Recent Comments

Tuesday, 16 February 2016

KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), BAB XII. PEWARISAN KARENA KEMATIAN, BAB XIII. SURAT WASIAT


BAB XII.
PEWARISAN KARENA KEMATIAN
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 830.
Pewarisan hanya terjadi karena kematian. (KUHPerd. 3, 472.)
Pasal 831.
Bila beberapa orang, yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan, meninggal karena suatu kecelakaan yang sama, atau meninggal pada hari yang sama, tanpa diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dari yang seorang kepada yang lainnya. (KUHPerd. 836, 894, 1916.)
Pasal 832.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan si suami atau si istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan si suami atau si istri yang hidup terlama tidak ada, Maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang omng yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. (KUHPerd. 141, 520, 852 dst., 862 dst., 873, 1059, 1126 dst.; S. 1860-3.)
Pasal 833.
Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka hakim dapat memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan pengadilan.
Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 257dst 270 dst, 528, 541, 584, 852 dst., 866, 874 dst., 955 dst., 1023 dst., 1044dst, 1051, 1126 dst., 1299, 1318, 1528, 1717, 1730 dst., 1743, 1819, 1826; Rv. 7, 248 dst.)
Pasal 834
Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. (KUHPerd. 564.)
Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila dia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain.
Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, dan ganti nig, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik. (KUHPerd. 574 dst., 955, 1334, 1537; Rv. 102.)
Pasal 835.
Tuntutan hukum itu menjadi kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, terhitung dari hari terbukanya warisan itu. (KUHPerd, 269 dst.,955, 1967.)
Pasal 836.
Agar dapat bertindak sebagai ahli wariss, seseorang harus sudah ada pada saat warisan itu terbuka, dengan mengindahkan ketentuan dalam pasal 2 kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 489 dst., 831, 899.)
Pasal 837.
dg S. 1872-1 1 jis. S. 1915-299, 642 (mb. 1 Jan. 1916), pasal 837 dihapus
dan ditentukan:
Bila suatu warisan yang terdiri atas barang-barang, yang sebagian ada di Indonesia dan sebagian ada di luar negeri, harus dibagi antara orang-orang asing yang bukan penduduk maupun warga negara Indonesia di satu pihak, dan beberapa warga negara Indonesia di pihak lain, maka yang tersebut terakhir ini boleh mengambil lebih dahulu suatu jumlah yang sebanding menurut ukuran hak warisan mereka, dengan harga barang-barang yang karena undang-undang dan kebiasaan di luar negeri, mereka tak dapat memperoleh hak milik atasnya.
Jumlah harga itu diambil lebih dahulu dari barang-barang harta peninggalan yang tidak mendapat halangan seperti yang dimaksud di atas. (AB. 5.)
Pasal 838.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Orang yang dianggap tidak pantas untuk memjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:
1o. dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu; (KUHP 53, 338, 340.)
2 o. dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi; (KUHPerd. 1372 dst.; Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.)
3 o. dia yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd. 875, 992 dst.)
4 o. dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)
Pasal 839.
Ahli waris yang tidak mungkin untuk mendapat warisan karena tidak pantas, wajib mengembalikan segala hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak terbukanya warisan itu. (KUHPerd. 579.)
Pasal 840.
Bila anak-anak dari orang yang telah dinyatakan tidak pantas menjadi ahli waris merasa dirinya sebagai ahli waris, maka mereka tidak dikecualikan dari pewarisan karena kesalahan orang tua mereka; tetapi orang tua ini sekahkali tidak berhak menuntut hak pakai hasil atas harta peninggalan yang menurut undang-undang hak nikmat hasilnya diberikan kepada orang tua. (KUHPerd. 308, 311, 847, 852, 1060.)
Pasal 841.
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya. (KUHPerd. 866, 914, 1060, 1089.)
Pasal 842.
Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus tanpa akhir.
Penggantian seperti itu diizinkan dalam segala hal, baik bila anak-anak dari orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-keturunan dari anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya. (KUHPerd. 280, 860, 872.)
Pasal 843.
Tidak ada penggantian terhadap keluarga sedarah dalam garis ke atas. Keluarga sedarah terdekat dalam kedua garis itu setiap waktu menyampingkan semua keluarga yang ada dalam derajat yang lebih jauh. (KUHPerd. 853.)
Pasal 844.
Dalam garis ke samping, penggantian diperkenankan demi keuntungan semua anak dan keturunan saudara laki-laki dan perempuan orang yang meninggal, baik jika mereka menjadi ahli waris bersama-sama dengan paman-paman atau bibi-bibi mereka, maupun jika warisan itu, setelah meninggalnya semua saudara si mati, harus dibagi di antara semua keturunan mereka, yang satu sama lainnya bertalian keluarga dalam derajat yang tidak sama. (KUHPerd. 845, 855 dst.)
Pasal 845.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Penggantian juga diperkenankan dalam pewarisan dalam garis ke samping, bila di samping orang yang terdekat dalam hubungan darah dengan orang yang meninggal, masih ada anak atau keturunan saudara laki-laki atau perempuan dari mereka yang tersebut pertama. (KUHPerd. 844, 858.)
Pasal 846.
Dalam segala hal, bila penggantian diperkenankan, pembagian dilakukan pancang demi pancang; bila suatu pancang mempunyai berbagai cabang, maka pembagian lebih lawut dalam tiap-tiap cabang dilakukan pancang demi pancang pula, sedangkap antara orang-orang dalam cabang yang sama, pembagian dilakukan kepala demi kepala. (KUHPerd. 852.)
Pasal 847.
Tak seorang pun boleh bertindak menggantikan orang yang masih hidup. (KUHPerd. 489 dst., 840, 1060.)
Pasal 848.
Anak tidak memperoleh hak dari orang tuanya untuk mewakili mereka, tetapi seseorang dapat mewakili orang yang tidak mau menerima harta peninggalannya. (KUHPerd. 1060, 1089.)
Pasal 849.
Undang-undang tidak memperhatikan sifat atau asal-usul barang-barang harta peninggalan, untuk mengadakan peraturan tentang pewarisannya. (KUHPerd. 852.)
Pasal 850.
Semua warisan, baik yang seluruhnya maupun sebagian jatuh pada giliran pembagian untuk keluarga dalam garis ke atas atau garis ke samping, harus dibelah menjadi dua bagian yang sama; belahan yang satu dibagikan kepada keluarga sedarah dari garis ayah yang masih ada, dan belahan yang lain kepada garis ibu yang masih ada, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal 854 dan pasal 859.
Warisan itu tidak boleh beralih dari garis yang satu ke garis yang lain, kecuali bila dalam salah satu dari kedua garis itu tidak ada seorang pun keluarga sedarah, baik dalam garis ke atas maupun dalam garis ke samping. (KUHPerd. 853, 856 dst., 861.)
Pasal 851.
Setelah pembagian pertama dalam garis ayah dan garis ibu dilaksanakan, maka tidak usah diadakan pembagian lebih lanjut dalam berbagai cabangnya; tetapi tartpa mengurangi hal-hal bila harus berlangsung suatu penggantian, bagian yang jatuh pada masing-masing garis, menjadi bagian ahli waris atau para ahli waris yang terdekat derajatnya dengan orang yang meninggal. (KUHPerd. 841, 846.)
Bagian 2.
Pewarisan Para Keluarga Sedarah yang Sah Dan Suami Atau Istri
yang Hidup Terlama.
Pasal 852.
Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dari berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orang tua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis ke alas, tanpa membedakanjenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.
Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan si mati mereka semua bertatian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atau sebagian mewarisi sebagai pengganti. (KUHPer d. 141, 277 dst., 840 dst., 846, 864, 1060.)
Pasal 852a.
(s.d.t. dg. S. 1935-486.) Dalam hal warisan dari seorang suami atau istri yang telah meninggal lebih dahulu, suami atau istri yang ditinggal mati, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan bab ini, disamakan dengan seorang anak sah dari orang yang meninggal, dengan pengertian, bahwa bila perkawinan suami-istri itu adalah perkawinan kedua atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dahulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, suami atau istri yang baru tidak boleh mewarisi lebih dari bagian terkecil.yang diterima oleh salah seorang dari anak-anak itu, atau oleh semua keturunan-penggantinya bila dia meninggal lebih dahulu, dan bagaimanapun juga bagian warisan si istri atau si suarfti itu tidak boleh melebihi seperempat dari harta peninggalan si pewaris. (KUHPerd. 841.)
Bila untuk kebahagiaan si suami atau si istri dari perkawinan kedua atau perkawinan yang berikutnya telah dikeluarkan wasiat, maka bila jumlah bagian yang diperoleh dari pewarisan pada kematian dan bagian yang diperoleh dari wasiat melampaui batas-batas dari jumlah termaksud dalam alinea pertama, bagian dari pewarisan pada kematian harus dikurangi sedemikian, sehingga jumlah bersama itu tetap berada dalam batas-batas itu. Bila penetapan wasiat itu, seluruhnya atau Sebagian, terdiri dari hak pakai hasil, maka harga dari hak pakai hasil itu harus ditaksir, dan jumlah bersama termaksud dalam alinea yang lalu harus dihitung berdasarkan harga yang ditaksir itu. (KUHPerd. 918.)
Apa yang dinikmati suami atau istri yang berikut menurut pasal ini, harus dikurangkan dalam menghitung apa yang boleh diperoleh suami atau istri itu atau diperjanjikan menurut Bab VIII Buku Pertama. (KUHPerd. 852, 902.)
Pasal 852b .
(s.d.t.dg.S.1935-486.) Bila suami atau istri yang hidup terlama membagi warisan bersama dengan orang-orang lain yang bukan anak-anak atau keturunan-keturunan lebih lanjut dari perkawinan yang dahulu, maka la berwenang untuk mengambil bagi dirinya sebagian atau seluruhnya perabot rumah. (KUHPerd. 512, 514, 1079, 1121.)
Sejauh perabot rumah ini termasuk harta peninggalan si pewaris, maka harganya harus dikurangkan dari bagian warisan suami atau istri itu. (KLTHPerd. 1077.)
Bila harganya melebihi harga bagian warisannya, maka selisihnya harus dibayar lebih dahulu kepada para sesama ahli waris.
Pasal 853.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan, suami atau istri, saudara laki-laki atau perempuan, maka harta peninggalannya dibagi dua sama besar, satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ayah ke atas, dan satu bagian lagi untuk keluarga garis lurus ibu ke atas, tanpa mengurangi ketentuan pasal 859.
Keluarga yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas, mendapat separuh dari bagian yang diperuntukkan bagi garisnya, dengan mengesampingkan semua ahli waris lainnya.
Keluarga sedarah dalam garis ke atas dari derajat yang sama, memperoleh warisan kepala demi kepala. (KUHPerd. 141, 843, 850, 870.)
Pasal 854.
