Recent Comments

Friday 11 December 2015

KUH Perdata(BUKU KEEMPAT. PEMBUKTIAN DAN KEDALUWARSA), BAB III. PEMBUKTIAN DENGAN SAKSI-SAKSI, & BAB IV. PERSANGKAAN


BAB III.
PEMBUKTIAN DENGAN SAKSI-SAKSI
Pasal 1895.
Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang. (KUHPerd. 1902, 1905 dst., 1927; F. 65; Rv. 171 dst.; 953.)
1896-1901. Dihapus. (1896, 1899, 1900,1901 dihapus dg. S. 1925-525; 1897, 1898,
dihapus dg. S. 19,98-276.)
Pasal 1902.
(s.d.u. dg. S. 1925-525; S. 1938-276.) Dalam hal undang-undang memerintahkan pembuktian dengan tulisan, diperkenankan pembuktian dengan saksi, bila ada suatu bukti permulaan tertulis, kecuali jika tiap pembuktian tidak diperkenankan selain dengan tulisan.
Yang dinamakan bukti permulaan tertulis ialah segala akta tertulis yang berasal dari orang yang terhadapnya suatu tuntutan diajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang kiranya membenarkan adanya peristiwa hukum yang diajukan oleh seseorang sebagai dasar tuntutan itu. (KUHPerd. 264 dst, 288, 1700, 1871, 1874 dst., 1878, 1889-41, 1890; KUHD. 258.)
1903. Dihapus dg. S. 1938-276.
Pasal 1904.
(s.d.u. dg. S. 1925-525.) Dalam pembuktian dengan saksi-saksi, harus diindahkan ketentuan-
ketentuan berikut. (Rv. 171 dst., 953.)
Pasal 1905.
Keterangan seorang saksi saia, tanpa alat pembuktian lain, dalam pengadilan tidak boleh dipercaya. (KUHPerd. 1908; Rv. 183, 189, 204; Sv. 376; IR. 169, 300; RBg. 306.)
Pasal 1906.
Jika kesaksian-kesaksian berbagai orang mengenai berbagai peristiwa terlepas satu sama lain, dan masing-masing berdiri sendiri, namun menguatkan suatu peristiwa tertentu karena mempunyai kesesuian dan hubungan satu sama lain, maka hakim, menurut keadaan, bebas untuk memberikan kekuatan pembuktian kepada kesaksian-kesaksian yang berdiri sendiri itu. (KUHPerd. 1905, 1908; Sv. 376; IR. 170 300; RBg. 307.)
Pasal 1907.
Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya.
Pendapat maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu
kesaksian. (Sv. 377; IR. 171, 301; RBg. 308.)
Pasal 1908.
Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian, hakim harus memberikan perhatian khusus: pada kesesuaian kesaksian-kesaksian satu sama lain; pada persamaan antara kesaksian-kesaksian dan apa yang diketahui dari sumber lain tentang pokok perkara; pada alasan-alasan yang kiranya telah mendorong para saksi untuk menerangkan duduknya perkara secara begini atau secara begitu; pada peri kehidupan, kesusilaan dan kedudukan para saksi; dan umumnya, pada apa saja yang mungkin ada pengaruhnya terhadap dapat tidaknya para saksi itu dipercaya. (KUHPerd. 1906; Sv. 378; IR. 172, 302; RBg. 309.)
Pasal 1909.
Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka hakim. (Sv.
375; IR. 299; RBg. 665; KUHP 224, 522.)
Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian:
1. siapa saja yang mempunyai pertalian keluarga sedarah dalam garis ke samping derajat kedua atau keluarga semenda dengan salah satu pihak; (KUHPerd. 297, 1910.)
2. siapa saja yang mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis ke samping dalam derajat kedua dengan suami atau istri salah satu pihak; (KUHPerd. 1910.)
3. siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu. (S. 1876-257 pasal 11 jis. S. 1913-604, dan Inv. SW. pasal 6-460; S. 1854-18; KUHP 322, 431, 433; Sv. 51, 145 dst., 148, 375, 414; IR. 146, 274, 277, 380; RB9. 174, 577, 579; Octr. 18.)
Pasal 1910.
Anggota keluarga sedarah dan semenda salah satu pihak dalam garis lurus, dianggap tidak cakap untuk menjadi saksi; begitu pula suami atau istrinya, sekalipun setelah perceraian. (KUHPerd. 1909, 1913 dst., BS. 13; F. 65; Sv. 1 *5 dst., 149, 375; IR. 145, 274 dst.; RBg. 172 dst.’, 577 dst.; Not. 21.)
(s.d.t. dg. S. 1925-525; s.d.u.t. dg. S. 1938-622.) Namun demikian anggota keluarga sedarah dan semenda cakap untuk menjadi saksi:
1. dalam perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
2. dalam perkara mengenai nafkah yang harus dibayar menurut Buku Kesatu, termasuk biaya pemeliharaan dan pendidikan seorang anak belum dewasa;
3. dalam suatu pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang dapat menyebabkan pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua atau perwalian;
4. dalam perkara mengenai suatu perjanjian kerja.
Dalam perkara-perkara ini, mereka yang disebutkan dalam pasal 1909 nomor 10 dan 20 tidak berhak untuk minta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian
