, Anda akan mendapatkan nomor perkara.

Langkah 6. Menunggu Hari Sidang
• Dalam waktu 1-2 hari sejak mendaftarkan gugatan, Ketua Pengadilan menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut. Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk, segera menetapkan hari sidang.
• Atas dasar penetapan hari sidang (PHS), juru sita memanggil kedua belah pihak untuk menghadiri sidang. Surat Panggilan tersebut harus anda terima sekurang-kurangnya 3 hari sebelum hari persidangan.
• Surat panggilan sidang untuk anda harus diserahkan di tempat tinggal anda.. Surat panggilan sidang untuk suami akan diserahkan kepada suami di tempat tinggalnya. Jika anda atau suami tidak sedang berada di rumah, maka Juru sita akan menitipkan surat panggilan sidang kepada Kepala Desa/Lurah di tempat anda atau suami tinggal.

Langkah 7. Menghadiri Sidang
• Pada hari sidang yang dicantumkan dalam surat panggilan, Anda dan Suami harus hadir di pengadilan. Anda akan dipanggil masuk ke ruang sidang sesuai urutan kehadiran.

E. ISI GUGATAN CERAI

a. Identitas para pihak (Anda dan suami) terdiri dari: nama lengkap (beserta gelar dan in/binti), umur, pekerjaan, tempat tinggal.
b. Dasar atau alasan gugatan, berisi keterangan berupa urutan kejadian sejak mulai perkawinan anda dilangsungkan, peristiwa hukum yang ada (misalnya: lahirnya anak-anak), hingga munculnya permasalahn hukum antara anda dan suami yang mendorong terjadinya perceraian, dengan alasan-alasan yang diajukan dan uraiannya yang kemudian menjadi dasar tuntutan.
c. Tuntutan/permintaan hukum (petitum), yaitu tuntutan yang anda minta agar dikabulkan oleh hakim. Seperti:
• Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
• Menyatakan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat putus karena perceraian
• Menetapkan agar Penggugat/Tergugat (......................) sebagai wali dari anak di bawah umur bernama :
1. ........................................................................
2. ........................................................................
3. ........................................................................
4. ........................................................................
• Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah anak melalui Penggugat sebesar Rp........ setiap bulan;
• Menghukum Tergugat membayar biaya pemeliharaan (jika anak belum dewasa) terhitung sejak.... sebesar Rp........ per bulan sampai anak mandiri/dewasa;
• Menghukum Penggugat/Tergugat (pihak yang kalah) membayar biaya perkara…dst

F. PROSES PERSIDANGAN
1. Majelis Hakim memeriksa identitas Anda dan suami atau surat kuasa dan Kartu Ijin beracara dari Advokat jika dikuasakan kepada advokat
2. Jika Anda dan suami hadir, maka Majelis Hakim berusaha mendamaikan anda dan suami, melalui proses mediasi.
3. Majelis Hakim berusaha mendamaikan anda dan suami dalam setiap kali sidang, namun anda punya hak untuk menolak untuk berdamai dengan suami/istri.
4. Anda dan suami boleh memilih mediator yang tercantum dalam daftar yang ada di Pengadilan tersebut.
a. Jika mediator adalah hakim, maka anda tidak dikenakan biaya. Jika mediator bukan hakim, anda dikenakan biaya.
b. Mediasi bisa dilakukan dalam beberapa kali persidangan.
c. Jika mediasi menghasilkan perdamaian, maka anda diminta untuk mencabut gugatan.
d. Jika mediasi tidak menghasilkan perdamaian, maka proses berlanjut ke persidangan dengan acara pembacaan surat gugatan, jawab menjawab antara anda dan suami, pembuktian, kesimpulan, musyawarah Majelis Hakim dan Pembacaan Putusan

G. Format Surat Gugatan Cerai
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Negeri .....................
Di tempat

Perihal            : Gugatan Cerai


Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama ……………………….………................., umur …...……… tahun, agama ...............,
pendidikan ………………........................, pekerjaan …………………...................…......,
tempat tinggal di …………..……….. RT. ....….. RW. …….. No. ……........................…….
Kelurahan …………………............................... Kecamatan …………………………….........
Kabupaten ....................................., selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT;

