Recent Comments

Wednesday, 17 February 2016

KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), BAB X. HAK PAKAI HASIL, BAB X. HAK PAKAI HASIL


BAB IX.
BUNGA TANAH DAN SEPERSEPULUHAN
Pasal 737.
Bunga tanah adalah beban utang yang harus dibayar, baik dengan uang maupun dengan hasil bumi, yaitu beban yang diikatkan pada tanah oleh pemiliknya, atau diperjawikan untuk kepentingan diri sendiri atau pihak ketiga ketika benda itu dijual kepada orang lain atau dihibahkan.
Alas hak yang melahirkannya harus diumumkan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 508-5o, 528, 616, 696, 713, 720, 739, 750 dst., 1164-41, 1963; Rv. 493-41.)
Pasal 738.
Bila bunga tanah dikenakan pada sebidang tanah tertentu, maka pemilik semula, kepada siapa bunga harus dibayar, tidak lagi berhak menuntut pengembalian tanah, bila pembayaran bunga dilalaikan. (KUHPerd. 750, 1266.)
Pasal 739.
Beban utang bunga tanah melekat khusus pada tanah itu sendiri, dan dalam hal tanah itu dibagi, seluruh beban melekat pada tiap bagian, dan bagaimanapun juga beban itu tidak akan membebani barang-barang lain milik orang yang menguasai tanah.
Ketentuan yang lalu tidak berlaku terhadap beban utang yang harus dibayar dengan sebagian dari hasil tanah dalam perbandingan tertentu dengan hasil seluruhnya, yang akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 728, 737, 740 dst., 750, 1770.)
Pasal 740.
Beban utang sepersepuluh atau suatu bagian dari hasil dalam perbandingan lain dengan jumlah seluruhnya, harus dilunasi dengan sekian bagian dari hasil seluruhnya, yang akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 728, 737, 742, 744, 750 dst., 1164-51, 1963; Rv. 493-50.)
Pasal 741.
Bila pada waktu mengikatkan atau memperjanjikan sepersepuluh tidak tegas-tegas ditentukan hasil jenis apakah dan seberapa bagiankah yang dikenakan beban, maka itu harus diartikan sepersepuluh dari hasil tersebut, yang menurut kebiasaan setempat tunduk kepada hukum sepersepuluhan; atau harus diartikan sebagai pembayaran dalam bentuk uang sebagai pengganti dari pembayaran sepersepuluhan dalam bentuk hasilnya, menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 749, 1875.)
Pasal 742.
Tidak ada sesuatu pun yang harus dibayar, bila tanahnya selalu tandus, tidak ditanami atau digunakan untuk menanam sesuatu yang hasilnya tidak tunduk pada beban utang.
Pasal 743.
Demikian pula tidak ada yang harus diserahkan, bila tanaman gandum dipotong sebelum waktunya.
Pasal 744.
Mereka yang memikul beban utang menurut pasal 740 dan berikutnya, pada waktu menuai hasil tanah, wajib mengaturnya secara berjajar dalam tumpukan atau kumpulan yang sama besarnya.
Tumpukan-tumpukan atau kumpulan-kumpulan itu dibuat tanpa dipilih-pilih lebih dulu dan seiring dengan waktu pengambilannya. (KUHPerd. 747 dst.)
Pasal 745.
Mereka wajib membiarkan tumpukan-tumpukan dan kumpulan-kumpulan itu di ladangnya selama dua puluh empat jam setelah diberitahukannya kepada yang berhak menerima sepersepuluhan menurut kebiasaan setempat. (AB 15.)
Pasal 746.
Selama itu, mereka yang berhak atas sepersepuluhan boleh menunjuk tumpukan atau kumpulan yang dikehendakinya dan ia boleh menghitungnya mulai dari yang disukainya, tetapi selanjutnya harus mengindahkan urutan tumpukan dan kumpulan tersebut. (KUHPerd. 747, 749.)
Pasal 747.
Bila yang berhak menerima itu lalai menunjuk, maka yang mempunyai beban utang berhak menunjuk sendiri bagiannya dan menyediakan tumpukan dan kumpulan bagi yang berhak menerima.
Pasal 748.
yang mempunyai beban utang yang mengangkut hasil tanpa memenuhi kewajiban tersebut di atas, harus membayar dua kali lipat dari utangnya. (KUHPerd.739, 741 dst.)
Pasal 749.
Bila beban utang itu diikatkan pada anak-anak hewan atau sarang-sarang lebah, maka yang berutang boleh menyerahkan bagiannya kepada yang berhak atau membayar harganya dengan uang, dihitung menurut harga tertinggi selama enam minggu sejak pembayaran utang tersebut bisa dituntut.
Beban utang yang dibicarakan dalam pasal ini, tidak termasuk dalam sepersepuluhan tetapi harus tegas-tegas diikatkan atau diperjanjikan.
Sepersepuluhan harus dilunasi dengan hasil nyata tanah yang telah menghasilkannya, sehingga yang berpiutang sepersepuluhan tak boleh memilih yang terbaik di antaranya, sebagaimana yang berutang tidak boleh memberikan bagian yang terburuk. (KUHPerd. 737, 741, 746, 969.)
Pasal 750.