Pasal 1911.
Tiap saksi wajib bersaumpah menurut agamanya, atau berjanji akan menerangkan apa yang sebenamya. (ISR. 173; Rv. 177, 204; Sv. 139; IR. 147, 265, 299.)
Pasal 1912.
Orang yang belum genap lima belas tahun, orang yang berada di bawah pengampuan karena dungu, sakit ingatan atau mata gelap, atau orang yang atas perintah hakim telah ditnasukkan dalam tahanan selama perkara diperiksa pengadilan tidak dapat diterima sebagai saksi.
Hakim boleh mendengar anak yang belum dewasa atau orang yang berada di bawah pengampuan yang kadang-kadang dapat berpikir sehat itu tanpa suatu penyumpahan, tetapi keterangan mereka hanya dapat dianggap sebagai penjelasan.
Juga hakim tidak boleh mempercayai apa yang menurut orang tak cakap itu telah didengarnya, dilihatnya, dihadirinya dan dialaminya, biarpun itu semua disertai keterangan tentang bagaimana la mengetahuinya; hakim hanya boleh menggunakannya untuk mengetahui dan mendapatkan petunjuk-petunjuk ke arah peristiwa-peristiwa yang dapat dibuktikan lebih lanjut dengan upaya pembuktian biasa. (Sv. 149, 375; IR. 145, 278, 299; RBg. 172 dst., 580, 665.)
1913. Dihapus dengan S. 1925-525. 1914. Dihapus dengan S. 1926-570.
BAB IV.
PERSANGKAAN
Pasal 1915.0
Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
Ada dua macam persangkaan, yaitu: persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang. (KUHPerd. 1916 dst., 1922 dst.)
Pasal 1916.
Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan khusus undang-undang.
Persangkaan semacam itu antara lain adalah: (KUHD 75, 539.)
1. perbuatan yang dinyatakan batal oleh undang-undang, karena perbuatan itu, semata-mata berdasarkan sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menghindari suatu ketentuan undang-undang; (KUHPerd. 183 dst.; 911, 1681,)
2. pemyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan utang dari keadaan tertentu; (KUHPerd. 159, 165, 633, 658 dst., 662, 664, 831, 1394, 1439, 1769.)
3. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti; (KUHPerd. 1917 dst.)
4. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak. (KUHPerd, 1569, 1602, 1700, 1923 dst., 1929 dst.; Rv. 825.)
Pasal 1917.
Kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, hanya
mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama, dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula. (KUHPerd. 1340, 1409, 1858, 1862; Rv. 83, 385, 428, 436.)
Pasal 1918.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang karena suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 210, 1365 dst., 1377, 1917; BS. 27; BS. Chin. 29; BS. Ind. 24; BSCI. 28; S. 1904-279 pasal 13.)
Pasal 1919.
Jika seseorang telah dibebaskan dari tuduhan melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadapnya, maka pembebasan tersebut tidak dapat diajukan sebagai perkara perdata ke pengadilan untuk menangkis tuntutan ganti rugi. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 1365 dst., 1370 dst.; Sv. 169, 183.)
Pasal 1920.
Putusan hakim mengenai kedudukan hukum seseorang, yang dijatuhkan terhadap orang yang menurut undang-undang berwenang untuk membantah tuntutan itu, berlaku terhadap siapa pun. (KUHPerd. 15, 1917; Rv. 378.)
Pasal 1921.
Suatu persangkaan menurut undang-undang, membebaskan orang yang diuntungkan
persangkaan itu dari segala pembuktian lebih lanjut.
Terhadap suatu persangkaan menurut undang-undang, tidak boleh diadakan pembuktian, bila berdasarkan persangkaan itu undang-undang menyatakan batalnya perbuatan-perbuatan tertentu atau menolak diajukannya suatu gugatan ke muka pengadilan, kecuali bila undang-undang memperbolehkan pembuktian sebaliknya, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan mengenai sumpah di hadapan hakim. (KUHPerd. 150, 250 dst., 1394, 1439, 1916-l0, 1923, 1929; F. 41, 44; Aut. 4; Octr. 6; Industr. 2; Coop. 10.)
Pasal 1922.
Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, yang dalam hal ini tidak bolch memperhatikan persangkaan-persangkaan yang lain. Persangkaan-persangkaan yang demikian hanya boleh diperhatikan, bila undang-undang mengizinkan pembuktian dengan saksi-saksi, begitu pula bila terhadap suatu perbuatan atau suatu akta diajukan suatu bantahan dengan alasan adanya itikad buruk atau penipuan. (KUHPerd. 1328, 1341, 1895; KUHD. 274; IR. 173; RBg. 310.)

0 comments:

Post a Comment