Mengajukan gugatan cerai terhadap suami/istri Penggugat:
Nama ………..…….…….…….................... , umur ………… tahun, agama....................,
pendidikan ……......................………….., pekerjaan ….........................…………………,
tempat tinggal di ……..……….......................…….. RT. ....….. RW. …….. No. …………..
Kelurahan ……………………...................... Kecamatan ….............…………………………..
Kabupaten …………………………………… , selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT;

TENTANG PERMASALAHANNYA
1. Bahwa Penggugat telah melangsungkan Perkawinan dengan Tergugat pada tanggal ………………………… di hadapan pejabat Pencatat Perkawinan Kantor Dinas Catatan Sipil ………….......….....…………… dengan Kutipan Akta Perkawinan/Duplikat No. ………………………. tanggal ………………….......……….
 2. Bahwa setelah melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri dengan baik, telah/belum berhubungan badan dan keduanya bertempat tinggal bersama semula di …………………………………... dan terakhir di ………………………….........………….. selama ……………………….. bulan/tahun.
3. Bahwa dari Perkawinan tersebut telah dikaruniai anak …………………. orang yang masing-masing bernama:
3.1. …………………………………....………, lahir tanggal ………………………….…….
3.2 …………………………………..……..…., lahir tanggal ………………….…………….
3.3. ……………………………………….……, lahir tanggal ……………….……………….
4. Bahwa kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi sejak tanggal …………….. bulan ……………. tahun …….…. sampai dengan ……………….……………
5. Bahwa perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat semakin tajam dan memuncak terjadi pada tanggal ……..bulan ….………. tahun ……………
6. Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut karena:
6.1 ………………………………………………………………………………………………
6.2 ………………………………………………………………………………………………
6.3 ………………………………………………………………………………………………
6.4 ………………………………………………………………………………………………
6.5 ………………………………………………………………………………………………
7. Bahwa akibat dari perselisihan dan pertengkaran tersebut, akhirnya sejak tanggal ……..… bulan……….........…. tahun………….. hingga sekarang selama kurang lebih ………..tahun ……… bulan, Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal/berpisah ranjang karena penggugat/ Tergugat*) telah pergi meninggalkan tempat kediaman bersama, yang mana dalam pisah rumah tersebut saat ini Penggugat bertempat tinggal di ……………………. dan Tergugat bertempat tinggal di ……………………… 8. Bahwa sejak berpisah Penggugat dan Tergugat selama …………… tahun …………… bulan, maka hak dan kewajiban suami isteri tidak terlaksana sebagaimana mestinya karena sejak itu Tergugat tidak lagi melaksanakan kewajibannya sebagai suami perhadap Penggugat.
9. Bahwa Penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan/cara bermusyawarah atau berbicara dengan Tergugat secara baik-baik tetapi tidak berhasil.
10. Bahwa dengan sebab-sebab tersebut diatas, maka Penggugat merasa rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat tidak bisa dipertahankan lagi, karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan dan sulit diatasi dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi, maka Penggugat berkesimpulan lebih baik bercerai dengan Tergugat.
11. Bahwa anak-anak Penggugat dan Tergugat selama ini tinggal bersama enggugat/Tergugat*, karena itu untuk kepentingan anak-anak itu sendiri dan rasa kasih sayang Penggugat terhadap mereka, maka Penggugat mohon agar anak-anak tersebut ditetapkan dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, Penggugat mohon kepada Majelis hakim untuk menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
2. Menyatakan bahwa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat yang dilakukan di ........................ pada tanggal ................., sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan No. .................., dari daftar perkawinan Stbld. .................. yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil .................., putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya.
3. Menetapkan Penggugat/Tergugat sebagai wali dari anak-anak bernama : ……………………….. lahir tanggal …………………………….. dan …………………………. lahir tanggal ………………………………. Berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat.
4. Menetapkan nafkah dari suami kepada istri selama persidangan berlangsung.
5. Memerintahkan para pihak melaporkan kepada Kantor Catatan Sipil ................... paling lambat 60 hari sejak putusan pengadilan tentang perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk dicatat pada register.
6. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Tergugat/Penggugat. ATAU apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya. Demikian gugatan ini diajukan, selanjutnya Penggugat mengucapkan terima kasih.


