Recent Comments

Monday, 14 December 2015

PENGUASAAN TANAH 20 TAHUN LEBIH





Secara yuridis, ketentuan-ketentuan baru mengenai pelaksanaan pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 sebagai pengembangan dari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 dapat dikemukakan, antara lain :

1. Kesepakatan Dalam Penetapan Batas Bidang Tanah (Kontradiktur de Limitasi)
Dalam hal ini, sebidang tanah yang akan diukur ditetapkan lebih dahulu letak, batas-batas dan penempatan tanda batas. Dalam penetapan batas bidang tanah diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan, dengan penunjukan batas oleh pemegang hak yang bersangkutan dan dan sedapat mungkin disetujui oleh pemegang hak atas tanah yang berbatasan, dengan ketentuan persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh yang memberikan persetujuan.
Jika dalam penetapan batas bidang tanah tidak diperoleh kesepakatan, maka dilakukan pengukuran sementara dengan batas yang nyata di lapangan, namun apabila sudah diperoleh kesepakatan atau diperoleh kepastian berdasarkan putusan pengadilan, diadakan penyesuaian data pada peta pendaftaran yang bersangkutan. Ketentuan ini pada dasarnya adalah pemberian kesempatan kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok untuk berpartisipasi dalam pemberian dan pengumpulan informasi tentang data fisik dan data yuridis tanah. Dalam kaitannya dengan data fisik tanah, masyarakat khususnya pemegang hak atas tanah dan pemilik tanah di sekitarnya berhak untuk menentukan batas-batas pemilikan tanahnya secara musyawarah.
Apabila musyawarah tidak dapat menghasilkan kesepakatan antara pihak yang berbatasan, Pemerintah tidak boleh menentukan batas tanah berdasarkan keinginannya, namun harus diserahkan kepada pengadilan untuk memutuskan dan menetapkan batas-batas kepemilikannya sehingga nilai kepastian hukumnya dapat dijamin.

2. Pembuktian Hak Dengan Penguasaan Fisik
Apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan tanahnya baik berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya, maka pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik tanah, dengan syarat :
1.         Pemohon telah menguasai  secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak lain yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih; 
2.         Penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik;
3.         Penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
4.         Tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa;
5.         Jika pernyataan tersebut memuat hal hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penanda tangan bersedia dituntut di muka hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan  keterangan palsu.
Keterangan  kepala desa/lurah dan sekurang kurangnya 2 orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, - karena fungsinya sebagai tetua adat setempat(bendesa adat) dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak memunyai hubungan keluarga dengan pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal - membenarkan apa yang dinyatakan pemohon dalam surat pernyataan tersebut.
Peranan surat keterangan kepala desa/lurah sangat penting. Kepala desa/lurah tidak bisa gegabah dalam memberikan  surat  keterangan; perlu ada administrasi yang baik di kantor desa/ kantor lurah, jangan sampai satu objek bidang tanah diterbitkan SKKD /SKKL sampai dua kali. Tanpa administarsi yang baik kemungkinan ini bisa saja terjadi dan hal inilah yang nantinya berujung pada terjadinya penerbitan sertifikat hak atas tanah  ganda.
Keterangan kepala desa/lurah merupakan data yuridis dan data fisik yang menerangkan tentang  status tanah, jenis hak, subjek dan objek tanah yang akan disertifikatkan. Subjek meliputi data atau identitas pemohon, sedangkan objek meliputi letak tanah, batas-batas dan luas tanah ,yang nantinya menjadi acuan dalam  pertimbangan panitia pemeriksa tanah (panitia A) yang meneliti kesesuain data fisik dan yuridis di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dalam proses penerbitan sertifikat. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tidak berwenang menguji kebenaran materiil SKKD/SKKL.  Dalam proses pendaftaran tanah, khususnya pendaftaran tanah  pertama kali, ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu pengumpulan data fisik dan yuridis, pengukuran dan pemetaan kadastral, penelitian data yuridis dan data fisik oleh panitia A, pengumuman data fisik dan data yuridis, pembukuan hak dan penerbitan sertifikat. Proses pengukuran dan pemetaan kadastral yang merupakan pengukuran geodetik, memunyai kekuatan hukum, bertujuan untuk memperoleh kepastian tentang lokasi, batas, dan luas suatu bidang tanah  dan untuk itu pelaksanaannya harus memenuhi  asas kontradiktur delimitasi dan publisitas.
Ketentuan ini tentunya selain mempertimbangkan bahwa Hukum Adat di Negara ini pada dasarnya kebanyakan tidak tertulis termasuk dalam hal pembuktian penguasaan bidang tanah, tetapi sudah cukup dengan pengakuan oleh masyarakat atau diwakili oleh tokoh-tokoh adat setempat, juga hal ini sebagai pemberian perhatian terhadap perbedaan dalam perkembangan kondisi dan kehidupan sosial masyarakat.
Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia memang pluralistis baik dari segi kehidupan sosial, budayanya maupun dari kemajuankemajuan yang dicapai oleh masing-masing kelompok masyarakat. Oleh karenanya perbedaan merupakan sebagai suatu realita yang harus dihormati.
Pemberian perhatian dan bentuk penghormatan terhadap perbedaan itu tercermin dalam ketentuan tentang alat-alat bukti yang harus disediakan dan dapat digunakan untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah. Untuk kelompok-kelompok masyarakat yang pada masa lalu sudah pernah bersentuhan dengan administrasi dan yurisdiksi hukum pertanahan yang lebih modern seperti yang berlangsung dalam masyarakat di Jawa dan daerah swapraja, alat-alat bukti awal yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengkonversi dan mendaftarakan hak atas tanahnya berupa bukti-bukti tertulis yang pernah dikeluarkan seperti grosse akte dari hak-hak barat, sertipikat model E atau D dan Girik atau Petok Pajak tanah. Jika alat bukti tersebut tidak ada, maka dapat digunakan kesaksian orang lain atau pernyataan yang diberikan oleh pihak yang mendaftarkan.
Untuk kelompok-kelompok masyarakat yang belum pernah tersentuh Administrasi dan hukum pertanahan yang lebih moderen dan hanya mengenal ketentuan hukum adat mereka, alat bukti yang dapat digunakan meliputi pernyataan tentang penguasaan secara fisik atas tanah oleh yang bersangkutan dengan syarat bahwa penguasaan itu sudah berlangsung secara turun-menurun dan atas dasar iktikat baik selama 20 tahun atau lebih, diperkuat dengan kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya.

0 comments:

Post a Comment