Beban utang yang telah dapat ditagih tetapi belum dilunasi, yang diatur dalam pasal 740 dan berikutnya, kedaluwarsa setelah lewat satu tahun, terhitung mulai hari pembayaran itu sedianya dapat dituntut.
Beban utang bunga tanah lainnya kedaluwarsa setelah lewat lima tahun. (KUHPerd. 737, 1968,
1972, 1974 dst.)
Pasal 751.
Bunga tanah, demikian pula sepersepuluhan dan beban utang lainnya yang terdiri dari sebagian hasil dalam perbandingan tertentu, senantiasa boleh ditebus, sekalipun tegas-tegas diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 775 2.).
Akan tetapi pihak-pihak yang bersangkutan boleh menentukan syarat-syarat tentang penebusan itu, bahkan boleh memperjanjikan bahwa bunga baru dapat setelah lewat waktu tertentu, asal tidak lebih dari tiga puluh tahun. (AB 23; KUHPerd. 752, 754, 755.)
Pasal 752.
Bila jumlah uang tebusan untuk bunga tanah, sepersepuluhan atau beban utang dalam perbandingan lain tidak ditentukan sewaktu pembebanan, dan juga tidak diadakan persetujuan tentang penebusan, maka jumlah uang tebusan harus diatur dengan cara sebagai berikut:
Dalam hal bunga tanah harus berbentuk uang, maka sudah cukup beban utang itu ditebus dengan dua puluh kali lipat dari jumlah bunga tanah itu.
Bila beban utang yang harus dibayar tidak boleh dilunasi dengan uang, melainkan harus dengan hasil tanah, maka tebusan harus dua puluh kali harga hasil tahunan, dihitung menurut harga rata-rata di pasar setempat selama sepuluh tahun temkhir, dan bila cara demikian tidak bisa dilaksanakan, tebusan harus oleh ahli yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersangkutan atau diangkat oleh hakim.
Dalam hal sepersepuluhan dan bayaran tahunan dalam perbandingan lain, yang harus dibayarkan, ukuran jumlah hasil tahunan ialah hasil bersih dalam waktu lima belas tahun, pukul rata setelah dikurangi dengan hasil selama dua tahun yang teramat menguntungkan dan dikurangi dengan hasil selama dua tahun yang teramat merugikan. Hasil lima betas tahun tersebut, dengan pengurangan seperti di atas, membuktikan hasil setahun, dan bila tidak ada pembayaran semacam itu, harus diikuti peraturan biasa tentang penilaian seperti telah diuraikan di atas. (KUHPerd. 472 dst., 754-21.)
Pasal 753.
Jika selama lima betas tahun terakhir tanah yang bersangkutan tidak menghasilkan sesuatu, yang tunduk pada sepersepuluhan dan bayaran tahunan dalam perbandingan lain, maka jumlah uang tebusan harus ditentukan oleh hakim setelah mendengar para ahli. (KUHPerd. 742 dst., 752.)
Pasal 754.
Hak bunga tanah dan beban utang lainnya yang diatur dalam bab ini, hilang :
10. karena percampuran, bila bunga tanah atau beban utaiig dan hak milik atas -tanah jatuh ke tangan satu orang;
20. karena persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan;
30. karena penebusan dengan cara seperti diuraikan di atas;
40. karena kedaluwarsa, bila yang berhak menerima bunga tanah atau beban utang telah melewatkan tiga puluh tahun tanpa menggunakan hak tersebut;
50. karena musnahnya tanah. Akan tetapi, hak itu tidak hilang karena banjir, pengedukan atau pemindahan tanah, bila tanah itu kemudian menjadi kering lalu oleh karena alam atau oleh pekerjaan orang. (KUHPerd. 594, 703 dst., 718 dst., 736, 751 dst., 807, 1436, 1444, 1967.)
Pasal 755.
Ketentuan-ketentuan dalam bab ini hanya berlaku terhadap bunga tanah, sepersepuluhan dan beban utang lainnya, yang diikatkan atau diperjanjikan setelah berlakunya kitab undang-undang ini. Karena itu ketentuan-ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk menghidupkan kembali sepersepuluhan atau beban utang lainnya yang telah dihapuskan oleh undang-undang dan kebiasaan sebelumnya, juga tidak dimaksudkan untuk mengatur, mengubah atau menghapuskan yang masih ada. (Ov. 54.)
Bunga tanah dan sepersepuluhan yang harus dibayar kepada negara tidak boleh ditebus tanpa izin tegas dari pemerintah.
BAB X.
HAK PAKAI HASIL
Bagian 1.
Sifat Hak Pakai Hasil Dan Cara Memperolehnya
Pasal 756.
Hak pakai hasil adalah hak kebendaan untuk mengambil hasil dari barang milik orang lain, seakan-akan ia sendiri pemiliknya, dengan kewajiban memelihara barang tersebut sebaik-baiknya. (KUHPerd. 508-11, 511-11, 528, 757, 760, 765, 772, 779, 784, 806; Rv. 493-2o.)
Pasal 757.