(s.d.u. dg. S. 1935-846.) Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, maka ayahnya dan ibunya yang masih hidup masing-masing mendapat sepertiga bagian dari harta peninggalannya, bila yang mati itu hanya meninggalkan satu orang saudara laki-laki atau perempuan, yang mendapat sisa yang sepertiga bagian.
Ayahnya dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat bagian, bila si mati meninggalkan lebih banyak saudara laki-laki atau perempuan, dan dalam hal itu mereka yang tersebut terakhir mendapat sisanya yang dua perempat bagian. (KUHPerd. 850.)
Pasal 855.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, dan ayahnya atau ibunya telah meninggal lebih dahulu daripada dia, maka ayahnya atau ibunya yang hidup terlama mendapat separuh dari harta peninggalannya, bila yang mati itu meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan hanya satu orang saja; sepertiga, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan dua orang; seperempat bagian, bila saudara lakilaki atau perempuan yang ditinggalkan lebih dari dua. Sisanya menjadi bagian saudara laki-laki dan perempuan tersebut. (KUHPerd. 850.)
Pasal 856.
(s. d. u, dg. S. 1935-486.) Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, sedang ayah dan ibunya telah meninggal lebih dahulu, maka saudara laki-laki dan perempuan mewarisi seluruh warisannya. (KUHPerd. 871.)
Pasal 857.
Pembagian dari apa yang menurut pasal-pasal tersebut di atas menjadi bagian saudara perempuan dan laki-laki, dilakukan antara mereka menurut bagian-bagian yang sama, bila mereka berasal dari perkawinan yang sama; bila mereka dilahirkan dari berbagai perkawinan, maka apa yang mereka warisi harus dibagi menjadi dua bagian yang sama, antara garis ayah dan garis ibu dari orang yang mati itu; saudara-saudara seayah-seibu memperoleh bagian mereka dari kedua garis, dan yang seayah saja atau yang seibu saja hanya dari garis di mana mereka termasuk. Bila hanya ada saudara tiri laki-laki atau perempuan dari salah satu garis saja, mereka mendapat seluruh harta peninggalan, dengan mengesampingkan semua keluarga sedarah hanya dari garis yang lain. (KUHPerd. 850.)
Pasal 858.
Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada keluarga sedarah yang masih hidup dalam salah satu garis ke atas, maka separuh harta peninggalan itu menjadi bagian dari keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup, sedangkan yang separuh lagi menjadi bagian keluarga sedarah garis ke samping dari garis ke atas lainnya, kecuali dalam hal yang tercantum dalam pasal berikut.
Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan keluarga sedarah yang masih hidup dalam kedua garis ke atas, maka keluarga sedarah terdekat dalam tiap-tiap garis ke samping masing-masing mendapat warisan separuhnya.
Bila dalam satu garis ke samping terdapat beberapa keluarga sedarah dalam derajat yang sama, maka mereka berbagi antara mereka kepala demi kepala, tanpa mengurangi ketentuan dalam pasal 845. (KUHPerd. 850.)
Pasal 859.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Ayah atau ibu yang hidup terlama mewarisi seluruh harta peninggalan anaknya, yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan, suami atau istri, saudara taki-laki atau perempuan. (KUHPerd. 850, 853, 870.)
Pasal 860.
Sebutan saudara laki-laki dan saudara perempuan yang terdapat dalam bagian ini, selalu mencakup juga keturunan sah mereka masing-masing. (KUHPerd. 844, 853, 914.)
Pasal 861.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Keluarga-keluarga sedarah yang hubungannya dengan yang meninggal dunia itu lebih jauh dari derajat keenam dalam garis ke damping, tidak mendapat warisan.
Bila dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah dalam derajat yang mengizinkan untuk mendapat warisan, maka keluarga-keluarga sedarah dalam garis yang lain memperoleh seluruh warisan. (KUHPerd. 290 dst., 833, 850.)
Bagian 3.
Pewarisan Bila Ada Anak-anak Di Luar Kawin.
Pasal 862.
Bila yang meninggal dunia meninggalkan anak-anak di luar kawin yang telah diakui secara sah menurut undang-undang, maka harta peninggalannya dibagi dengan cara yang ditentukan dalam tiga (baca: empat) pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 280 dst., 832,)
Pasal 863.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu meninggalkan keturunan sah menurut undang-undang atau suami atau istri, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi sepertiga dari bagian yang sedianya mereka terima, seandainya mereka adalah anak-anak sah menurut undang-undang; mereka mewarisi separuh dari harta peninggalan, bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan, suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah dalam garis ke atas, atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunan-keturunan mereka, dan tiga perempat, bila hanya tinggal keluarga sedarah yang masih hidup dalam derajat yang lebih jauh lagi,
Bila para ahli waris yang sah menurut undang-undang bertalian dengan yang meninggal dalam derajat-derajat yang tidak sama, maka yang terdekat derajatnya dalam garis yang satu, menentukan besarnya bagian yang harus diberikan kepada anak di luar kawin itu, bahkan terhadap mereka yang ada dalam garis yang lain. (KUHPerd. 908, 916.)
Pasal 864.
(s. d. u. dg. S. 1935-486.) Dalam segala hal termaksud dalam pasal yang lalu, sisa harta peninggalan itu harus dibagi di antara para ahli waris yang sah menurut undang-undang dengan cara yang ditentukan dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 832, 852 dst.)
Pasal 865.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan ahli waris yang sah menurut undang-undang, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi harta peninggalan itu seluruhnya. (KUHPerd. 832, 838, 861, 1057 dst.)
Pasal 866.
Bila anak di luar kawin itu meninggal lebih dulu, maka anak-anaknya dan keturunannya yang sah menurut undang-undang berhak menuntut keuntungan-keuntungan yang diberikan kepada mereka menurut pasal 863 dan pasal 865. (KUHPerd. 841.)
Pasal 867.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas irti tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari perzinahan atau penodaan darah. Undang-undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka. (KUHPerd. 272 dst., 283, 329.)
Pasal 868.
Nafkah itu diatur sesuai dengan kemampuan si ayah atau si ibu dan menurut jumlah dan keadaan para ahli waris yang sah menurut undang-undang. (KUHPerd. 324.)
Pasal 869.
Bila ayahnya atau ibunya, sewaktu hidup, telah memberikan jaminan nafkah seperlunya untuk anak yang lahir dari perzinahan atau penodaan darah, Mai anak itu tidak mempunyai hak lebih lanjut untuk menuntut warisan dari ityahnya atau ibunya.
Pasal 870.
(s.d. u. dg. S. 1935-486.) Warisan anak di luar kawin yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, jatuh ke tangan ayahnya atau ibunya yang telah memberi pengakuan kepadanya, atau kepada mereka berdua, masing-masing separuh, bila dia telah diakui oleh kedua-duanya. (KUHPerd. 853 dst., 859, 863.)
Pasal 871.
(s.d.u. dg. S. 19,35-486.) Dalam hal anak luar kawin meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau istri, sedangkan kedua orang tuanya telah meninggal lebih dahulu, maka barang-barang yang telah diperolehnya dari harta peninggalan orang tuanya, bila masih berwwud harta peninggalan, jatuh kembali ke tangan keturunan sah ayahnya atau ibunya; hal itu berlaku juga terhadap hak-hak si mati untuk menuntut kembali sesuatu seandainya sesuatu itu telah dijual dan harga pembeliannya masih terutang.
Semua barang selebihnya diwarisi oleh saudara laki-laki atau perempuan anak di luar kawin itu, atau oleh keturunan mereka yang sah menurut undang-undang. (KUHPerd. 856.)
Pasal 872.
Undang-undang tidak memberikan hak apa pun kepada anak di luar kawin atas barang-barang dari keluarga sedarah kedua orang tuanya, kecuali dalam hal tercantum dalam pasal berikut. (KUHPerd. 280, 290.)
Pasal 873.
Bila salah seorang dari keluarga sedarah tersebut meninggal dunia tanpa meninggalkan keluarga sedarah dalam derajat yang diperkenankan mendapat warisan dan tanpa meninggalkan suami atau istri, maka anak luar kawin yang telah diakui berhak menuntut seluruh warisan untuk diri sendiri dengan mengesampingkan negara.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Dan bila anak di luar kawin itu meninggal tanpa meninggalkan keturunan, suami atau istri yang hidup terlama, orang tua, saudara laki-laki atau perempuan di luar kawin atau keturunan mereka ini, maka harta peninggalan anak di luar kawin itu menjadi hak keluarga sedarah terdekat dari ayah atau ibu yang telah memberi pengakuan kepadanya, dengan mengesampingkan negara; dan bila keduanya telah mengakuinya, separuh dari harta perdnggalannya itu merdadi hak keluarga sedarah ayahnya, dan yang separuh lagi menjadi hak keluarga sedarah ibunya.
Pembagian dalam kedua garis dilakukan menurut peraturan-peraturan tnengenal pewarisan biasa. (KUHPerd. 280 dst., 290, 832, 858, 861, 877.)
BAB XIII.
SURAT WASIAT
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 874.
Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. (Ov. 42, 57; KUHPerd. 173, 178, 832 dst.)
Pasal 875.
Surat wasiat atau testamen ialah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah dia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. (KUHPerd. 992.)
Pasal 876.
Ketetapan-ketetapan dengan surat wasiat tentang harta-benda dapat juga dibuat secara umum, dapat juga dengan alas hak umum, dan dapat juga dengan alas hak khusus.
Tiap-tiap ketetapan demikian, baik yang dibuat dengan nama pengangkatan ahli waris, maupun yang dengan nama hibah wasiat, ataupun yang dengan nama lain, mempunyai kekuatan menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam bab ini. (KUHPerd. 954 dst., 957.)
Pasal 877.
Suatu ketetapan dengan surat wasiat untuk keuntungan keluarga-keluarga sedarah yang terdekat, atau darah terdekat dari pewaris, tanpa penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat untuk keuntungan para ahli warisnya menurut undang-undang. (KUHPerd. 290 dst., 832, 873.)
Pasal 878.
Ketetapan dengan surat wasiat untuk kepentingan orang-orang miskin, tanpa penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat untuk kepentingan semua orang yang menyandang sengsara, tanpa membedakan agama, yang dirawat dalam lembaga fakir-miskin di tempat warisan itu terbuka.,
Pasal 879.
Pengangkatan ahli waris yang bersifat melompat atau subtitusi fideicommissaire adalah dilarang. (S. 1838-45.)
Dengan demikian, bahkan terhadap ahli waris yang diangkat atau yang menerima hibah wasiat, adalah batal dan tidaklah berharga setiap penetapan yang memerintahkannya untuk menyimpan warisan atau hibah wasiat dan untuk menyerahkan seluruhnya atau sebagian kepada pihak ketiga. (Ov. 76; KUHPerd. 881 dst., 1675.)
Pasal 880.
Dari larangan terhadap pengangkatan ahli waris dengan wasiat tersebut dalam pasal yang lain, dikecualikan hal-hal yang diperbolehkan dalam Bagian 7 dan Bagian 8 bab ini. (KUHPerd. 881, 973 dst., 989 dst.; 1675.)
