Recent Comments

Thursday 7 January 2016

KUH Perdata, BAB XII. KEAYAHAN DAN ASAL KETURUNAN ANAK-ANAK, & BAB XIII. KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA


BAB XII. KEAYAHAN DAN ASAL KETURUNAN ANAK-ANAK
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa, kecuali KUHPerd. 268, alinea kedua.)
Bagian 1. Anak-anak Sah.
Pasal 250.
Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. (KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)
Pasal 251
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan putuh darl perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:
1. bila sebelum perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu;
2. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;
3. bila anak itu dilahirkan tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)
Pasal 252.
Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa sejak hari ketiga ratus dan keseratus delapan puluh sebelum lahimya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan istrinya, baik karena keadaan terpisah, maupun karena sesuatu yang kebetulan saja.
Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)
Pasal 253.
Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempuma, bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd. 1965.)
Pasal 254.
Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti bahwa suaminya adalah ayah anak itu.
Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak itu memperoleh kedudukan sebagai anak sah. (KIJHPerd. 221, 242, 248, 1965.)
Pasal 255.
Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd.
106, 199.)
(s.d.t. dg. S 1923-31). Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
Pasal 256.
Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan si suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu:
dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ;
dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah
disembunyikan terhadapnya.
Semua akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim.
Bila si suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihal S. 1946-67.)
Pasal 257.
Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya si suami. (KUHPerd. 259, 1979.)
Pasal 258.
Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut dalam pasal 252.
Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta_benda si suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
Pasal 259.
Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri.
Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan.
Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan:
(1) Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu yang ditentukan oleh pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam pasal 256 sampai 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mepelajari keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan.
(2) Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan hakim karena jabatan.
Pasal 260.
Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)
Pasal 261.
Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam
daftar-daftar catatan sipil. (BS. 34.)
Bila tidak akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu
sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)
Pasal 262.
Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena perkawinan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya.
yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.)
bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam hal pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104,, 298 dst.)
bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah;
bahwa sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)
Pasal 263.
Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahiran, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)
Pasal 264.
Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau seakan-akan dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal maka asal-keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi.
Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis; atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922; BS. 27.)
Pasal 265.
Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah atau si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
Pasal 266.
Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya; atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu. (KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)
Pasal 267.
Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu
kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)
Pasal 268.
Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan, sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan iu diucapkan.
Akan tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa, lihat Chin. I – I -g.)
Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak boleh lagi dihentikan karena peineriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP 529.)
Pasal 269.
Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si anak, tidak terkena kedaluwarsa.
(KUHPerd. 1967, 1986.)
Pasal 270.
Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa. (KUHPerd.258, 883, 1058.)
Pasal 271.
Namun Para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hal itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan, (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)
Pasal 271a.
(s.d.t. dg. S. 1937-5.9,5, mb. 1 Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2.
Pengesahan Anak-anak Luar Kawin.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 272.
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53, 61-90.)
Pasal 273.
Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
Pasal 274.
Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat mahkamah agung. (Ov. 16; KUHPerd. 176; BS. 61-91.)
Pasal 275.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang:
1. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan;
2. Bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276, 278.)
Pasal 276.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, mahkamah agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara. (KUHPerd. 290.)
Pasal 277.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak, baik dengan menyusumya perkawinan orang tuanya maupun dengan surat pengesahan ntenurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang , seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)
Pasal 278.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi keluarga sedarah lairmya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852 dst.)
Pasal 279.
Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan yang sama dan menurut ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu, (KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3.
Pengakuan Anak-anak Luar Kawin.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 280.
Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata anak itu dan ayah atau ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272 dst. 306, 319, 328, 353, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)
Pasal 281.
Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan . (Not. 37a.)
Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatangan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada margin akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41, 53, 61-90.)
Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta kelahiramya.
Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
Pasal 282.
Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.)
Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)
Pasal 283.
Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa mengurangi ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252 dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
Pasal 284.
(s.du.dg. S. 1896-108.) (1) Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.)
Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.)
Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirtah hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan Si ayah.
Pasal 285.
Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami-istri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari istrinya atau suaminya, tidak dapat kepada anak mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau istri itu maupun anak yang dilahirkan dari perkawinan itu.
Walaupun demikian, pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan, bila dari perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
Pasal 286.
Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst., 282.)
Pasal 287.
Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak.
(s.d.u. dg S.1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai dengan 288, 294 atau 132 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan ini bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah anak itu. (KUHPerd. 252 dst.)
Pasal 288.
Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan dalam hal ini, si anak wajib membuktikan bahwa dia adalah anak yang dilahirkan ibu ini.
Si anak tidak melakukan pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
Pasal 289.
Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam hal hal di mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
BAB XIII.
KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 290.
Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang, di mana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama.
Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut derajat. (KUHPerd, 30, 872 dst., 877.)
Pasal 291.
Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan dari yang lain; garis-menyimpang ialah urutan derajat antara orangorang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
Pasal 292.
Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dari garis lurus ke atas.
yang pertama merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; yang terakhir adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852 dst., 857.)
Pasal 293.
Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
Pasal 294.
Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal yang – dan terdekat, dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua, paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat dan demikian seterusnya. (KUHPerd. 850.)
Pasal 295.
Kekeluargaan semenda adalah suatu pertahan kekeluargaan karena pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan keluarga sedarah dari Pihak lain.
Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
Pasal 296.
Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah. (KUHPerd. 293.)
Pasal 297.
Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu suami-istri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan (KUHPerd. 30 dst., 199, 322-20, 323.)

0 comments:

Post a Comment