Bila hak pakai hasil mencakup juga barang yang dapat dihabiskan, maka pada waktu habisnya hak pakai hasil, cukuplah pemakai hasil memberikan kembali kepada pemiliknya barang sejenis yang sama jumlahnya, sifatnya dan harganya, atau membayar harga barang seperti yang telah ditaksir sewaktu hak pakai hasil mulai berjalan atau harga yang ditaksir menurut harga pada waktu itu. (KUHPerd. 756, 761, 782, 784, 786, 804 dst., 822, 1273, 1755.)
Pasal 758.
Hak pakai hasil dapat diberikan kepada seseorang atau beberapa orang tertentu, agar menikmatinya, baik secara bersama-sama maupun secara bergiliran.
Dalam hal menikmatinya secara bergiliran, hak pakai hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang hidup pada waktu hak pemakai hasil yang ptrtama mulai berjalan. (KUHPerd. 2, 808, 899, 1679.)
Pasal 759.
Hak pakai hasil diperoleh karena undang-undang atau karena kehendak pemilik. (KUHPerd. 311 dst., 474, 883, 918, 957, 970.)
Pasal 760.
Alas hak yang melahirkan hak pakai hasil atas barang tak bergerak harus diumumkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam
pasal 620.
Bila hak itu mengenai barang bergerak, maka hak kebendaan lahir dengan penyerahan. (Ov. 26; KUHPerd. 612, 616, 696, 713, 720, 737.)
Bagian 2.
Hak-hak Pemakai Hasil.
Pasal 761.
Pemakai hasil berhak menikmati segala macam hasil dari barang yang bersangkutan, yang timbul karenanya, tidak dibedakan apakah hasil itu hasil alam, hasil kerajinan, atau hasil perdata. (KUHPerd. 500-502, 766, 777, 786.)
Pasal 762.
Hasil alam dan hasil kerajinan yang pada permulaan berlakunya hak pakai hasil masih melekat pada pohon atau akar, termasuk milik pemakai hasil.
Hasil tersebut di atas yang masih dalam keadaan seperti di atas pada waktu hak pakai hasil berakhir, adalah hak pemilik tanah, sedangkan pihak yang satu atau pihak yang lain tidak diwajibkan membayar ongkos pengolahan dan pembenihan tanah, tetapi tidak boleh mengurangi bagian dari hasil yang merupakan hak pihak ketiga yang ikut-serta sebagai pengusaha, baik pada permulaan, maupun pada akhir hak pakai hasil itu. (KUHPerd. 500, 502, 57k, 1594.)
Pasal 763.
Hasil perdata dihitung hari demi hari dan menjadi kepunyaan pemakai hasil selama hak pakai hasil berjalan, pada saat apa pun hasil tersebut dapat dibayar. (KUHPerd. 501 (ist., 764.)
Pasal 764.
Hak pakai hasil suatu cagak hidup memberikan juga hak untuk menerima semua bunga yang berjalan kepada pemakai hasil, selama hak itu berjalan.
Bila pelunasan cagak hidup harus dilakukan dengan membayar di muka, pemakai hasil berhak atas seluruh iuran, yang seharusnya dilunasi selama hak pakai hasil berjalan.
Orang yang mempunyai hak pakai hasil atas suatu cagak hidup tidak akan berkewajiban untuk mengembalikan sesuatu. (KUHPerd. 501, 761, 763, 1775 dst., 1785.)
Pasal 765.
Bila hak pakai hasil berkenaan dengan barang yang tidak lekas musnah, tetapi lama-lama menjadi susut karena pemakaian, seperti pakaian, seprei, perabot rumah tangga dan lain-lain sejenis itu, maka pemakai hasil berhak menggunakan barang-barang itu sesuai dengan tujuannya, tanpa berkewajiban untuk mengembalikannya pada akhir hak pakai hasil dalam keadaan lain dari keadaan pada waktu itu, sepanjang barang-barang itu tidak menjadi buruk karena itikad buruk atau kesalahan dari pemakai hasil. (KUHPerd. 757, 761, 782, 787, 806.)
Pasal 766.
Bila hak pakai hasil meliputi kayu tebangan, pemakai hasil berhak menikmatinya, asal memperhatikan tata-tertib waktu dan jumlah penebangan, sesuai dengan kebiasaan yang setalu dilakukan pemilik, tetapi pemakai hasil atau ahli warisnya tidak berhak minta ganti rugi, sehubungan dengan penebangan biasa terhadap pohon-pohon tebang, ranting-ranting dan pohon-pohon yang tinggi batangnya, yang kiranya dilataikannya selama hak pakai hasil berjalan. (AB. 15; KUHPerd. 761.)
Pasal 767.
Pemakai hasil, asal memperhatikan tata tertib waktu dan kebiasaan pemilik tanah yang dulu-dulu, boleh pula menebang pohon-pohon yang biasa ditebang, baik penebangan itu harus dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan di bagian-bagian tertentu maupun mengenai pohon-pohon tertentu, di seluruh tanah. (AB. 15′ KUHPerd. 769.)
Pasal 768.
Dalam semua hal lainnya, pemakai hasil tidak boleh memiliki pohon yang menjulang tinggi.
Namun demikian ia boleh menggunakan pohon yang karena kebetulan tumbang atau tercabut dari tanah guna melakukan perbaikan yang diharuskan.
Malahan untuk itu bila perlu, ia boleh menebang pohon-pohon untuk perbaikan yang diharuskan, asal keharusan memperbaiki itu ditunjukkan kepada pemilik. (KUHPerd. 793.)