Pasal 881.
Ketentuan, bahwa seorang pihak ketiga atau, dalam hal orang itu telah meninggal lebih dahulu, semua anaknya yang sah menurut hukum, baik yang telah lahir maupun yang akan dilahirkan, memperoleh seluruh atau sebagian dari apa yang masih tersisa dari suatu warisan atau hibah wasiat karena belum terjual atau terhabiskan oleh seorang ahli waris atau penerima hibah wasiat, bukanlah suatu pengangkatan ahli waris dengan wasiat yang terlarang.
Dengan Pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat secara demikian, pewaris tidak boleh merugikan para ahli waris, yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang. (KUHPerd. 899 dst., 913, 977, 989 dst., 1675.)
Pasal 882.
Ketetapan yang menentukan, bahwa seorang pihak ketiga mendapat hak warisan atau hibah wasiat dalam hal ahli waris atau penerima hibah wasiat tidak menikmatinya, berlaku sah. (KUHPerd. 899, 912, 1001, 1057 dst., 1675.)
Pasal 883.
Juga berlaku sah suatu penetapan wasiat di mana hak pakai hasil diberikan kepada seseorang dan hak milik semata-mata diberikan kepada orang lain. (KUHPerd. 756, 758, 899, 970, 1669.)
Pasal 884.
Ketentuan di mana diterangkan, bahwa harta peninggalan atau hibah wasiat seluruhnya, atau sebagian, tidak boleh dipindahtangankan, dianggap sebagai tidak tertulis. (AB. 23; KUHPerd. 879, 989, 1066, 1675.)
Pasal 885.
Bila kata-kata sebuah surat wasiat telah jelas, maka surat itu tidak boleh ditafsirkan dengan menyimpang dari kata-kata itu. (KUHPerd. 1342; S. 1926-253 di bawah KUHPerd. 956.)
Pasal 886.
Namun sebaliknya, bila kata-kata surat wasiat itu dapat ditafsirkan secara berbeda-beda menurut berbagai pendapat, maka lebih baik diselidiki dahulu apa kiranya maksud si pewaris, daripada berpegang pada arti harfiah kata-kata itu secara berlawanan dengan maksud itu. (KUHPerd. 1343.)
Pasal 887.
Dalam hal demikian, kata-kata itu juga harus ditafsirkan dalam arti yang sesuai dengan sifat penetapan itu dan pokok persoalannya, dan dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga penetapan itu dapat mencapai suatu pengaruh atau akibat. (KUHPerd. 1344.)
Pasal 888.
Dalam semua surat wasiat, persyaratan yang tidak dapat dimengerti atau tidak mungkin dialankan, atau bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan yang baik, dianggap tidak tertulis. (AB. 23; KUHPerd. 1254.)
Pasal 889.
Persyaratan itu dianggap telah terpenuhi, bila orang yang kiranya mempunyai kepentingan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan itu, telah menghalangi pemenuhan itu. (KUHPerd. 1260.)
Pasal 890.
Penyebutan suatu yang palsu harus dianggap tidak ditulis, kecuali bila dari wasiat itu ternyata bahwa pewaris itu tidak akan membuat wasiat itu, seandainya dia telah mengetahui kepalsuan alasan itu. (KUHPerd. 1335.)
Pasal 891.
Penyebutan suatu alasan, baik yang benar maupun yang palsu, namun berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan yang baik, menjadikan pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat itu batal. (AB. 23; KUHPerd. ‘1335 dst.)
Pasal 892.
Bila suatu beban yang tidak dapat dibagi-bagi dipikulkan kepada beberapa ahli waris atau penerima hibah wasiat, dan satu atau lebih dari mereka melepaskan warisan atau hibah wasiat itu, atau tidak cakap untuk memperolehnya, maka orang yang mau melaksanakan seluruh beban itu boleh menuntut bagian warisan yang untuk dirinya, dan menagih apa yang telah dibayarnya untuk yang lain. (KUHPerd. 956, 958, 1296 dst.)
Pasal 893.
Surat-surat wasiat yang dibuat akibat paksaan, penipuan atau akal-licik adalah batal. (KUHPerd. 1321 dst.)
Pasal 894.
Bila oleh satu kecelakaan, atau pada hari yang sama, pewaris dan ahli waris atau penerima hibah wasiat atau orang yang sedianya mengganti mereka itu meninggal tanpa diketahui siapa dari mereka yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap telah meninggal pada saat yang sama, dan tidak terjadi peralihan hak-hak karena wasiat itu. (KUHPerd. 831, 836, 1675, 1916.)
Bagian 2.
Keeakapan Untuk Membuat Surat Wasiat Atau Untuk Memperoleh
Keuntungan Dari Surat Itu.
Pasal 895.
Untuk dapat membuat atau menarik kembali suatu surat wasiat, orang harus mempunyai kemampuan bernalar. (KUHPerd. 433, 446,448, 875, 898,992.)
Pasal 896.
setiap orang dapat membuat surat wasiat, dan dapat mengambil keuntungan dari surat wasiat, kecuali mereka yang menurut ketentuan-ketentuan bagian ini dinyatakan tidak cakap untuk itu. (KUHPerd. 2, 118, 173, 433, 446, 448, 836, 897, 1676.)
Pasal 897.
Anak-anak di bawah umur yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak diperkenankan membuat surat wasiat. (KUHPerd. 151, 169, 330, 904 dst., 1677.)
Pasal 898.
Kecakapan pewaris dinilai menurut keadaannya pada saat surat wasiat dibuat. (KUHPerd. 895, 904 dst.)
Pasal 899.
Untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada pada saat si pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan yang ditetapkan dalam pasal 2 kitab undang-undang ini.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang-orang yang diberi hak untuk mendapat keuntungan dari yayasan-yayasan. (KUHPerd. 472, 489 dst, 836, 881, 894, 973 dst., 976, 1001 dst.)
Pasal 900.
(s.d.u. dg. S. 1937-572.) Setiap pemberian hibah dengan surat wasiat untuk kepentingan lembaga kemasyarakatan, badan keagamaan, gereja atau rumah fakir-miskin tidak mempunyai akibat sebelum pemerintah atau penguasa yang ditunjuk oleh pemerintah memberi kuasa kepada para pengelola lembagalembaga itu untuk menerimanya. (KUHPerd. 1046, 1680.)
Pasal 901.
Seorang suami atau istri tidak dapat memperoleh keuntungan dari wasiat-wasiat istrinya atau suaminya, bila perkawinannya dilaksanakan tanpa izin yang sah, dan si pewaris telah meninggal pada waktu keabsahan perkawinan itu masih dapat dipertengkarkan di pengadilan karena persoalan tersebut. (KUHPerd. 28, 35 dst., 87, 91, 911.)
Pasal 902.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Suami atau istri.yang mempunyai anak atau keturunan dari perkawinan yang dahulu, dan melakukan perkawinan kedua atau berikutnya, tidak boleh memberikan dengan wasiat kepada suamii atau istri yang kemudian hak milik atas sejumlah barang yang lebih daripada apa yang menurut Bab XII buku ini diberikan kepada orang tersebut terakhir.
Bila yang dihibahwasiatkan kepada istri atau suami yang kemudian itu bukan suatu hak milik atas harta peninggalarinya, melainkan hanya hak pakai hasil saja, maka bolehlah hak pakai hasil ini meliputi separuh dari hartanya, atau lebih besu dari itu, asal harga taksirannya tidak melampaui batas-batas termaksud dalam alinea yang lain, dan segala sesuatunya tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 918.
Bila dengan surat wasiat itu hak milik dan hak pakai hasil kedua-duanya diberikan, maka harga hak pakai hasil itu harus ditaksir dulu; bila harga bersama dari apa yang diberikan dalam bentuk hak milik dan halt pakai hasil berjumlah melebihi batas-batas yang dimaksudkan dalam alinea pertama, terserah pada pilihan suami atau istri yang kemudian itu, ia boleh memilih arakah pemberian warisannya atau pemberian hak pakai hasil yang dikurangi sedemikian, sehingga harga bersama tetap ada dalam batas-batas itu. Bila dalam hal ini, karena hak pakai hasil itu, bagian warisan menurut undang-undang dirugikan, maka juga di sini berlaku ketentuan pasal 918.
Apa yang diperoleh si suami atau si istri yang kemudian karena pasal ini, harus dikurangkan pada waktu menghitung apa yang boleh menjadi hak suami atau istri itu atau diperjanjikan berdasarkan Bab VIII Buku Pertama. (KUHPerd. 181 dst., 852a, 911.)
Pasal 902a.
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal yang lain tidak berlaku dalam hal suami dan istri mengadakan kawin rujuk, dan dari perkawinan yang dahulu mereka mempunyai anak-anak atau keturunan.
Pasal 903.
Suami atau istri hanya boleh menghibahwasiatkan barang-barang dari harta bersama, sekedar barang-barang itu termasuk bagian mereka masing-masing dalam harta bersaMa itu. Akan tetapi bila suatu barang dari harta bersama itu dihibahwasiatkan, si penerima hibah wasiat tidak dapat menuntut barang itu dalam wujudnya, bila barang itu tidak diserahkan oleh pewaris kepada para ahh waris sebagai bagian mereka. Dalam hal itu, penerima hibah wasiat harus diberi ganti rugi, yang diambil dari bagian harta-bersama yang dibagikan kepada para ahli waris si pewaris, dan bila tidak mencukupi, diambil dari barang-barang pribadi para ahli waris. (KUHPerd. 128 dst., 134 dst., 138, 966, 1032, 1067.)
Pasal 904.
Seorang anak di bawah umur, meskipun telah mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak boleh menghibah wasiatkan sesuatu untuk keuntungan walinya.
Setelah menjadi dewasa, dia tidak boleh menghibahwasiatkan sesuatu kepada bekas walinya, kecuali setelah bekas walinya itu mengadakan dan menutup perhitungan perwaliannya.
Dari dua ketentuan di atas dikecualikan keluarga sedarah dari anak di bawah umur itu dalam garis lurus ke atas yang masih menjadi walinya atau yang dulu menadi walinya. (KUHPerd. 330, 410, 412, 897 dst., 905, 911, 1681.)
Pasal 905.
Anak di bawah umur tidak boleh menghibahwasiatkan sesuatu untuk keuntungan pengajamya, pengasuhnya laki-laki atau perempuan yang tinggal bersama dia, atau gunmya laki-taki atau perempuan di tempat pemondokan anak di bawah umur itu.
Dalam hal ini dikecualikan penetapan-penctapan yang dibuat sebagai hibah wasiat untuk membalas jasa-jasa yang telah diperoleh, namun dengan mengingat baik kekayaan si pembuat wasiat maupun jasa-jasa yang telah dibaktikan kepadanya. (KUHPerd. 879 dst., 904, 911.)
Pasal 906.
Dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan, dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan, yang merawat seseorang selama dia menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan dia meninggal, demikian pula pengabdi agama yang telah membantunya selama sakit, tidak boleh mengambil keuntungan dari wasiat-wasiat yang dibuat oleh orang itu selama ia sakit untuk kepentingan mereka.
Dari ketentuan ini harus dikecualikan:
10. penetapan – penetapan berbentuk hibah wasiat untuk membalas jasa-jasa yang telah diberikan, seperti yang ditetapkan pada pasal yang lain;
20. penetapan-penetapan untuk keuntungan suami atau istri si pewaris;
30. penetapan-penetapan, bahkan yang secara umum dibuat untuk keuntungan para keluarga sedarah sampai derajat keempat, bila yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris dalam garis lurus; kecuali bila orang yang untuk keuntungannya dibuat penetapan itu termasuk bilangan para ahli waris itu. (KURPerd. 911, 1681.)
Pasal 907.
Notaris yang telah membuat wasiat dengan akta umum, dan para saksi yang hadir pada waktu itu, tidak boleh memperoleh kenikmatan apa pun dari apa yang kiranya ditetapkan dalam wasiat itu. (KUHPerd. 911, 938 dst., 944, 953, 1681; Not. 21.)
Pasal 908.
Bila ayah atau ibu, sewaktu meninggal, meninggalkan anak-anak sah dan anak-anak di luar kawin tetapi telah diakui menurut undang-undang, maka mereka yang terakhir ini tidak akan boleh menikmati warisan lebih dari apa yang diberikan kepada mereka menurut Bab XII buku ini. (KUHPerd. 280 dst., 862 dst., 911, 916, 1681.)
Pasal 909.
Pelaku perzinahan, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari wasiat kawan berzinahnya, dan kawan berzinah ini tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari wasiat si pelaku, asal perzinahan itu, sebelum meninggalnya si pewaris, terbukti dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 911, 168 1; Rv. 830 334, 402.)
910. Dihapus dg. S. 1872-11 jis. S. 1915-299, 642. (Bdk. KUHPerd. 837.)
Pasal 911.
Suatu ketetapan wasiat, yang dibuat untuk keuntungan orang yang tidak cakap untuk mendapat warisan, adalah batal, sekalipun ketetapan itu dibuat dengan nama seorang perantara. Yang dianggap sebagai orang-orang perantara ialah ayahnya dan ibunya, anak-anaknya dan keturunan anak-anaknya, suami atau istri. (KUHPerd. 183 dst.,1681, 1921; F. 44.)
Pasal 912.
Orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta istri atau suaminya dan anak-anaknya, tidak boleh menikmati suatu keuntungan pun dari wasiat itu. (KUHPerd. 838, 1688-2’.)
Bagian 3.
Legitime Portie Atau Bagian Warisan Menurut Undang-undang Dan Pemotongan Hibah hibah yang
Mengurangi Legitime Portie Itu.
Pasal 913.
Legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah suatu bagian dari harta-benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat. (KUHPerd. 168, 176, 181, 307, 385, 842 dst., 875, 881, 902, 1019, 1686 dst.)
Pasal 914.
Bila pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah dalam garis ke bawah, maka legitime portie itu terdiri dari seperdua dari harta peninggalan yang sedianya akan diterima anak itu pada pewarisan karena kematian.
Bila meninggalkan dua orang anak, maka legitime portie untuk tiap-tiap anak adalah dua pertiga bagian dari apa yang sedianya akan diterima masing-masing anak itu pada pewarisan karena kematian.
Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak ataulebih, maka legitime portie itu tiga perempat bagian dari apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian.
Dengan sebutan anak-anak dimaksudkan juga keturunan-keturunan mereka dalam derajat keberapa pun; tetapi mereka ini hanya dihitung sebagai pengganti anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si pewaris. (KUHPerd. 842, 852 dst., 902 dst., 920.)
Pasal 915.
Dalam garis ke atas legitime portie itu selalu sebesar separuh dari apa yang menurut undang-undang menjadi bagian tiap-tiap keluarga sedarah dalam garis itu pada pewarisan karena kematian. (KUHPerd. 853 dst.)
Pasal 916.
Legitime portie dari anak yang lahir di luar perkawinan tetapi telah diakui dengan sah, ialah seperdua dari bagian yang oleh undang-undang sedianya diberikan kepada anak di luar kawin itu pada pewarisan karena kematian.(KUHPerd. 280, 285, 862 dst., 908.)
Pasal 916a.
(s.d.t. dg. S. 1935-486.) Dalam hal untuk menghitung legitime portie harus diperhatikan para ahli waris yang menjadi ahli waris karena kematian tetapi bukan legitimaris (ahli waris menurut undang-undang), maka bila kepada orang-orang lain dari para ahli waris termaksud itu dihibahkan, baik dengan akta semasa masih hidup maupun dengan surat wasiat, jumlah yang lebih besar daripada bagian yang dapat dikenakan penetapan bila para ahli waris demikian itu tidak ada, hibah-hibah yang dimaksud itu harus dipotong sampai sama dengan jumlah yang diperbolehkan tersebut, dan tuntutan untuk itu harus dilancarkan oleh dan untuk kepentingan para legitimaris dan para ahli waris mereka atau pengganti mereka. (KUHPerd. 832.)
Pasal 920-929 berlaku dalam hal ini.
Pasal 917.
Bila keluarga sedarah dalam garis ke atas dan garis ke bawah dan anak-anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang tidak ada, maka hibah-hibah dengan akta yang diadakan antara mereka yang masih hidup atau dengan surat wasiat, dapat mencakup seluruh harta peninggalan. (KUHPerd. 861.)
Pasal 918.
Bila penetapan dengan akta antara mereka yang masih hidup atau dengan surat wasiat itu berupa hak pakai hasil atau berupa bunga cagak hidup, yang jumlahnya merugikan legitime portie, maka para ahli waris yang berhak memperoleh bagian warisan itu boleh memilih untuk melaksanakan penetapan itu atau untuk melepaskan hak milik atas bagian yang dapat dikenakan penetapan kepada mereka yang memperoleh hibah atau legataris. (KUHPerd. 959.)
Pasal 919.
Bagian yang boleh digunakan secara bebas, boleh dihibahkan, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan akta antara yang masih hidup maupun dengan surat wasiat, baik kepada orang-orang bukan ahli waris maupun kepada anak-anaknya atau kepada orang-orang lain yang mempunyai hak atas warisan itu, tetapi tanpa mengurangi keadaan-keadaan di mana orang-orang tersebut temkhir ini sehubungan dengan Bab XVII buku ini berkewajiban untuk memperhitungkan kembali. (KUHPerd. 168, 176, 917, 954, 957, 1086 dst., 1666 dst.)
Pasal 920.
Pemberian-pemberian atau hibah-hibah, baik antara yang masih hidup, maupun dengan surat wasiat, yang merugikan bagian legitime portie, boleh dikurangi pada waktu terbukanya warisan itu, tetapi hanya atas tuntutan para legitimaris dan para ahli waris mereka atau para pengganti mereka.
Namun demikian, para legitimaris tidak boleh menikmati apa pun dari peitu atas kerugian mereka yang berpiutang kepada pewaris. (KUHPerd. 168, 181, 913 dst., 954, 957, 1666 dst.)
Pasal 921.
Untuk menentukan besarnya legitime portie, pertama-tama hendaknya dijumlahkan semua harta yang ada pada waktu si pemberi atau pewaris meninggal dunia; kemudian ditambahkanj umlah barang-barang yang telah dihibahkan semasa ia masih hidup, dinilai menurut keadaan pada waktu penghibahan itu dilakukan dan menurut harga pada waktu meninggalnya si penghibah; akhirnya, setelah utang-utang dikurangkan dari seluruh harta peninggalan itu, dihitunglah dari seluruh harta itu berapa bagian warisan yang dapat mereka tuntut, sebanding dengan derajat para legitimaris, dan dari bagian-bagian itu dipotong apa yang telah mereka terima dari yang meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan dari perhitungan kembali. (KUHPerd. 1086 dst., 1093, 1095 dst.)
Pasal 922.
Pemindahtanganan suatu barang, baik dengan beban bunga cagak hidup, maupun dengan beban memperjanjikan hak pakai hasil, kepada salah seorang ahli wans dalam garis lurus, harus dianggap sebagai hibah. (KUHPerd. 1086, 1669, 1775 dst., 1921.)
Pasal 923.
Bila barang yang dihibahkan telah hilang di luar kesalahan penerima sebelum meninggalnya si penghibah, maka hal itu akan dimasukkan dalam penjumlahan harta untuk menentukan besarnya legitime portie.
Barang yang dihibahkan itu harus dimasukkan dalam penjumlahan itu, bila barang itu tidak dapat diperoleh kembali karena ketidakmampuan si penerima . (KUHPerd. 1099. )
Pasal 924.
Hibah-hibah semasa hidup sekali-kali tidak boleh dikurangi, kecuali bila ternyata bahwa semua harta benda yang telah diwasiatkan tidak cukup untuk menjamin legitime portie. Bila hibah-hibah semasa hidup pewaris harus dikurangi, maka pengurangan harus dimulai dari hibah yang diberikan paling akhir, ke hibah-hibah yang dulu-dulu. (KUHPerd. 922.)
Pasal 925.
Barang-barang yang tetap, yang harus dilakukan berkenaan dengan pasal yang lalu, harus terjadi dalam wujudnya, sekalipun ada ketentuan yang bertentangan.
Namun bila larangan itu harus diterapkan pada sebidang pekarangan yang tidak dapat dibagi-bagi sebagaimana dikehendaki, maka si penerima hibah, pun seandainya dia itu bukan ahli waris, berhak memberikan penggantian berupa uang tunai untuk barang yang sedianya harus diserahkan kepada legitimaris itu. (K UHPerd. 929, 1093.)
Pasal 926.
Pengurangan terhadap apa yang diwasiatkan, harus dilakukan tanpa membedakan antara pengangkatan ahli waris dan pemberian hibah wasiat, kecuali bila pewaris telah menetapkan dengan tegas bahwa harus diutamakan pelaksanaan pengangkatan ahli waris yang ini atau pemberian hibah wasiat yang itu; dalam hal itu, wasiat yang demikian itu tidak boleh dikurangi, kecuali bila wasiat-wasiat lainnya tidak cukup untuk memenuhi legitime portie. (KUHPerd. 876, 913 dst., 954, 957.)
Pasal 927.
Si penerima hibah yang menerima barang-barang lebih daripada yang semestinya, harus mengembalikan hasil dari kelebihan itu, terhitung dari hari am ya pemberi hibah bila tuntutan akan pengurangan itu diajukan dalam satu tahun sejak hari kematian itu, dan dalam hal-hal lain terhitung dari pengajuan tuntutan itu. (KUHPerd. 548-31, 575, 959, 1098, 1169.)
Pasal 928.