Tuban, ....................,2015
Hormat Penggugat,



……….........…………………..

Catatan:
*Coret yang tidak perlu

H. PETUNJUK PENGISIAN SURAT GUGATAN CERAI

TENTANG DATA PENGGUGAT DAN TERGUGAT
1. Penggugat bisa suami atau istri. Isilah Nama Lengkap Pengggugat dan Tergugat termasuk gelar sesuai dengan dokumen terakhir. Contoh: Shinta Dewi, SE Jika nama anda tertulis berbeda di dokumen, maka tuliskan nama tersebut dengan alias. Contoh : Shinta Dewi, SE alias Shintya Dewi
2. Isilah keterangan sesuai dengan usia anda saat mengajukan gugatan cerai.
3. Isilah keterangan sesuai dengan agama anda.
4. Isilah keterangan sesuai dengan pendidikan terakhir anda.
5. Isilah keterangan sesuai dengan nama pekerjaan anda saat ini.
6. Isilah sesuai dengan alamat lengkap tempat tinggal anda sesuai dengan alamat anda tinggal saat ini lengkap dengan nomor rumah, RT, RW, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota.
7. Apabila anda tidak mengetahui alamat suami/istri saat ini, maka isilah alamat suami dengan menggunakan alamat terakhir yang anda ketahui, lalu berikan keterangan bahwa anda tidak mengetahui dimana tempat tinggal suami saat ini (alamat tidak diketahui baik di dalam ataupun di luar Indonesia).

TENTANG PERMASALAHANNYA
1. Tulislah tanggal terjadinya pencatatan perkawinan, Kantor Catatan Sipil yang mencatatkan perkawinan, No. Kutipan Akta Perkawinan dan tanggal dikeluarkan Akta Perkawinan.
2. Tuliskan alamat tempat tinggal pertama saat mePerkawinan dan alamat tempat tinggal selanjutnya saat hidup bersama suami dan terakhir sebutkan berapa lama anda tinggal bersama dengan suami.
3. Apabila dalam Perkawinan anda ada anak-anak, sebutkan jumlah anak, nama masing-masing anak dan tanggal lahir mereka sesuai dengan akta atau surat keterangan lahir.
4. Sebutkan awal terjadinya pertengkaran atau ketidakcocokan dengan suami.
5. Sebutkan kapan pertengkaran semakin memuncak.
6. Sebutkan alasan-alasan atau penyebab terjadinya pertengkaran antara anda dan suami.
7. Sebutkan kapan pertengkaran terakhir terjadi sehingga terjadi pisah ranjang atau pisah rumah dan sebutkan alamat tinggal setelah pisah ranjang atau rumah.
8. Sebutkan berapa lama perpisahan antara anda dan suami terjadi.
9. Tuliskan jika ada upaya perdamaian dengan suami.
10. Tuliskan bahwa akibat pertengkaran yang terus menerus tersebut sudah tidak ada lagi harapan untuk hidup rukun sebagai suami isteri.
11. Tuliskan bahwa anda menginginkan anak-anak anda berada dalam pengasuhan anda, jika anda menuntutnya.

ISI TUNTUTAN PUTUSAN/PENETAPAN
Lihatlah contoh isi tuntutan dalam huruf (G).  Format Surat Gugatan pada alenia terakhir (Petitum}

TANDA TANGAN
Buatlah Gugatan rangkap 5 (lima) dan semuanya dibubuhi tanda tangan asli (bukan fotokopi).
Tuliskan juga nama jelas anda di bawah tanda tangan tersebut.

Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Negeri Indonesia



Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Negeri Indonesia

Pendahuluan
- Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan.
- Gugatan dapat diajukan secara lisan (ps 118 ayat 1 HIR 142 ayat 1) atau tertulis (ps 120 HIR 144 ayat 1 Rbg) dan bila perlu dapat minta bantuan Ketua Pengadilan Negeri
- Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan
- Tuntutan hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kabenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan
- Mengenai persyaratan tentang isi daripada gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam Rv Psl 8 No.3 yang mengharuskan adanya pokok gugatan yang meliputi :
1) Identitas dari pada para pihak
2) Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan istilah fundamentum petendi
3) Tuntutan atau petitum ini harus jelas dan tegas. HIR dan Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara mengajukan gugatan

a.Identitas Para Pihak
Yang dimaksud dengan identitas adalah cirri-ciri dari pada penggugat dan tergugat ialah nama, pekerjaan, tempat tinggal.

b.Fundamentum Petendi
Fundamentum petendi adalah dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta ulasan daripada tuntutan
1. Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian :
-  Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan
-  Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden)
2. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara tetang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yurudis daripada tuntutan
3. Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan-peraturan hukum yang dijadikan dasar tuntutan melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan, yang member gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu
4. Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan ada bebarapa pendapat :
-  Menurut Subtantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian-kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timulnya peristiwa hukum tersebut misalnya ; bagi penggugat yang menuntut miliknya, selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik, ia juga harus menyebutkan asal-asul pemilik itu.
-  Menurut individualiseringtheori sudah cukup dengan disebutkannya kajadian-kejadian yang dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan, karena hal tersebut dapat dikemukakan didalam sidang-sidang yang akan datang dengan disertai pembuktian.
-  Menurut putusan Mhkamah agung sudah cukup dengan disebutkannya perumusan kejadian materiil secara singkat.

c.Petitum atau Tuntutan
1. Petitum atau Tuntutan adalah apa yang dimintakan atau diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim. Jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau diktum putusan. Oleh karena itu petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas
2. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut abscuur libel ( guagatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak oleh pihak tergugat sehungga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut.
3. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :
-  Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
-  Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok perkara.
-  Tuntutan subsidiair atau pengganti.
4. Meskipun tidak selalu tapi seringkali di samping tuntutan pokok masih diajukan tuntutan tamabahan yang merupakan pelengkap daripada tuntutan pokok.
5. Biasanya sebagai tututan tambahan berwujud :
a. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
b. Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. Didalam praktik permohonan uivoerbaar bij voorraad sering dikabulkan. Namun demikian Mahkamah Agung mengintruksikan agar hakim jangan secara mudah memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad.
c. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila tuntutan yang demikian oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu.
d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk mambayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan
e. Dalam hal gugat cerai sering disertai juga dengan tuntutan nafka bagi istri atau pembagian harta.
6. Mengenai tuntutan subsidiair selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain. Biasanya tuntutan subsidiair itu berbunyi “ agar hakim mengadili menurut keadilan yang benar” atau “ mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono)
Jadi tujuan daripada tuntutan subsidiair adalah agar apabila tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebesan hakim serta keadilan.
7. Didalam berpekara di Pengadilan kita mengenal gugatan biasa/ pada umumnya dan gugatan yang bersifat referte.
8. Sebuah gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan belum dijatuhkan dengan catatan :
a. Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh tergugat, maka penggugat dapat langsung mengajukan pencabutan gugatan.
b. Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka pencabutan gugatan dapat dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.

Semoga Bermanfaat

Thursday, 3 September 2015

UNDANG UNDANG ADVOKAT


Undang - undang No. 18 Tahun 2003
UNDANG¬UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.  bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, tertib, dan berkeadilan;
b.  bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia;

c.   bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang¬undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum;

e.  bahwa peraturan perundang¬undangan yang mengatur tentang Advokat yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat;

f.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Advokat.
Mengingat:
1.     Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.     Undang¬Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan¬tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara Pengadilan¬pengadilan Sipil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81);
3.     Undang¬Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang¬undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan¬ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);
4.     Undang¬Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
5.     Undang¬Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);
6.     Undang¬Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327);
7.     Undang¬Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344);
8.     Undang¬Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400);
9.     Undang¬Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713);
10.     Undang¬Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang¬undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang¬Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang¬Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778);
11.     Undang¬Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG¬UNDANG TENTANG ADVOKAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang¬Undang ini yang dimaksud dengan:
1.     Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang¬Undang ini.
2.     Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
3.     Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.
4.     Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini.
5.     Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat untuk menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang¬undangan yang mengatur profesi Advokat.
6.     Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat untuk mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal¬hal yang merugikan dirinya di dalam menjalankan profesinya ataupun kaitannya dengan organisasi profesi.
7.     Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat berdasarkan kesepakatan dengan Klien.
8.     Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan ketentuan peraturan perundang¬undangan.
9.     Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma¬cuma kepada Klien yang tidak mampu.
10.     Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hukum dan perundang¬undangan.