Pasal 769.
Pemakai hasil dapat mengambil pancang dari hutan untuk kebun anggur dan bila perlu guna menyangga pohon buah-buahan dan memelihara serta menanami kebun.
Ia tidak berhak menebang pohon untuk kayu bakar, tetapi setiap tahun atau dalam waktu-waktu tertentu la boleh menikmati apa yang dihasilkan oleh pohon itu, semuanya itu dengan memperhatikan adat setempat dan kebiasaan pemilik. (AB. 15,, KUHPerd. 767 dst.)
Pasal 770.
Tanaman yang berasal dari pembibitan yang dapat dicabut tanpa merusaknya, juga dalam hak pakai hasil, asal pemakai hasil menggantinya menurut adat setempat dan kebiasaan pemilik. (AB. 15; KUHPerd. 761.)
Pasal 771.
Pohon buah yang mati, demikian pula yang karena kebetulan tumbang atau tercabut dari tanah, menjadi milik pemakai hasil, asal digantinya dengan yang lain. (KUHPerd. 772.)
Pasal 772.
Pemakai hasil boleh menikmati sendiri hak pakai hasilnya, menyewakan menggadaikannya, bahkan boleh menjualnya, membebaninya atau menghibahkannya. Akan tetapi, baik dalam menikmatinya sendiri maupun dalam menyewakan, mengadaikan atau menghibahkannya, ia harus berbuat menurut adat setempat dan kebiasaan para pemilik, tanpa mengubah tujuan barang itu dengan merugikan pemilik.
Tentang waktu penyewaan dan penggadaian, ia harus memperhatikan sifat dan tujuan barang-barang yang bersangkutan, serta bertindak menurut adat setempat dan kebiasaan para pemilik.
Dalam hal tidak ada adat dan kebiasaan tersebut, rumah tidak boleh disewakan lebih lama dari empat tahun, sedang tanah tidak boleh lebih lama dari tujuh tahun. (AB. 15; KUHPerd. 756, 817, 823, 1164-2′, 1169, 1457 dst., 1547 dst.)
Pasal 773.
Semua sewa atau gadai barang tak bergerak yang ada dalam hak pakai hasil yang dilakukan untuk waktu lebih dari dua tahun, atas permintaan pemilik, dapat dibatalkan, sebelum sewa atau gadai mulai jalan, bila dalam waktu itu hak pihak pemakai hasil berakhir. (KUHPerd. 772, 817.)
Pasal 774.
Pemakai hasil berhak menikmati hasil tanah tambahan yang ada dalam haknya karena
perdamparan.
Ia berhak menikmati hak pengabdian tanah, seolah-olah ia sendiri pemiliknya, dan pada umumnya ia berhak menikmati semua hak-hak lainnya yang sedianya dapat dinikmati oleh pemiliknya. Demikian pula ia berhak berburu dan menangkap ikan. (KUHPerd. 586, 596, 674 dst., 721, 776, 781.)
Pasal 775.
(s.d.u. dg. S. 1904-233.) Dengan cara yang sama seperti pemilik, ia berhak menikmati segala hasil penggalian batu dan bara tanah yang sejak permulaan hak pakai hasil telah diusahakan. (KUHPerd. 571, 761.)
Pasal 776.
(s. d. u. dg. S. 1904-233.) Pemakai hasil tidak berhak menggali batu dan bara tanah yang belum dimulai penggaliannya, dengan sebutan apa pun juga; dengan demikian tidak boleh ia menggali bahan galian lainnya bila penggalian belum dimulai, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 721, 761, 775.)
Pasal 776a.
(s.d.t. dg. S. 1904-233.) Dalam hal hak pakai hasil mengenai suatu konsesi tambang, pemakai hasil berhak memperoleh nikmat yang sama seperti yang dinikmati pemegang konsesi.
Pasal 777.
Selama haknya berjalan, pemakai hasil tidak berhak atas harta yang ditemukan orang lain dalam tanah yang ada dalam haknya.
Bila ia sendiri yang menemukan harta, ia berhak menuntut bagiannya sesuai dengan pasal 587.
(KUHPerd. 500, 502, 761.)
Pasal 778.
Pemilik tanah wajib membiarkan pemakai hasil menikmati hak pakai hasil tanpa rintangan apa pun. (KUHPerd. 728.)
Pasal 779.
Pemakai hasil, pada akhir hak pakai hasilnya, tidak berhak menuntut ganti rugi karena perbaikan yang katanya telah dilakukan, sekalipun perbaikan itu menambah harga barang tersebut.
Meskipun demikian, segala perbaikan itu boleh diperhatikan dalam menaksir harga kerugian karena kerusakan barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 575 dst., 603 dst., 756, 782, 807, 1630.)
Pasal 780.
Cermin, pigura dan alat perhiasan lainnya yang dibawa oleh pemakai hasil, boleh diambil kembali olehnya atau oleh ahli warisnya, asal tempat-tempat tersebut dipulihkan ke keadaan seperti semula. (KUHPerd. 507-2o, 581 dst.)
Pasal 781.
Pemakai hasil boleh melakukan segala tuntutan kebendaan, yang menurut undang-undang boleh dilakukan pemiliknya. (KUHPerd. 556, 574, 774; Rv. 102.)