Barang-barang tetap yang atas dasar pengurangan harus kembali ke dalam harta peninggalan, karena pengembalian itu, menjadi bebas dari utang-utang atau hipotek-hipotek yang telah dibebankan kepada barang-barang itu oleh penerima hibah. (KUHPerd. 1004, 1093, 1169.)
Pasal 929.
Tuntutan hukum untuk pengurangan atau pengembalian dapat diajukan oleh para ahli waris terhadap pihak ketiga yang memegang besit atas barang-barang tetap yang merupakan bagian dari yang dihibahkan dan telah dipindahtangankan oleh penerima hibah itu; tuntutan itu harus diajukan dengan cara dan menurut urut-urutan yang sama seperti terhadap penerima hibah sendiri.
Tuntutan ini harus diajukan menurut urutan hari pemindahtanganannya, mulai dari pemindahtanganan yang paling akhir.
Namun demikian tuntutan hukum untuk pengurangan atau pengembalian terhadap pihak ketiga tidak boleh diajukan, sejauh si penerima hibah tidak lagi mempunyai sisa barang-barang yang termasuk barang-barang yang dihibahkan, dan barang-barang ini tidak cukup untuk memenuhi legitime portie, atau bila harga dari barang-barang yang telah dipindahtangankan tidak dapat ditagih dari barang-barang kepunyaan pihak ketiga sendiri.
Tuntutan hukum itu, dalam hal apa pun, hapus dengan lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari hari legitimaris menerima warisan itu. (KUHPerd. 920, 924.)
Bagian 4.
Bentuk Surat Wasiat.
Pasal 930.
Tidaklah diperkenankan dua orang atau lebih membuat wasiat dalam satu akta yang sama, baik untuk keuntungan pihak ketiga maupun berdasarkan penetapan timbal-balik atau bersama. (Ov. 73; KUHPerd. 935.)
Pasal 931.
Surat wasiat hanya boleh dibuat, dengan akta olografis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta umum atau dengan akta rahasia-atau tertutup. (KUHPerd. 932 dst., 938 dst., 940 dst., 945 dst., 951.)
Pasal 932.
Wasiat olografis harus seluruhnya ditulis tangan dan ditandatangani oleh pewaris.
Wasiat ini harus dititipkan oteh pewaris kepada notaris untuk disimpan.
Dibantu oleh dua orang saksi, notaris itu wajib langsung membuat akta penitipan, yang harus ditandatangani olehnya, oleh pewaris dan oleh para saksi, dan akta itu harus ditulis di bagian bawah wasiat itu bila wasiat itu discrahkan secara terbuka, atau di kertas tersendiri bila wasiat itu disampaikan kepadanya dengan disegel; dalam hal terakhir ini, di hadapan notaris dan para saksi, pewaris harus membubuhkan di atas sampul itu sebuah catatan dengan tanda tangan yang menyatakan bahwa sampul itu berisi surat wasiatnya.
Dalam hal pewaris tidak dapat menandatangani sampul wasiat itu atau akta penitipannya, atau kedua-duanya, karena suatu halangan yang timbul setelah penandatanganan wasiatnya atau sampulnya, notaris harus inembubuhkan keterangan tentang hal itu dan sebab halangan itu pada sampul atau akta tersebut. (Ov. 75; KUHPerd. 633, 937, 943 dst., 953; Rv. 656 dst.)
Pasal 933.
Wasiat olografis demikian, setelah disimpan notaris sesuai dengan pasal yang lain, mempunyai kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum, dan dianggap telah dibuat pada hari pembuatan akta penitipan, tanpa memperhatikan hari penandatanganan yang terdapat dalam surat wasiat itu sendiri. (KUHPerd. 231, 932, 938.)
(s.d.t. dg. S. 1893-232, berlaku surut.) Wasiat olografis yang diterima oleh notaris untuk disimpan harus dianggap seluruhnya telah ditulis dan ditandatangani dengan tangan pewaris sendiri, sampai adabukti yang menuwukkan sebaliknya.
Pasal 934.
Pewaris boleh meminta kembali wasiat olografisnya sewaktu-wakttu, asal untuk pertanggungjawaban notaris dia mengusahakan, aaar pengembalian itu dapat dibuktikan dengan akta otentik.
Dengan pengembalian itu, wasiat olografis itu harus dianggap telah dicabut. (KUHPerd. 992.)
Pasal 935.
Dengan sepucuk surat di bawah tangan yang seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewaris, dapat ditetapkan wasiat, tanpa formalitas-formatitas lebih lanjut tetapi semata-mata hanya untuk pengangkatan para pelaksana untuk penguburan, untuk hibah-hibah wasiat tentang pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan badan tertentu, dan perkakas-perkakas khusus rumah.
Pencabutan surat demikian boleh dilakukan di bawah tangan. (ov. 75; KUHPerd. 515, 936, 945, 951 dst., 992, 1005; Rv. 656.)
Pasal 936.
Bila surat seperti yang dibicarakan dalam pasal yang lain diketemukan setelah pewaris meninggal, maka surat itu harus disampaikan kepada balai harta peninggalan yang di daerah hukumnya warisan itu terbuka; bila surat ini disegel, maka balai itu harus membukanya, dan dalam hal apa pun harus membuat berita acam tentang penyampaian surat itu serta tentang keadaan surat itu; akhimya, balai itu harus menyerahkan surat itu ke tangan notaris, untuk disimpan. (Ov.41; KUHPerd. 23, 937, 942; Rv. 656.)
Pasal 937.
Surat wasiat olografis yang tertutup yang disampaikan ke tangan notaris setelah tneninggalnya pewaris harus disampaikan kepada balai harta peninggalan, yang akan bertindak menurut pasal 942 terhadap surat-surat wasiat tertutup. (ov. 41; KUHPerd. 936, 943; Rv. 657; Not. 37; Wsk. 62.)
Pasal 938.
Wasiat dengan akta umum harus dibuat di hadapan notaris dan dua orangsaksi. (KUHPerd. 943 dst., 953; Not. 22.)
Pasal 939.
Notaris harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris dalam kata-kata yang jelas menurut apa adanya yang disampaikan oich pewaris kepadanya.
Bila penyampaian persoalan dilakukan tanpa kehadiran para saksi, dan naskahnya telah disiapkan oleh notaris, maka si pewaris harus mengemukakan lagi kehendaknya seperti apa adanya di hadapan para saksi, sebelu, naskah itu dibacakan di hadapan pewaris.
Sesudah itu wasiat itu harus dibacakan oleh notaris dalam kehadiran para saksi, dan sesudah pembacaan itu, oleh notaris harus ditanyakan kepada pewaris apakah yang dibacakan itu telah memuat kehendaknya.
Bila kehendak pewaris itu dikemukakan dalam kehadiran para saksi dan lansung dituangkan dalam tulisan, maka pembacaan dan
pertanyaan seperti di atas harus dilakukan juga dalam kehadiran para saksi.
Selanjutnya akta itu harus ditandatangani oleh pewaris, notaris, dan saksi-saksi.
Bila pewaris menyatakan tidak dapat melakukan penandatanganan , atau bila dia terhalang dalam hal itu, maka juga pernyataan itu dan sebab halangan harus dicantumkan dalam akta wasiat itu.
Setelah dipenuhi segala formalitas itu, hal itu harus dengan tegas dicantumkan dalam surat wasiat itu. (KUHPerd. 944, 953.)
Pasal 940.
Bila pewaris hendak membuat surat wasiat tertutup atau rahasia, dia harus menandatangani penetapan-penetapannya, baik jika dia sendiri yang menulisnya, maupun jika dia menyuruh orang lain menulisnya; kertas yang memuat penetapan-penetapannya, atau kertas yang dipakai untuk sampul, bila digunakan sampul, harus tertutup dan disegel.
Pewaris juga harus menyampaikannya dalam keadaan tertutup dan disegel kepada notaris, di hadapan empat orang saksi, atau dia harus menyuruh menutup dan menyegel kertas itu di hadapan mereka, dan harus menerangkan, bahwa dalam kertas tersebut tercantum wasiatnya, dan bahwa wasiat itu ditulis dan ditandatangani sendiri, atau ditulis oleh orang lain dan ditandatangani olehnya. Notaris harus membuat akta peroelasan mengenai hal itu, yang ditulis di atas kertas itu atau sampulnya, akta ini harus ditandatangani, baik oleh pewaris maupun oleh notaris serta para saksi, dan bila pewaris tidak dapat menandatangani akta penjelasan itu karena halangan yang timbul setelah penandatanganan wasiatnya, maka harus disebutkan sebab halangan itu.
Semua formalitas tersebut di atas harus dipenuhi, tanpa beralih kepada akta lain.
Wasiat tertutup atau rahasia itu harus tetap disimpan di antara surat-surat asli yang ada pada notaris yang telah meneritna surat itu. (KUHPerd. 942 dst., 953; Rv. 657.)
Pasal 941.
Dalam hal si pewaris tidak dapat bicara tetapi dapat menulis, dia boleh membuat surat wasiat tertutup, asalkan hal itu ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani, seluruhnya dengan tangannya; dia harus menyampaikannya kepada notaris di hadapan para saksi, dan harus menulis dan menandatangani di atas akta itu perdelasannya, bahwa kertas yang disampaikannya kepada mereka itu adalab surat wasiatnya; dan setelah itu notaris harus menulis akta penelasannya dan menyatakan di dalamnya, bahwa pewaris telah menulis keterangan itu dalam kehadiran notaris dan para saksi; di samping itu, harus diindahkan apa yang telah ditentukan dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 953.)
(s.d.t. dg. S. 1893-232; berlaku surut.) Surat-surat wasiat termaksud dalam pasal yang lalu dan pasal ini harus dianggap telah ditandatangani oleh pewaris sampai dibuktikan sebaliknya, dan selain itu, wasiat-wasiat tersebut terakhir harus dianggap pula telah ditulis seluruhnya dan diberi tanggal olehnya.
Pasal 942.
Setelah pewaris meninggal dunia, notaris harus menyampaikan wasiat rahasia atau tertutup itu kepada balai harta peninggalan yang dalam daerahnya warisan itu terbuka; balai ini harus membuka wasiat itu dan membuat berita acara tentang penyampaian dan pembukaan wasiat itu serta tentang keadaannya, dan kemudian menyampaikannya kembali kepada notaris yang telah memberikannya. (Ov. 42; KUHPerd. 23, 936 dst., 940; Rv. 658; Not. 37; Wsk. 62.)
Pasal 943.
Notaris yang menyimpan surat-surat wasiat di antara surat-surat aslinya, dalam bentuk apa pun juga, setelah meninggalnya si pewaris, harus memberitahukannya kepada orang-orang yang berkepentingan. (Ov. 4 1; KUHPerd. 472, 932, 938, 940, 992; S. 1920-305.)
Pasal 944.