BAB II
PENGANGKATAN, SUMPAH, STATUS, PENINDAKAN, DAN PEMBERHENTIAN ADVOKAT
Bagian Kesatu Pengangkatan
Pasal 2
(1)     Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.
(2)     Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(3)     Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
Pasal 3
(1)     Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.  warga negara Republik Indonesia;
b.  bertempat tinggal di Indonesia;
c.  tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d.  berusia sekurang¬kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e.  berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
f.  lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g.  magang sekurang¬kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
h.  tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i.  berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

(2)     Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang¬undangan.
Bagian Kedua
Sumpah
Pasal 4
(1)     Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh¬sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
(2)     Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai berikut :
“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji : ¬bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan
¬bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
¬bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;
¬bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
¬bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.

(3)     Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.

Bagian Ketiga
Status
Pasal 5
(1)     Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang¬undangan.
(2)     Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Bagian Keempat
Penindakan
Pasal 6

Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
a.     mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b.     berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c.     bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak
        hormat terhadap hukum, peraturan perundang¬undangan, atau pengadilan;   
d.     berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat

Pasal 7
(1)     Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
    teguran lisan;
    teguran tertulis;
    pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
    pemberhentian tetap dari profesinya.
  
(2)     Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3)     Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.
Pasal 8
(1)     Penindakan terhadap Advokat dengan jenis tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, dilakukan oleh Dewan Kehormatan Organisasi     Advokat sesuai dengan kode etik profesi Advokat.
(2)     Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap dalam huruf d, Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung.
Bagian Kelima
Pemberhentian
Pasal 9
(1)     Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat.
(2)     Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak hukum lainnya.
Pasal 10
(1)     Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap karena alasan:
    permohonan sendiri;
    dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau
    berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.
  
(2)     Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berhak menjalankan profesi Advokat.

Pasal 11

Dalam hal Advokat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Organisasi Advokat.

BAB III PENGAWASAN
Pasal 12
(1)     Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(2)     Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan perundang¬undangan.
Pasal 13
(1)     Pelaksanaan pengawasan sehari¬hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk oleh Organisasi Advokat.
(2)     Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.
(3)     Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan keputusan Organisasi Advokat.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN ADVOKAT
Pasal 14

Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang¬undangan.

Pasal 15

Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16

Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Pasal 17

Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang¬undangan.
Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
(2)     Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Pasal 19
(1)     Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang¬undang.
(2)     Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.
Pasal 20
(1)     Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
(2)     Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
(3)     Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut.
BAB V
HONORARIUM
Pasal 21
(1)     Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada Kliennya.
(2)     Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
BAB VI
BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA
Pasal 22
(1)     Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma¬cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
(2)     Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
ADVOKAT ASING
Pasal 23
(1) Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.
(2) Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat.
(3) Advokat asing     wajib memberikan jasa hukum secara cuma¬cuma untuk suatu waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
(4) Ketentuan     mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat asing serta kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma¬cuma kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 24

Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) tunduk kepada kode etik Advokat Indonesia dan peraturan perundang¬undangan.

BAB VIII
ATRIBUT
Pasal 25

Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang¬undangan.

BAB IX
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT
Pasal 26
(1)     Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.
(2)     Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3)     Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang¬undangan.
(4)     Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(5)     Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(6)     Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi Advokat mengandung unsur pidana.
(7)     Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Pasal 27
(1)     Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
(2) Dewan     Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan di tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan terakhir.
(3)     Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Advokat.
(4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan membentuk majelis yang susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat.
(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik.