Bagian 3.
Kewajiban Pemakai Hasil.
Pasal 782.
Pemakai hasil harus menerima barang yang bersangkutan dalam keadaan yang sama seperti pada waktu haknya mulai berlaku. Pada waktu hak pakai hasil berakhir, pemakai hasil wajib mengembalikan barang itu dalam keadaan pada waktu itu, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 779 dan pasal 780 dan kewajiban memberi ganti rugi karena kerusakan yang terjadi. (KUHPerd. 312, 757, 762, 765.)
Pasal 783.
Atas biaya pemakai hasil sendiri dan di hadapan pemilik atau setidak-tidaknya setelah pemilik ini dipanggil dengan sah, pemakai hasil harus membuat catatan tentang barang bergerak dan daftar barang tidak bergerak yang termasuk hak pakai hasil.
Tidak ada scorang pun yang bebas dari kewajiban tersebut di atas pada waktu membuat
perjanjian tentang hak pakai hasil.
Catatan dan daftar itu boleh dibuat di bawah tangan, bila dihadiri oleh pemilik. (KUHPerd. 312,
315, 757, 819, 1563; Rv. 675.)
Pasal 784.
Pemakai hasil harus menunjuk penanggung atau barang jaminan yang disahkan oleh hakim, guna menjamin bahwa barang yang ada padanya akan digunakan olehnya sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik, tidak akan disia-siakan atau diabaikan, dan juga akan dikembalikan atau dibayar harganya, bila hak itu mengenai barang termasuk dalam pasal 757. (KUHPerd. 472 dst., 785, 787 dst., 819, 982, 1162 dst., 1273, 1820 dst., 1827, 1830; Rv. 611 dst.)
Pasal 785.
Pada waktu mengadakan perjanjian tentang hak pakai hasil, pemakai hasil boleh dibebaskan dari kewajiban memberi jaminan.
Orang tua yang menurut undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta benda anak-anaknya, demikian pula yang menjual atau menghibahkan barangnya dengan memperjanjikan hak pakai hasil, tidak diwajibkan mengadakan jaminan seperti di atas.
Hal itu berlaku juga terhadap pemakai hasil atas barang yang kekuasaannya diserahkan kepada orang lain, tanpa mengurangi ketentuan pasal 789. (KUHPerd. 311 dst., 473 dst., 819, 1669, 1730 dst.)
Pasal 786.
Selama pemakai hasil tidak memberikan jaminan, pemilik berhak mengurus sendiri barang yang termasuk hak pakai hasil, asal saia dari pihaknya diadakan jaminan. Dalam hal tidak diadakan jaminan ini, barang-barang tidak bergerak harus disewakan, digadaikan atau ditempatkan di bawah pengurusan pihak ketiga; uang yang termasuk dalam hak pakai hasil harus dibungakan, bahan makanan dan barang lain yang tidak dapat dipakai tanpa dihabiskan harus dijual, dan uang pendapatannya harus juga dibungakan.
Bunga uang ini, demikian pula uang sewa dan uang gadai, menjadi milik pemakai hasil. (KUHPerd. 473, 757, 761, 784, 787, 790, 1730 dst.)
Pasal 787.
Jika hak pakai hasil seluruhnya atau sebagian terdiri dari barang-barang bergerak, yang karena pemakaian berkurang, maka pemakai hasil tidak kehilangan hak menikmati barang-barang tersebut, sekalipun tidak diadakan jaminan, asal ia menyatakan di bawah sumpah bahwa jaminan tidak dapat diperolehnya, dan berjanji akan mengembalikan barang-barang tersebut bila haknya berakhir.
Meskipun demikian, pemilik boleh menuntut agar kepada pemakai hasil hanya diserahkan barang-barang yang perlu dipakainya, sedangkan barang-barang selebihnya harus dajual dan uang pendapatannya dibungakan, sama dengan yang dikatakan dalam pasal yang lain. (KUHPerd. 473, 765, 784.)
Pasal 788.
Keterlambatan dalam memberikan jaminan tidak mengakibatkan pemakai hasil kehilangan hasil yang boleh dinikmatinya dan hasil lain yang harus diserahkan kepadanya sejak haknya mulai berjalan. (KUHPerd. 760, 784, 959.)
Pasal 789.
Mereka yang diangkat untuk mengurus barang yang termasuk hak pakai hasil, sebelum menunaikan tugasnya, wajib menunjuk penanggung atau orang yang harus disahkan oleh hakim. (KUHPerd. 472 dst., 784 dst., 792, 803, 816, 1019.)
Pasal 790.
Semua pengurus wajib tiap tahun memberikan perhitungan pertanggungjawaban, demikian pula penutup perhitungan, kepada pemakai hasil.
Pada akhir pengurusan, mereka harus memberikan perhitungan dan pertanggurtwawaban, baik kepada pemilik maupun kepada pemakai hasil.
Pemilik yang sehubungan dengan alinea kesatu pasal 786 mengurus barang, wajib dengan cara yang sama memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada pemakai hasil. (KUHPerd. 465 dst., 791; Rv. 764.)
Pasal 791.