(s. d. u. dg. S. 1932-42.) Saksi-saksi yang hadir pada waktu pembuatan wasiat, harus sudah dewasa dan penduduk Indonesia. Mereka harus mengerti bahasa yang dipergunakan dalam menyusun wasiat itu atau dalam menulis akta penjelasan atau akta penitipan.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Untuk saksi-saksi pada pembuatan wasiat dengan akta terbuka, tidak boleh diambil ahli waris atau penerima hibah wasiat, keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat keempat, anak atau cueu, keluarga sedarah dalam derajat yang sama, dan pembantu rumah tangga notaris yang menangani pembuatan wasiat itu. (KUHPerd. 290 dst., 330, 452, 907, 932, 938, 940, 953, 1909 dst., 1913; BS. 13.)
Pasal 945.
(s.d.u. dg. S. 1915-299, 642.) Warganegara Indonesia yang berada dinegeri asing, tidak boleh membuat wasiat selain dengan akta otentik dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang berlaku di negeri tempat akta itu dibuat.
Namun dia berwenang untuk membuat penetapan dengan surat di bawah tangan atas dasar dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal 935. (AB. 16, 18; KUHPerd. 936, 938, 953; S. 1910-296.)
Pasal 946.
Dalam keadaan perang, para tentara anggota angkatan bersenjata lain, yang berada di medan perang ataupun di tempat yang diduduki musuh, boleh membuat surat wasiat mereka di hadapan seorang perwira yang serendah-rendahnya berpangkat letnan, atau bila tidak ada perwira, di hadapan orang yang di tempat itu menduduki jabatan militer tertinggi, di samping dua orang saksi. (KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953.)
Pasal 947.
Surat wasiat orang-orang yang sedang berlayar di laut, boleh dibuat di hadapan nakhoda atau mualim kapal itu, atau bila mereka tidak ada, di hadapan orang yang menggantikan jabatan mereka, dengan dihadiri dua orang saksi. (BS. 46, 76; KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953; KUHD 341, 341d.)
Pasal 948.
(s.d.u. dg. S. 1899-312.) Mereka yang berada di tempat-tempat yang dilarang berhubungan dengan dunia luar karena berjangkitnya penyakit pes atau penyakit menular lain, boleh membuat wasiat mereka di hadapan setiap pegawai negeri dan dua orang saksi. (KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953.)
(s.d.t. dg. S. 1899-312.) Wewenang yang sama juga diberikan kepada mereka yang jiwanya terancam akibat sakit mendadak atau mendapat kecelakaan, pemberontakan, gempa bumi atau bencana-bencana alam dahsyat yang lain, bila dalam jarak enam pal dari tempat itu tidak ada notaris atau bila orang-orang yang berwenang untuk itu tidak dapat diminta jasa-jasanya, baik karena orang tidak ada di tempat, maupun karena terhalang akibat terputusnya perhubungan. Tentang keadaan-keadaan yang menyebabkan untuk membuat surat wasiat itu, harus disebutkan dalam akta itu.
Pasal 949.
Surat-surat wasiat tersebut dalam tiga pasal yang lalu, harus ditandatangani oleh pewaris, oleh orang yang di hadapannya wasiat itu dibuat, dan oleh sekurang-kurangnya salah seorang saksi.
Bila pewaris atau salah seorang saksi menyatakan tidak dapat menulis, atau berhalangan untuk mendatangamnya, maka pemyataan itu serta sebab halangan itu harus dengan tegas disebutkan dalam akta itu. (KUHPerd. 944, 953.)
Pasal 950.
(s.d.u. dg, S. 1899-312.) Surat-surat wasiat termaksud dalam pasal-pasal 946, 947, 948 alinea pertama, kehilangan kekuatan, bila pewaris meninggal enam bulan setelah berhentinya sebab yang telah menyebabkan wasiat itu dibuat dalam bentuk seperti itu.
Surat wasiat termaksud dalam pasal 948 alinea kedua kehilangan kekuatannya, bila pewaris meninggal enam bulan setelah hari penandatanganan akta itu.
Pasal 951.
(s.d.u. dg. S. 1899-312.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 946, 947, 948 alinea pertama, orang-orang yang disebut di dalamnya boleh membuat wasiat dengan surat di bawah tangan, asalkan surat itu seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewaris. (KUHPerd. 932, 935, 952.)
Pasal 952.
Surat wasiat demikian akan kehilangan kekuatannya, bila pewaris meninggal tiga bulan setelah sebab tersebut dalam tiga pasal yang latu berakhir, kecuali bila surat itu telah disampaikan kepada notaris untuk disimpan dengan cara seperti yang diatur dalam pasal 932. (KUHPerd. 950.)
Pasal 953.
Formalitas-formalitas yang telah ditetapkan untuk berbagai-bagai surat wasiat itu menurut ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, harus diindahkan, dengan ancaman kebatalan. (KUHPerd. 933.)
Bagian 5.
Wasiat Pengangkatan Ahli Waris.
(Bdk. S. 1926-253 pada KUPerd. 956.) (1)
Pasal 954.
Wasiat pengangkatan ahli waris ialah suatu wasiat, di mana pewaris memberikan kepada satu orang atau lebih harta-benda yang ditinggalkannya pada waktu dia meninggal dunia, baik seluruhnya maupun sebagian, seperti seperdua, atau sepertiga. (KUHPerd. 876, 957.)
Dalam S. 1926-253 telah dimaklumkan KB. tgl. 23 April 1926 No. 17, tentang peninjauan kembali untuk kepentingan umum persyaratan yang dibuat pada pengangkatan ahli waris dan pemberian hibah wasiat atas dasar undang-undang 1 Mei 1925 (NS. No. 174.).
Pasal 1.
Bila telah lampau empat putuh tahun sejak meninggalnya pewaris atau sejak adanya dugaan hukum tentang kematiannya, suatu persyaratan yang dibuat pada waktu pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat, atas permohonan orang yang wajib memenuhi persyaratan itu, dapat ditinjau kembali atau dinyatakan hapus oleh Mahkamah Agung Indonesia demi kepentingan umum; sedapat-dapatnya hal ini sesuai dengan maksud pewaris, bila dan sekedar mengenai:
tempat dan cara menyimpan hasil karya seni atau benda benda bersejarah atau ilmiah, termasuk tulisan-tulisan, dalam kumpulan yang dapat dikunjungi oleh umum;
batas-batas dan persyaratan pemberian kesempatan kepada masyarakat umum untuk melihat atau menggunakan hasil-hasil karya dan benda-benda tersebut di atas;
penetapan tujuan pengeluaran uang untuk kepentingan kesenian dan pengetahuan.
Pasal 2.
Permohonan harus diajukan kepada Mahkamah Agung dengan surat permohonan yang dilengkapi dengan alasan alasannya.
Bila pennohonan itu dimaksudkan untuk peninjauan kembali suatu persyaratan, dalam surat permohonan harus diberitahukan, peninjauan yang bagaimanakah yang dikehendaki.
Atas dasar permohonan itu, para keturunan yang sah dan suami atau istri pewaris harus didengar, atau setidak-tidaknya dipanggil dengan cara yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung boleh mendengar saksi-saksi dan ahli-ahli, bila hal ini (dianggapnya perlu, Segala Pemeriksaan ini harus dilakukan secara terbuka.
Pemohon diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya berkenaan dengan keterangan-keterangan yang diberikan oleh orang-orang yang didengar, dan untuk memberi penjelasan lisan atas permohonannya.
Mahkamah Agung, karena jabatan, berwenang untuk meninjau kembali suatu persyaratan yang dimohonkan pernyataan hapus, serta meninjau kembali suatu persyaratan dengan cara lain yang diajukan yang diajukan pemohon.
Pasal 3.
Penetapan Mahkamah Agung yang mengatur (baca: meninjau kembali) atau menyatakan hapus hapus suatu persyaratan tidak mempunyai kekuatan sebelum hal itu disetujui oleh Gubemur Jenderal.
Pasal 4.
Ketentuan dalam tiga pasal yang lalu berlaku terhadap persyaratan yang telah ditinjau kembali asalkan telah lampau sepuluh tahun sejak penetapan mahkamah agung yang mengandung peninjauan kembali persyaratan itu memperoleh kekuatan.
Pasal 5
Pernyataan hapus dapat dimohon mengenai pengangkatan ahli waris atau pemberi hibah wasiat, dalam hal suatu persyaratan yang telah ditinjau kembali dan menggantikan persyaratan pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat tidak dipenuhi ketentuan. Ketentuan dalam pasal 1004 alinea II dan III KUH Perd berlaku dalam hal ini.
Pasal 6
Putusan ini mulai berlaku sejak hari ketigapuluh sesudah pengumumannya dalam staatsblad diIndonesia (diumumkan 9 Juli 1926)
Pasal 955.
Pada waktu pewaris meninggal dunia, baik para ahli waris yang diangkat dengan wasiat, maupun mereka yang oleh undang-undang diberi sebagian harta peninggalan itu, demi hukum memperoleh besit atas harta-benda yang ditinggalkan.
Pasal 834 dan pasal 835 berlaku terhadap mereka. (KUHPerd. 913 dst., 959, 1007, 1528.)
Pasal 956.
Bila timbul perselisihan tentang siapa yang menjadi ahli waris, dan dengan demikian siapa yang berhak memegang besit, maka hakim dapat memerintahkan agar harta benda itu disimpan di pengadilan. (KUHPerd. 833, 1730 dst.)
Bagian 6.
Hibah Wasiat (Bdk. KB. di atas.)
Pasal 957.
Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barangnya dari macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barang-barangnya. (KUHPerd. 876, 954, 1002, 1105.)
Pasal 958.
Semua hibah wasiat yang murni dan tidak bersyarat, sejak hari meninggalnya pewaris, memberikan hak kepada penerima hibah wasiat (legitaris), untuk menuntut barang yang dihibahkan, dan hak ini beralih kepada sekalian ahli waris atau penggantinya. (KUHPerd. 963, 996, 999, 1039, 1253 dst., 1268 dst.)
Pasal 959.
Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan barang yang dihibahkan itu.
Ia berhak atas hasil dan bunganya sejak hari kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan dilakukan dalam waktu satu tahun sejak hari tersebut, atau bila penyerahan itu dilakukan secara sukarela dalam jangka waktu yang sama. Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia hanya berhak atas hasil dan bunganya saja, terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu. (KUHPerd. 927, 955, 960, 963, 1011, 1250; Rv. 99.)
Pasal 960.
Bunga dan hasil barang-barang yang dihibah wasiatkan adalah untuk keuntungan penerima hibah sejak hari kematian, kapan pun dia menuntut penyerahannya:
10. bila pewaris menyatakan keinginannya untuk itu dalam surat wasiat itu;
20. bila yang dihibah wasiatkan adalah suatu bunga cagak hidup atau suatu uang tunjangan tahunan, bulanan atau mingguan sebagai pemberian untuk nafkah. (KUHPerd. 321 dst., 800, 867 dst., 1775; Rv. 749.)
Pasal 961.
Pajak dengan nama apa pun, yang dipungut untuk negara, dibebankan kepada penerima hibah, kecuali bila pewaris menentukan lain.