BAB X
ORGANISASI ADVOKAT
Pasal 28
(1) Organisasi Advokat     merupakan satu¬satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang¬Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.
(2)     Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3)     Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
Pasal 29
(1)     Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik profesi Advokat bagi para anggotanya.
(2)     Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota.
(3)     Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(4)     Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/atau perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(5)     Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi kewajiban menerima calon Advokat yang akan melakukan magang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g.
(6)     Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik bagi calon advokat yang melakukan magang.
Pasal 30
(1)     Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi Advokat adalah yang diangkat sesuai dengan ketentuan Undang¬Undang ini.
(2)     Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang¬Undang ini wajib menjadi anggota Organisasi Advokat.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31

Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah¬olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang¬Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32

(1)     Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang¬undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang¬Undang ini.
(2)     Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang¬Undang ini mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang¬Undang ini.
(3)     Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang¬undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
(4)     Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang¬Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.
Pasal 33

Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang¬Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34

Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang¬undangan yang baru sebagai pelaksanaan Undang¬Undang ini.

Pasal 35

Pada saat Undang¬Undang ini mulai berlaku, maka:
1    Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya;
2    Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8);
3    Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor 446 jo. Stb. 1922 Nomor 523); dan
4    Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522);
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 36

Undang¬Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang¬Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAMBANG KESOWO

Telah Sah
pada tanggal 5 April 2003

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 49



PENJELASAN ATAS
UNDANG¬UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT

I. UMUM
Undang¬Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, Undang¬Undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Dalam usaha mewujudkan prinsip¬prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak¬hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.

Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak¬kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Kendati keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana dikemukakan, peraturan perundang¬undangan yang mengatur institusi Advokat sampai saat dibentuknya Undang¬undang ini masih berdasarkan pada peraturan perundang¬undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 : 23 jo. Stb. 1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 : 8), Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 : 446 jo. Stb. 1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 : 522).

Untuk menggantikan peraturan perundang¬undangan yang diskriminatif dan yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang¬Undang ini sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal 38 Undang¬Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan¬ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang¬Undang Nomor 35 Tahun 1999.

Dalam Undang¬undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat di masa mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsip¬prinsip negara hukum pada umumnya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Indonesia” adalah bahwa pada waktu seseorang diangkat sebagai advokat, orang tersebut harus bertempat tinggal di Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi kebebasan seseorang setelah diangkat sebagai advokat untuk bertempat tinggal dimanapun.
Huruf c

Yang dimaksud dengan “pegawai negeri” dan “pejabat negara”, adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan “pejabat negara” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang¬Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang¬Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok¬pokok Kepegawaian. Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari:

a.  Pegawai Negeri Sipil;
b.  Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa Pejabat Negara terdiri dari:
a.     Presiden dan Wakil Presiden;
b.     Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.     Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d.     Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
e.     Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f.     Ketua,     Wakil     Ketua,     dan     Anggota     Badan     Pemeriksa
       Keuangan;
g.     Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h.     Kepala     Perwakilan     Republik     Indonesia     di     luar     negeri     yang
        berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
i.     Gubernur dan Wakil Gubernur;
j.     Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k.    Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam huruf c mencakup Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Organisasi Advokat” dalam ayat ini adalah Organisasi Advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat
(4) Undang¬undang ini.
Huruf g
Magang dimaksudkan agar calon advokat dapat memiliki pengalaman praktis yang mendukung kemampuan, keterampilan, dan etika dalam menjalankan profesinya. Magang dilakukan sebelum calon Advokat diangkat sebagai Advokat dan dilakukan di kantor advokat. Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, namun yang penting bahwa magang tersebut dilakukan secara terus menerus dan sekurang¬kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan Pasal 14.
Ayat (2)
Dalam hal Advokat membuka atau pindah kantor dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia, Advokat wajib memberitahukan kepada Pengadilan Negeri, Organisasi Advokat, dan Pemerintah Daerah setempat.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam huruf c ini, berlaku bagi Advokat baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status advokat sebagai penegak hukum, di manapun berada harus menunjukkan sikap hormat terhadap hukum, peraturan perundang¬undangan, atau pengadilan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penegak hukum lainnya” adalah Pengadilan Tinggi untuk semua lingkungan peradilan, Kejaksaan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Advokat.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang¬undangan” adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Advokat.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang¬undangan.
Pasal 15
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.
Pasal 16

Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap
tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini tidak mengurangi hak dan hubungan perdata Advokat tersebut dengan kantornya.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan resiko, waktu, kemampuan, dan kepentingan klien.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “hukum asing” adalah hukum dari negara asalnya
dan/atau hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” antara lain ahli agama dan/atau ahli etika.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah pengurus partai politik.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4288