Setiap pengurus dapat dipecat dari tugasnya karena alasan yang sama seperti terhadap pada wali, demikian pula karena kelalaian dalam menunaikan kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal yang lalu. (KUHPerd. 373, 379 dst., 790, 1022.)
Pasal 792.
Bila tugas pengurusan berhenti karena alasan apa pun juga, pemakai hftfl memperoleh kembali semua haknya. (KUHPerd. 307, 786, 791, 816, 979, 1020.)
Pasal 793.
Pemakai hasil hanya wajib menyelenggarakan perbaikan untuk pemeliharaan.
Pembetulan kerusakan yang besar-besar adalah kewajiban pemilik, kecuali jika kerusakan itu diakibatkan oleh kelalaian melakukan pemeliharaan biasa sejak hak pakai hasil mulai berjalan; dalam hal ini pemakai harusjuga memperbaikinya. (KUHPerd. 578, 723, 768, 782, 794 dst., 815, 828, 984.)
Pasal 794.
yang harus dianggap sebagai perbaikan besar adalah: perbaikan akan kerusakan bemt pada tembok dan langit-langit; perbaikan balok-balok dan atap seluruhnya; seluruh perbaikan tanggul dan tanggul kecil bangunan pengairan, demikian pula tembok penyangga dan tembok batas;
Segala perbaikan tainnya harus dianggap sebagai perbaikan biasa. (KUHPerd. 1683.)
Pasal 795.
Baik pemilik maupun pemakai hasil, tidak wajib membangun kembali apa yang roboh karena sudah tua atau rusak karena suatu kebetulan.
Pasal 796.
Pemakai hasil, selama menikmatinya, wajib membayar segala beban tahunan dan beban biasa bagi tanah yang bersangkutan, seperti bunga tanah, pajak dan lain-lainnya, yang biasanya dianggap sebagai beban dari hasil tersebut. (KUHPerd. 727.)
Pasal 797.
Mengenai beban luar biasa yang diikatkan pada tanah, selama hak pakai hasil berjalan, pemilik diwajibkan membayarnya, tetapi pemakai hasil harus mengganti bunganya.
Bila pemakai hasil membayar lebih dahulu beban tersebut, maka pada waktu hak pakai hasil berakhir ia boleh menagihnya kembali dari si pemifik, tetapi tanpa bunga. (KUHPerd. 727.)
Pasal 798.
Barangsiapa mempunyai suatu hak pakai hasil secara umum atau suatu hak pakai hasil dengan alas hak umum, harus membayar segala utang bersama dengan dan di samping pemilik dengan cara berikut:
Nilai dari barang yang termasuk dalam hak pakai hasil ditaksir terlebih dahulu; kemudian ditetapkan menurut perbandingan dengan harga tersebut, berapa yang harus dibayar dari utang-utang tersebut. jika pemakai hasil hendak melunasi lebih dahulu utang-utang itu, maka jumlah pokok, pada saat berakhirnya hak pakai hasil, harus dikembalikan kepadanya tanpa bunga.
Bila pemakai hasil tidak mampu membayar persekot itu, maka pemilik boleh memilih, atau membayar jumlah itu, dalam hal mana pemakai hasil harus membayar bunga selama berlangsungnya hak pakai hasil, atau membebani atau menjual sebagian dari barang-barang yang tunduk pada hak pakai hasil, sampai jumlah yang diperlukan. (KUHPerd. 799 dst., 876, 954, 957, 1100.)
Pasal 799.
Barangsiapa mempunyai hak pakai hasil atas alas hak khusus, tidak wajib membayar untuk tanah yang dikenakan hak-pakai hasil yang dihipotekkan.
Bila ia membayar guna menghindarkan tanah tersebut dari pencabutan hak, maka ia berhak menuntut kembali kepada pemilik. (KUHPerd. 957, 965, 1100, 1105.)
Pasal 800.
Suatu cagak hidup atau tunjangan tahunan untuk nafkah harus dilunasi seluruhnya oleh orang yang menerima seluruh hak pakai hasil dan oleh orang yang hanya menerima sebagian hak pakai hasil, menurut perimbangan dan penikmatan, tanpa boleh mengajukan suatu tuntutan kembali. (KUHPerd. 764,798, 960-2o, 1775 dst.)
Pasal 801.
Pemakai hasil hanya diwajibkan untuk membayar biaya perkara yang menyangkut hak pakai hasilnya dan untuk semua hukuman lain sehubungan dengan perkara itu.
Bila perkara itu menyangkut pemilik dan pemakai hasil bersama-sama, mereka harus membayar biaya itu, masing-masing seimbang dengan kepentingan mereka menurut penetapan hakim. (KUHPerd. 803; Rv. 58.)
Pasal 802.
Bila selama hak pakai hasil berjalan pihak ketiga melakukan suatu perbuatan yang tidak sah terhadap tanah yang bersangkutan atau dengan cara lain berusaha mengurangi hak pemilik, maka pemakai hasil wajib memberitahukan hal itu kepada pemilik; bila ini dilalaikan, ia harus bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul karenanya bagi pemilik, seakan-akan perbuatan yang merugikan itu dilakukan oleh pemakai sendiri atau oleh orang-orang yang harus ditanggungnya. (KUHPerd. 1366 dst., 1591.)
Pasal 803.