Pasal 962.
Bila pewaris mewajibkan suatu beban kepada beberapa penerima hibah, maka mereka wajib memenuhinya, masing-masing standing dengan besarnya hibah wasiat, kecuali bila pewaris telah menetapkan lain. (KUHPerd. 961.)
Pasal 963.
Barang yang dihibah wasiatkan harus diserahkan dengan semua perlengkapannya, dan dalam keadaan seperti pada hari meninggalnya pewaris. (KUHPerd. 500, 588, 958 dst., 964, 1237, 1391.)
Pasal 964.
Akan tetapi, setelah- pewaris menghibah wasiatkan suatu barang tetap, maka apa yang telah dibeli atau diperoleh untuk memperbesar barang itu tidaklah termasuk dalam hibah wasiat itu, meskipun berbatasan dengan barang yang telah dihibahkan itu, kecuali bila pewaris menetapkan lain.
Segala sesuatu yang dilakukan oleh pewaris di atas tanah yang dihibahwasiatkan untuk memperbaiki, memperindah, atau membangun kembali tanah itu atau untuk memperluas sebidang tanah yang terjepit, maka jika tidak ada penetapan lain, semuanya harus dianggap termasuk suatu bagian dari hibah wasiat itu. (KLTHPerd. 601 dst.)
Pasal 965.
Bila sebelum atau sesudah dibuat surat wasiat, barang yang dihibahwasiatkan terikat dengan Hipotek atau dengan hak pakai hasil untuk suatu utang dari harta peninggalan itu, atau untuk suatu utang pihak ketiga, maka orang yang harus menyerahkan hibah wasiat itu tidak wajib melepaskan barang dari ikatan itu, kecuali bila ia diperintahkan dengan tegas oleh pewaris untuk melakukannya.
Namun bila penerima hibah telah melunasi utang berhipotek itu, maka ia mempunyai hak untuk menuntut para ahli waris sesuai dengan pasal 1106. (KUHPerd. 756 dst., 963, 1162 dst.)
Pasal 966.
Bila pewaris menghibahwasiatkan barang tertentu milik orang lain, hibah wasiat ini adalah batal, entah pewaris itu tahli atau tidak tahli, bahwa barang itu bukan kepunyaannya. (KUHPerd. 903, 967, 996.)
Pasal 967.
Akan tetapi ketentuan pasal yang lalu tidak menjadi halangan untuk membebankan persyaratan tertentu kepada ahli waris atau penerima hibah wwat, yaitu kewajiban untuk melakukan pembayaran-pembayaran tertentu kepada pihak ketiga dengan barang-barangnya sendiri, atau untuk membebaskan utang-utangnya. (KUHPerd. 892.)
Pasal 968.
Hibah-hibah wasiat mengenai barang-barang tak tentu tetapi dari jenis tertentu, adalah sah entah pewaris meninggalkan barang yang demikian itu atau tidak. (KUHPerd. 1333, 1392.)
Pasal 969
Bila hibah wasiatnya terdiri dari barang-barang tak tentu, ahli waris tidak wajib memberikan jenis yang terbaik, namun ia juga tidak boleh memberikan jenis yang terjelek. (KUHPerd. 1273, 1392.)
Pasal 970.
Bila yang dihibahwasiatkan hanya hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan, tanpa kata-kata hak pakai hasil atau hak pakai oleh pewaris, maka barang yang berangKUHan haruslah tetap berada dalam pengelolaan ahli warisnya, yang sementara itu wajib membayarkan hasil-hasil dan pendapatannya kepada penerima hibah itu. (KUHPerd. 756 dst., 818 dst.)
Pasal 971.
Hibah wasiat kepada seorang kreditur tidak boleh dihitung sebagai pelunasan piutangnya seperti halnya hibah wasiat kepada pembantu rumah tangga tidak boleh dianggap sebagai pembayaran upah kerjanya. (KUHPerd. 1382 dst., 1425 dst.)
Pasal 972.
Bila warisan tidak seluruhnya atau hanya sebagian diterima, atau bila warisan itu diterima dengan hak khusus atas pemerincian harta peninggalan, dan harta yang ditinggalkan ini tidak mencukupi untuk memenuhi hibah-hibah wasiat seluruhnya, maka hibah-hibah wasiat itu harus dikurangi, sebanding dengan besarnya masing-masing, kecuali bila pewaris telah menetapkan lain mengenai hal itu. (KUHPerd. 926, 1023 dst., 1050, 1057 dst.)
Bagian 7.
Penunjukan Ahli Waris Dengan Wasiat Untuk Kepentingan Cucu-cucu
Dan Keturunan Saudara Laki Laki Dan Perempuan.
Pasal 973.
Barang-barang yang dikuasai sepenuhnya oleh orang tua, boleh mereka hibahwasiatkan, seluruhnya atau sebagian, kepada seorang anak mereka atau lebih, dengan perintah untuk menyerahkan barang-barang itu kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir.
Bila seorang anak telah meninggal lebih dahulu, maka penetapan wasiat yang sama boleh dibuat untuk keuntungan satu orang cucu mereka atau lebih, dengan perintah menyerahkan barang-barang itu, kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir.
Pasal 974.
Demikian juga, boleh dibuat penetapan wasiat untuk keuntungan satu atau beberapa saudara laki-laki atau perempuan dari pewaris, atas seluruh atau sebagian barang-barang yang oleh undang-undang tidak dikecualikan dari penetapan wasiat, dengan perintah untuk menyerahkan barang-barang itu, kepada anak-anak mereka yang telah lahir maupun yang belum lahir.
Penetapan wasiat yang demikian boleh juga diberikan untuk satu atau beberapa anak dari saudara laki atau perempuan yang telah meninggal, dengan perintah untuk menyerahkan barang-barang yang bersangkutan kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir. (KUHPerd. 880, 899, 913 dst., 976, 1019, 1675.)
Pasal 975.
Bila ahli waris yang dibebani itu meninggal dengan meninggalkan anak-anak dalam derajat pertama dan keturunan seorang anak yang meninggal lebih dahulu, maka sekalian keturunan ini berhak menikmati bagian dari anak yang meninggal lebih dahulu itu sebagai penggantinya.
Ketentuan yang sama berlaku juga dalam hat semua anak dalam derajat pertama telah meninggal lebih dahulu, dan ahli waris yang diperintahkan untuk menyerahkan barang-barang hanya meninggalkan cucu saja. (KUHPerd. 841 dst., 858.)
Pasal 976.
Penetapan-penetapan yang diperkenankan oleh pasal 973 dan pasal 974, hanya berlaku sejauh penunjukan ahli waris dengan wasiat itu dibuat untuk satu derajat saja dan untuk keuntungan semua anak-anak si pemikul beban, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir, tanpa kekecualian atau hak membedakan umur atau jenis kelamin.
Pasal 977.
Hak-hak ahli waris yang diangkat dengan penunjukan ahli waris dengan wasiat, mulai berlaku pada saat berhentinya hak nikmat atas barang bagi si pemikul beban.
Pelepasan diri dari hak nikmat atas barang untuk keuntungan para ahli waris berharapan, tidak boleh merugikan kreditur, yang telah berpiutang kepada si pemikul beban sebelum pelepasan ini, pun tidak boleh merugikan anak-anak yang lahir setelah pelepasan itu. (KUHPerd. 833, 1131, 1341.)
Pasal 978.
Barangsiapa membuat ketetapan-ketetapan tersebut dalam pasal-pasal yang lalu, dengan suatu wasiat atau dengan suatu akta notaris yang dibuat kemudian, boleh menempatkan barang-barang di bawah kekuasaan satu atau beberapa pengelola selama dalam masa beban.
Dalam hal itu, ketentuan ketentuan pasal 789, alinea pertama dan kedua dari pasal 790, dan pasal 791, berlaku bagi para pengelola. Mereka boleh memperhitungkan upah jerih payah mereka, dalam hal-hal dan dengan cara-cara seperti yang ditentukan dalam bab berikut mengenai para pelaksana surat-surat wasiat. (KUHPerd. 979, 982, 988, 1017, 1021.)
Pasal 979.
Bila pengelola itu meninggal atau tidak ada, atas permohonan si pemikul beban atau orang-orang yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, hakim berkuasa mengangkat orang lain untuk mengganti pengurus itu. (KUHPerd. 982, 1016.)
Pasal 980.
Dalam waktu sebulan setelah meninggalnya orang yang membuat penetapan wasiat seperti di atas, maka atas permohonan pengelola yang telah diangkat, atas permintaan orang-orang yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, harus dibuat perincian barang-barang yang merupakan harta peninggalan itu.
Bila yang diwasiatkan hanya terdiri dari hibah wasiat saja, maka harus dibuat suatu daftar khusus semua barang-barang yang menjadi bagian harta peninggalan itu.
Perincian harta ini atau daftar ini harus memuat anggaran biayanya. (KUHPerd. 981; Rv. 672 dst.)
Pasal 981.
Perincian harta atau daftar ini harus dibuat di hadapan pengelola yang telah diangkat, dan di hadapan orang-orang yang berkepentingan atau setelah mereka dipanggil dengan sah.
Bila mereka hadir pada pembuatan perincian harta itu, maka perincian itu dapat dibuat di bawah tangan; dalam hal itu, daftar itu, dalam waktu empat belas hari setelah pemerincian harta itu selesai, harus disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.
Biaya-biaya untuk itu dibebankan pada barang-barang yang termasuk yang dihibahwasiatkan dengan cara penunjukan ahli waris dengan wasiat itu. (KUHPerd.783; Rv.’672 dst.)
Pasal 982.
Bila pewaris tidak mengangkat pengelola, maka barang-barangnya dikelola oleh ahli waris yang dibebani, dan ia wajib menjamin penyimpanan, penggunaan secara layak dan penyerahan lebih lanjut barang-barang itu, kecuali bila pewaris dengan tegas telah membebaskannya dari segala kewajiban untuk mengadakan jaminan. (KUHPerd. 335, 978, 984 dst., 988.)
Pasal 983.
Ahli waris pemikul beban, yang dalam hal tersebut dalam pasal yang lalu tidak memberikan jaminan, harus merelakan barang-barang itu, atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, untuk diserahkan kepada pengelolaan seseorang yang diangkat oleh pengadilan negeri, yang terhadapnya berlaku segala hak dan kewajiban yang ditetapkan terhadap wali atas anak-anak di bawah umur. Ketentuan-ketentuan penutup pasal 978 tersebut di atas berlaku juga terhadap para pengelola itu. (KUHPerd. 385 dst., 786.)
Pasal 984.
Ahli waris pemikul beban, yang menjalankan sendiri pengelolaannya, harus mengelola barang-barang itu sebagaimana layaknya seorang kepala rumah tangga yang baik, dan dalam hal itu dan dalam hal memikul biaya dan beban, serta dalam hal melakukan perbaikan-perbaikan, ia sama dengan pemegang hak pakai hasil. (KHPerd. 784, 793 dst., 982.)