Bila barang-barang itu ditempatkan dalam pengurusan pihak ketiga, maka pengurus inilah yang wajib menjaga hak-hak pemilik dan pemakai hasil, atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga.
Pengurus itu, tanpa kuasa dari pihak yang berperkara, baik sebagai penggugat maupiin sebagai tergigat, tidak dapat mengajukan diri dalam perkara untuk pemilik atau untuk pemakai hasil. (KUHPerd. 786, 789, 801, 1792 d)t.)
Pasal 804.
Bila sekawanan binatang yang hak pakai hasilnya diberikan, karena kebetulan atau penyakit dan di luar kesalahan pemakai hasil, semuanya musnah, maka pemakai hasil hanya wajib bertanggung jawab atas kulitnya atau harga kulit kepada pemilik.
Bila tidak seluruhnya musnah, pemakai hasil wajib mengganti yang mati dengan anak-anaknya yang baru. (KUHPerd. 761, 807-6’, 811, 824.)
Pasal 805.
Bila hak pakai hasil tidak meliputi seluruh kawanan binatang, melainkan hanya seekor atau beberapa ekor saja, dan seekor atau lebih di antaranya mati di luar kesalahan pemakai hasil, maka pemakai hasil itu tidak wajib menggantinya atau membayar harganya; ia hanya diharuskan mengembalikan kulitnya atau harga kulit. (KUHPerd. 761, 807-61, 824.)
Pasal 806.
Pemakai hasil atas sebuah kapal, sebelum berlayar ke luar negeri, wajib mengambil asuransi untuk kapal itu. Jika dilalaikannya kewajiban ini, ia bertanggung jawab untuk semua kerugian yang timbul karenanya bagi pemilik. (KUHPerd. 813; KUHD 592 dst., 784.)
Bagian 4.
Berakhirnya Hak Pakai Hasil.
Pasal 807.
Hak pakai hasil berakhir :
10. karena meninggalnya si pemakai hasil; (KUHPerd. 772, 808, 1318.)
20. bila tenggang waktu hak pakai hasil itu telah lewat, atau syarat-syarat diberikannya hak itu telah dipenuhi; (KUHPerd. 809 dst.)
30. karena percampuran, yaitu bila hak milik dan hak pakai hasil jatuh ke tangan satu orang; (KUHPerd. 756, 1436 dst.)
40. karena pemakai hasil melepaskan haknya untuk pemilik; (KUHPerd. 772, i341.)
50. karena kedaluwarsa, yaitu bila pemakai hasil selama tiga puluh tahun tidak menggunakan haknya; (KUHPerd. 1946 dst.)
60. karena semua barang yang berhubungan dengan hak pakai hasil itu musnah. (KUHPerd. 314, 703 dst., 718 dst., 736, 754, 811, 815, 1169, 1444 dst.)
Pasal 808.
Hak pakai hasil yang diberikan kepada beberapa orang bersama-sama, berakhir dengan
meninggalnya pemakai yang terakhir.
Hak pakai hasil yang diberikan kepada suatu perhimpunan berakhir dengan bubamya perhimpunan itu. (KUHPerd. 810, 1002, 1653.)
Pasal 809.
Tanpa mengurangi ketentuan dalam Bab XIV Buku Pertama kitab Undang-undang ini tentang hak nlkmat yang diberikan undangundang bagi orang tua, hak pakai hasil yang diberikan kepada orang ketiga hingga ia mencapai batas usia tertentu tetap berlaku sampai batas usia tersebut, sekalipun orang ini sebelum batas usia tersebut telah meninggal dunia. (KUHPerd. 311, 314.)
Pasal 810.
Tidak ada hak pakai hasil yang dapat diberikan kepada suatu perhimpunan untuk jangka waktu lebih dari tiga puluh tahun. (KUHPerd. 808, 1653.)
Pasal 811.
Bila barang yang dikenakan hak pakai hasil hanya sebagian saja yang musnah, maka hak itu tetap berlaku atas bagian yang masih ada.
Bencana banjir yang menimpa tanah sama sekali tidak mengakibatkan berakhirnya hak pakai hasil atas tanah itu, sejauh pemakai hasil, menurut sifat barangnya, masih dapat menjalankan haknya.
Hak pakai hasil pulih kembah seluruhnya, setelah tanah tersebut, karena alam atau karena pekerjaan orang, menjadi kering kembali, tanpa mengurangi ketentuan pasal 594. (KUHPerd. 545, 593, 598, 804.)
Pasal 812.
Bila hak pakai hasil hanya dikenakan atas gedung, dan gedung itu hancur karena kebakaran atau rusak tanpa disengaja atau runtuh karena tuanya, maka si pemakai hasil tidak berhak menikmati hasil tanahnya, atau memakai bahan-bahan reruntuhan dari gedung tersebut.
Bila hak pakai hasil diberikan atas suatu barang, yang sebagian berupa gedung, pemakai hasil tetap berhak menikmati tanah dan menggunakan bahan-bahan reruntuhan gedung itu, baik untuk membangun gedung baru, maupun untuk memperbaiki gedung lain yang juga merupakan bagian dari barang itu. (KUHPerd. 807-61.)
Pasal 813.
Hak pakai hasil atas sebuah perahu berakhir, bila perahu itu sedemikian rusak, sehingga tidak dapat diperbaiki lagi.
Pemakai hasil tidak berhak atas bahan-bahan reruntuhan ataupun sisa-sisa perahu tersebut.
(KUHPerd. 761, 806, 807-61.)
Pasal 814.
Hak pakai hasil atas bunga uang, piutang atau ikatan tidak berakhir karena dilunasinya uang
pokok,
Pemakai hasil berhak menuntut supaya uang tersebut dibungakan lagi untuknya. (KUHPerd.
764.)
Pasal 815.
Hak pakai hasil dapauuga berakhir karena pemakai hasil menyalahgunakan haknya, baik karena merusak barang itu maupun karena membiarkannya menjadi rusak, dengan cara tak memperbaiki dan tak memeliharanya. (KUHPerd. 782, 793, 802.)
Pasal 816.
Dalam hal tersebut dan tergantung pada keadaan, hakim boleh menyatakan batal seluruh hak pakai hasil, atau menyerahkan barang dalam pengurusan pihak ketiga, atau menyerahkannya kembali kepada pemilik dengan perintah agar setiap tahun ia membayar sejumlah uang tertentu kepada pemakai hasil sampai waktu hak pakai hasil itu berakhir.
Tetapi bila pemakai hasil atau yang berpiutang padanya menawarkan diri untuk memperbaiki penyalahgunaan itu dan untuk selanjutnya memberikan jaminan yang cukup, maka hakim boleh mempertahankan pemakai hasil dalam menikmati hak-haknya. (KUHPerd. 734, 789 dst., 802, 1131 dst.)
Pasal 817.
Dengan berakhirnya hak pakai hasil, tidaklah berakhir segala perjanjian sewa yang diadakan menurut pasal 772. (KUHPerd. 773.)
Pasal 818.
Hak pakai dan hak mendiami, diperoleh dan berakhir dengan cara yang sama seperti hak pakai hasil. (KUHPerd. 759, 807.)
Pasal 819.
Kewajiban yang dibebankan pada pemakai hasil untuk memberi jaminan, untuk membuat catatan dan pendaftaran, untuk menikmatinya sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik, dan untuk mengembalikan barang yang bersangkutan, berlaku juga bagi orang yang mempunyai hak pakai atau hak mendiami. (KUHPerd. 782 dst.)
Pasal 820.
Hak pakai dan hak mendiami diatur menurut alas hak yang melahirkan hak-hak itu; bila dalam alas hak itu tidak diatur luasnya hak-hak itu, maka hal itu diatur sesuai dengan pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 717, 735, 826.)
Pasal 821.
Barangsiapa mempunyai hak pakai atas sebidang pekarangan, hanya boleh mengambil hasil-hasilnya, sebanyak yang diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya. (KUHPerd. 825.)
Pasal 822.
Barang-barang yang dapat habis karena pemakaian, tidak dapat dijadikan obyek dari hak pakai, tetapi bila hak diberikan alas barang-barang seperti itu, maka hak itu dianggap sebagai hak pakai. (KUHPerd. 757.)
Pasal 823.
Pemakai tidak boleh menyerahkan atau menyewakan haknya kepada orang lain. (KUHPerd. 772, 821)
Pasal 824.
Dalam hal binatang-binatang, pemakai berhak mempekerjakannya dan menggunakan susunya, sekedar diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya, demikian pula memakai rabuknya, tetapi sama sekali tidak boleh menikmati bulunya atau anak-anaknya. (KUHPerd. 804 dst.)
Pasal 825.
Hak pakai atas sebidang pekarangan tidak meliputi hak untuk berburu dan mencari ikan, tetapi pemakai berhak menikmati segala hak pengabdian tanah. (KUHPerd. 821.)
Pasal 826.
Dalam hal sebuah rumah, tidak ada perbedaan antara hak pakai dan hak mendiami.
Barangsiapa mempunyai hak mendiami sebuah rumah, boleh bertempat tinggal di situ bersama keluarga serumahnya, sekalipun pada saat memperoleh hak itu ia belum kawin.
Hak itu terbatas pada hal yang sangat diperlukan untuk kediaman pemakai dan keluarga
serumahnya. (KUHPerd. 827 dst.)
Pasal 827.
Hak mendiami tidak boleh diserahkan ataupun disewakan. (KUHPerd.772, 823.)
Pasal 828.
Bila pemakai menikmati semua hasil dari pekarangan, atau mendiami seluruh rumah, maka ia, seperti halnya pemakai hasil, wajib menanggung biaya-biaya untuk penanaman dan perbaikan untuk pemeliharaan, demikian pula pajak dan beban lain.
Bila ia hanya menikmati sebagian dari hasil-hasil atau mendiami sebagian dari rumah, maka ia harus membayar biaya dan beban itu menurut luas haknya. (KUHPerd. 793 dst., 796 dst.)
Pasal 829.
Hak pakai atas hutan-hutan dan penanaman-penanaman yang diberikan kepada seseorang, hanya memberi hak untuk menggunakan kayu-kayu yang mati dan mengambil kayu tebang yang diperlukan untuk diri sendiri dan keluarga serumahnya. (KUHPerd. 766 dst.)

0 comments:

Post a Comment