Pasal 985.
Segala harta benda tetap, demikian pula bunga dan piutang, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani, kecuali dengan izin pengadilan negeri, setelah mendengar ahli waris berharapan dan jawatan kejaksaan.
Izin itu hanya boleh diberikan jika ada keperluan mutlak, atau jika ada harapan waiar akan memperoleh keuntungan, baik bagi ahli waris berharapan maupun bagi ahli waris pemikul beban; dalam hal pemindahtanganan, izin itu hanya boleh diberikan dengan beban untuk membungakan uang penjualan dengan cara fidei commis, bila barang itu dikelola oleh si pemikul beban sendiri.
Bila barang-barang itu ada dalam pengelolaan, para pengelola wajib membungakan hasilnya dengan cara seperti yang diatur bagi para wali. (KUHPerd. 391 dst., 1168 dst.)
Pasal 986.
Pengangkatan ahli waris dengan wasiat yang pada bagian ini diperkenankan, tidak boleh dipertahankan terhadap pihak ketiga, bahkan oleh anak yang di bawah umur sekalipun, bila hal itu tidak diumumkan, dengan cara berikut: mengenai barang-barang tetap, dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620, dan mengenai piutang-piutang berhipotek, dengan mendaftarkan barang-barang tetap terikat untuk piutang-piutang itu, atau dengan membubuhkan keterangan di sebelah daftar yang telah ada. (Ov. 28; KUHPerd. 988.)
Pasal 987.
Ahli waris karena undang-undang atau ahli waris karena surat wasiat dari arang yang mengangkat ahli waris dengan wasiat, dalam hat apa pun tidak boleh mengajukan bantahan kepada ahli waris berharapan berdasarkan tidak adanya pengumuman, pendaftaran atau pembubuhan keterangan seperti yang diperintahkan dalam pasal yang lalu. (Ov. 98; KUHPerd. 986.) 988. Pam pengeloia wajib menyelenggarakan pengumuman, pendaftaran dan pembubuhan keterangan seperti yang diperintahkan dalam pasal 986, yang pea diancam dengan hukuman penggantian biaya kerugian dan bunga. Semua orang yang berkepentingan berhak menuntut agar peraturan-peraturan tersebut di atas dipenuhi. (Ov. 28; KUHPerd 385, 1365.)
Bagian 8.
Penunjukan Ahli Waris Dengan Wasiat Dari Apa yang Oleh Ahli Waris
atau Penerima Hibah Wasiat Tidak Dipindahtangankan Atau
Dihabiskan Sebagai Harta Peninggalan.
Pasal 989.
Dalam hal ada pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat atas dasar yang dicantumkan dalam pasal 881, ahli waris atau penerima hibah berhak memindahtangankan atau menghabiskan, dan bahkan berhak menghibahkan barang-barang warisan itu kepada sesama yang masih hidup, kecuali bila hal terakhir ini dilarang oleh pewaris untuk seluruhnya atau untuk sebagian. (KURPerd. 880, 978, 1675.)
Pasal 990.
Kewajiban untuk membuat perincian harta peninggalan atau daftar pewaris meninggal, dan kewajiban untuk menyerahkan surat-surat itu kepada kepaniteraan pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam pasal 980 dan pasal 981, berlaku juga bagi ahli waris atau penerima hibah yang memikul beban, sebagaimana diatur dalam bagian ini, tetapi ia tidak wajib memberikan suatu jaminan. (KUHPerd. 978, 982; Rv. 672 dst.)
Pasal 991.
Setelah meninggalnya ahli waris atau penerima hibah yang dibebani, ahli waris berharapan berhak menuntut, supaya segala sesuatu yang masih tersisa dari warisan atau hibah wasiat itu segera diserahkan kepadanya dalam wujudnya.
Mengenai uang tunai atau mengenai hasil barang-barang yang telah dipindahtangankan, dari catatan-catatan ahli waris atau penerima hibah yang dibebani, dari surat-surat rumah tangga, atau dari lain-lain bukti, dapat disimpulkan apakah masih ada dan berapakah yang tersisa dari warisan atau hibah wasiat itu. (KUHPerd. 389, 978, 1881.)
Bagian 9.
Pencabutan dan Gugurnya Wasiat.
Pasal 992.
Suatu wasiat, baik seluruhnya maupun sebagian, tidak boleh dicabut, kecuali dengan wasiat yang lebih kemudian, atau dengan suatu akta notaris yang khusus, yang mengandung pernyataan pewaris tentang pencabutan seluruhnya atau sebagian wasiat yang dulu, tanpa mengurangi ketentuan pasal 934. (KUHPerd. 875, 935, 955.)
Pasal 993.
Bila surat wasiat kemudian itu, yang memuat pencabutan secara tegas wasiat yang terdahulu, tidak ditengkapi dengan formalitas-formalitas yang disyaratkan untuk sahnya surat wasiat, tetapi memenuhi yang disyaratkan untuk sahnya akta notaris, maka penetapan-penetapan yang dahulu, sekiranya diulangi dalam penetapan yang kemudian, harus dianggap tidak dicabut. (KUHPerd. 953, 994.)
Pasal 994.
Surat wasiat kemudian, yang tidak mencabut wasiat terdahulu secara tegas, hanya membatalkan penetapan-penetapan surat wasiat yang terdahulu itu sejauh tidak dapat disesuaikan dengan penetapan-penetapan yang baru, atau bertentangan dengan itti.
Ketentuan pasal ini tidak berlaku, bila surat wasiat yang kemudian itu batal karena cacat bentuknya, meskipun surat wasiat itu sebagai akta notaris berlaku juga. (KUHPerd. 953, 992 dst.)
Pasal 995.
Pencabutan yang dilakukan dengan surat wasiat yang kemudian baik secara tersurat maupun tersirat, berlaku sepenuhnya, pun sekiranya akta yang baru itu tak berlaku karena tidak cakapnya ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan, atau karena penolakan mereka untuk menerima warisan itu. (KUHPerd. 893, 895 dst., 1057 dst.)
Pasal 996.
Semua pemindahtanganan, bahkan penjualan dengan hak untuk memperoleh kembali, atau tukar-menukar, yang dilakukan oleh pewaris atas barang yang dihibahwasiatkan, seluruhnya atau sebagian, selalu mengakibatkan tercabutnya hibah wasiat yang dipindahtangankan atau dipertukarkan, kecuali bila barang yang dipindahtangankan mungkin telah kembali ke dalam harta peninggalan pewaris. (KUHPerd. 958, 963, 1519 dst., 1541.)
Pasal 997.
Semua penetapan dengan surat wasiat yang dibuat dengan persyaratan yang bergantung pada peristiwa yang tidak tentu terjadinya dan sifatnya, sehingga pewaris harus dianggap telah menggantungkan pelaksanaan penetapannya dengan terjadi tidaknya peristiwa itu, adalah gugur, bila ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan meninggal sebelum terpenuhi persyaratan itu. (KUHPerd. 81)9, 958, 1261.)
Pasal 998.
Bila dengan persyaratan itu pewaris hanya bermaksud menangguhkan pelaksanaan penetapannya, maka hal demikian itu tidak menghalangi ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan itu untuk mempunyai hak yang diperoleh itu, dan untuk mengalihkannya kepada ahli warisnya. (KUHPerd. 882, 886, 1263, 1268.)
Pasal 999.
Suatu hibah wasiat gugur, bila barang yang dihibahwasiatkan musnah sama sekali semasa pewaris masih hidup.
Hal yang sama juga terjadi, bila setelah dia meninggal, barang itu musnah tanpa perbuatan atau kesalahan ahli waris atau orang lain yang berkewajiban menyerahkan hibah wasiat itu; sekiranya orang-orang itu telah lalai untuk menyerahkan barang itu pada waktunya, hibah wasiat itu juga gugur bila barang itu, seandainya di tangan penerima hibah pun, juga akan musnah. (KUHPerd. 958, 1237, 1444 dst.)
Pasal 1000.
Suatu hibah wasiat berupa bunga, piutang atau tagihan utang lain kepada pihak ketiga, gugur sekedar mengenai apa yang pada waktu pewaris masih hidup kiranya telah dibayar. (KUHPerd. 999.)
Pasal 1001.
Suatu penetapan yang dibuat dengan wasiat, gugur bila ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan itu menolak warisan atau hibah wasiat itu, atau ternyata tidak cakap untuk memanfaatkan hal itu.
Bila pada penetapan itu diberikan keuntungan kepada pihak ketiga, maka pemberian keuntungan itu tidak gugur; orang yang berhak atas warisan atau hibah wasiat itu, tanpa mengurangi wewenangnya untuk melepaskan diri secara utuh dan tak bersyarat dari warisan atau hibah wasiat itu, tetap wajib memberi keuntungan kepada pihak ketiga itu. (KUHPerd. 895 dst., 967, 1057 dst.)
Pasal 1002.
Warisan atau hibah bagi para ahli waris atau penerima hibah menjadi bertambah, dalam hal pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat ditetapkan untuk beberapa orang bersama-sama, sedangkan penetapan itu tidak dapat dilaksanakan terhadap seorang atau beberapa dari para ahli waris atau penerima hibah itu.
Pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat harus dianggap dibuat untuk bersama-sama, bila hal itu dibuat dengan satu penetapan yang sama, dan kepada masing-masing ahli waris atau penerima hibah itu pewaris tidak menunjukkan bagian tertentu dari barangnya, seperti seperdua, sepertiga, dst.
Perkataan “untuk bagian-bagian sama besar” tidak dianggap sebagai petunjuk “bagian tertentu” seperti yang diatur dalam pasal ini. (KUHPerd. 135, 808, 1052, 1059.)
Pasal 1003.
Selanjutnya pewaris juga harus dianggap telah memberikan hibah wasiat kepada beberpa orang bersama-sama, bila suatu barang yang tidak dapat dibagi-bagi tanpa menjadi rusak, diwasiatkan dalam satu akta yang sama kepada beberapa orang, meskipun diwasiatkan secara sendiri-sendiri. (KUHPerd. 1296.)
Pasal 1004.
Pernyataan gugumya surat-surat wasiat dapat diminta setelah meninggalnya pewaris, karena tidak dilaksanakan persyaratan-persyaratannya.
Dalam hal ini, mereka yang kepentinganya telah dipenuhi dengan pernyataan gugur itu, akan mengambil kembali barang-barang itu, bebas dari segala beban dan hipotek, yang sekiranya telah ditempatkan atas barang-barang itu oleh para ahli waris dan penerima hibah yang telah dinyatakan gugur.
Mereka bahkan boleh melaksanakan hak-hak itu terhadap pihak ketiga yang menguasai barang-barang tetap itu, seperti terhadap ahli waris atau penerima hibah yang diangkat itu. (KUHperd. 928 dst., 1257, 1265.; S. 1926-253o di dalam KUHPerd. 956.)

0 comments:

Post a Comment